Tokoh Sepak Bola Jatim: Federasi Wajib Didukung, Politisi tak Ngerti Bola Lebih Baik Diam

Banyak pemain keturunan Indonesia bermain di Eropa, khusunya Belanda.

Republika/Edwin Putranto
Pemain timnas Indonesia saat pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Indonesia melawan Australia di Stadion GBK, Senayan, Jakarta, Selasa (11/9/2024).
Rep: Fitriyanto Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penampilan timnas Indonesia khususnya di senior sangat dinanti saat ini. Selain permainan yang semakin enak ditonton, tim asuhan Shin Tae-yong ini pun sedang merajut asa untuk bisa lolos ke Piala Dunia 2026.

Baca Juga


Kemajuan skuad Garuda tak lepas dari kehadiran sejumlah pemain naturalisasi. Sejak Erick Thohir memimpin PSSI banyak pemain keturunan Indonesia yang bermain di luar negeri punya keinginan dan bangga membela timnas Indonesia.

Namun ditengah kecintaan masyarakat Indonesia terhadap timnasnya ini, yang ditunjukkan dengan dukungan langsung setiap timnas bermain, baik di dalam maupun luar negeri, ada saja orang yang tak suka. Mereka beralasan timnas Indonesia terlalu banyak diisi pemain naturalisasi.

Bahkan mantan duta besar Polandia Peter Gontha di sejumlah media sosial yang beredar menyatakan, lebih baik timnas kalah atau sering kalah tetapi pakai sepenuhnya pemain lokal, dibanding saat ini mampu bersaing di Asia dengan sejumlah pemain naturalisasi yang berdarah Indonesia.

Padahal sejumlah negara sudah lebih dahulu melakukan naturalisasi. Bahkan saat ini sudah menjadi tren. Tim Australia yang 10 September lalu menjadi lawan Indonesia, ada 12 pemain naturalisasi dengan sembilan pemain sama sekali tak memiliki darah Australia.

Tokoh sepak bola Jawa Timur, Saleh Ismael Mukadar menjadi salah satu yang geram dengan kritik terhadap timnas Indonesia. Menurutnya, para pengkritik tak mengerti dan tak paham tentang sepak bola maupun yang sedang mereka bicarakan.

Melalui laman Facebook miliknya yang juga sudah dikonfirmasi Republika.co.id, Sabtu (14/9/2024), Saleh Ismael Mukadar menulis, regulasi FIFA utk pemain naturalisasi itu berlaku di seluruh dunia dan banyak negara di dunia memanfaatkan regulasi tersebut.

Indonesia, tulisnya, bisa lebih mudah karena banyak pemain keturunan Indonesia yang bermain di Eropa terutama negeri Belanda.

"Program naturalisasi ini adalah program instan, tapi Federasi (PSSI) melakukannya untuk semua kelompok umur. Sehingga bila pemain pada timnas sudah waktunya diganti karena usia dan lain-lain, pelapisnya telah tersedia dari pembinaan kelompok umur yang juga bagus," imbuhnya.

"Apalagi nanti diikuti dengan perbaikan kompetisi pada semua level, maka apa yang dilakukan Federasi saat ini wajib didukung," tegasnya.

"Politisi atau pengamat yang tidak paham bola lebih baik diam dari pada ngomong besar tapi salah karena tidak paham apa yang dia bicarakan," tulis Saleh. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler