Terungkap, Dokter ARL Setor Total Iuran Rp225 Juta Selama Jadi Mahasiswi PPDS Undip
"Bukti rekening koran sudah kami sampaikan ke penyidik," kata ibunda ARL.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum keluarga almarhumah ARL, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi Undip Semarang, Misyal Achmad, menyebutkan besaran iuran yang disetor almarhumah selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi tersebut tercatat mencapai Rp225 juta. Dokter ARL diketahui meninggal diduga bunuh diri akibat praktik bullying selama mengikuti PPDS Undip.
"Yang sudah kami sampaikan ke penyidik, tetapi tidak tahu berapa saja besaran penggunaannya," kata Misyal di Semarang, Rabu (18/9/2024).
Sementara itu, Nuzmatun Malina, ibu almarhumah ARL, mengaku mentransfer uang kepada putrinya yang dipergunakan untuk iuran mahasiswa PPDS tersebut. "Bukti rekening koran sudah kami sampaikan ke penyidik," katanya.
Nuzmatun mengaku mentransfer uang untuk iuran tersebut sejak semester pertama. Ia mengatakan uang yang ditransfer tersebut bervariasi nilainya serta dilakukan tiap bulan.
Bahkan, kata dia, almarhumah masih membayar iuran sebelum meninggal dunia untuk keperluan para mahasiswa angkatannya. "Yang besar-besar di semester pertama. Di semester berikutnya juga masih, tetapi tidak besar," katanya.
Nuzmatun pun memberikan pesan untuk Undip Semarang agar membantunya mencari keadilan atas kematian puterinya. "Tolong bantu saya mencari keadilan," kata Nusmatun.
Menurut dia, putrinya sudah meninggal dunia saat menjalani pendidikan di PPDS Undip. Kemudian, juga disusul oleh suaminya yang meninggal dunia beberapa hari setelah kepergian ARL.
Padahal, kata dia, anaknya hanya ingin bersekolah dan mencari ilmu. "Tapi apa yang didapat. Tidak hanya anak saya yang pergi, suami saya juga," katanya.
Nusmatun mengungkapkan keluhan yang disampaikan almarhumah selama menempuh pendidikan. Keluhan itu juga telah disampaikan kepada Kaprodi PPDS Undip, namun tidak ada tanggapan. Oleh karena itu, ia mengharapkan keadilan atas kematian putrinya saat menempuh pendidikan tersebut.
Pada Jumat (13/9/2024) Dekan FK Undip Yan Wisnu Prajoko menggelar konferensi pers. Yan akhirnya mengakui adanya praktik perundungan di PPDS yang mana diduga menjadi penyebab salah satu peserta yakni dokter ARL, meregang nyawa dengan cara bunuh diri.
"Kami menyampaikan dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis internal kami, terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal," kata Yan.
"Kami memohon maaf kepada masyarakat, terutama kepada Kementerian Kesehatan, kepada Kemendikbudristek, dan kepada Komisi IX (DPR RI), kami memohon maaf kalau masih ada kesalahan kami di dalam kami menjalankan proses pendidikan, khususnya kedokteran spesialis ini," ujar Yan, menambahkan.
Diwawancarai terpisah, Direktur Layanan Operasional RSUP Dr. Kariadi, Mahabara Yang Putrajuga mengonfirmasi praktik perundungan di PPDS Undip. Namun, ia menekankan bahwa praktik perundungan itu dilakukan oleh oknum.
"Oknum ini sedang dalam penyelidikan. Oknum tadi yang melakukan sebuah perundungan, memanfaatkan posisinya, dia merundung, melakukan pemerasan terhadap adik kelasnya," kata Mahabara.
Penyidik Polda Jateng telah meminta keterangan 34 orang saksi dalam penyelidikan kasus dugaan perundungan di PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Polisi Artanto di Semarang, Selasa, mengatakan para saksi yang diperiksa, antara lain teman seangkatan korban ARL di PPDS Anastesi Undip Semarang dan ketua angkatan.
"Sudah 34 saksi, antara lain teman seangkatan, ketua angkatan, serta para bendahara," kata Artanto.
Menurut Artanto, hasil pemeriksaan para saksi akan dianalisa dan disinkronkan satu dengan yang lain. Ia memastikan kepolisian akan fokus dan transparan dalam dinamika penyelidikan yang berjalan. Pemeriksaan juga akan disinkronkan dengan data-data yang diberikan oleh pelapor.
"Semua berproses dan akan diteliti mendalam," katanya.
Artanto juga memastikan kepolisian menjunjung asas praduga tak bersalah serta prinsip kehati-hatian dalam penyelidikan perkara dugaan perundungan di PPDS Undip tersebut. Pengakuan dari Undip Semarang dan manajemen Rumah Sakit Kariadi Semarang tentang terjadinya perundungan di PPDS, tambah Artanto, diharapkan akan mempermudah serta membuka jalan terang dalam penyidikan perkara ini.