Ketua MPR Puji Pencapaian Soeharto: Pertumbuhan Ekonomi 12 Persen

Soeharto dibantu Soemitro bisa kendalikan inflasi dari 635,3 persen jadi 9,9 persen.

ANTARA FOTO/Fauzan
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kedua kiri) menyerahkan surat keputusan kepada putri Presiden kedua Soeharto Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto dan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto.
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai, Presiden ke-2 RI HM Soeharto merupakan salah satu putra terbaik bangsa yang harus dihormati jasa-jasanya. Menurut dia, Soeharto telah berusaha mengabdikan diri sebaik-baiknya dalam menjalankan tugas sebagai presiden dan berjasa besar dalam menghantarkan bangsa Indonesia beranjak dari negara miskin menjadi negara berkembang.

Bamsoet menyebut, sejarah mencatat, ra tahun 1960-an adalah salah satu periode tersulit yang kita hadapi sebagai sebuah bangsa. Pada 1963, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi minus 2,25 pesren. Bahkan pada 1966, sambung dia, inflasi melonjak hingga 635,3 persen.

Kemudian, pada 1967 Indonesia adalah negara miskin dengan catatan hutang sebesar 700 juta dolar AS. Namun beratnya tantangan kebangsaan tersebut tidak menyurutkan langkah Soeharto setelah dilantik MPRS menjadi presiden ke-2 RI menggantikan Sukarno.

Dengan dibantu tim pakar ekonominya, salah satunya Prof Soemitro Djojohadikoesoemo yang merupakan ayah Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Indonesia berhasil

Baca Juga


membalikkan keadaan. Tahun 1969 atau setahun setelah menjabat presiden, kata Bamsoet, pertumbuhan ekonomi melonjak tajam menjadi 12 persen dan inflasi berhasil ditekan pada kisaran 9,9 persen.

Tidak hanya itu, menurut Bamsoet, pada 1976, Indonesia menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang sukses meluncurkan satelit. Kemudian pada tahun 1984 Indonesia sukses swasembada pangan.

"Dengan memperhatikan besarnya jasa dan pengabdian mantan Presiden Soeharto yang telah memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade, serta dengan adanya surat pimpinan MPR yang menegaskan mengenai telah dilaksanakannya ketentuan Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, maka rasanya tidak berlebihan sekiranya mantan Presiden Soeharto dipertimbangkan oleh pemerintah yang akan datang untuk mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional. Selaras dengan martabat kemanusiaan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Bamsoet dikutip Republika.co.id di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Karena alasan itulah, Bamsoet menganggap, pimpinan MPR RI menyatakan Ketetapan MPR Nomor XI/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), khususnya ketentuan Pasal 4 yang secara eksplisit menyebutkan nama mantan Presiden Soeharto, dinyatakan sudah dilaksanakan, tanpa mencabut Ketetapan MPR tersebut maupun mengurangi makna yang termaktub secara umum dalam Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tersebut. Pasalnya, MPR pascaamandemen keempat tidak lagi memiliki kewenangan membuat atau mencabut TAP.

Merujuk pada Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, dikelompokkan ke dalam kategori Ketetapan MPR yang dinyatakan "tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang".

Baca: Prabowo Subianto Terima Kunjungan Silaturahim Pimpinan MPR RI

Dari serangkaian fakta hukum yang mengemuka, pada akhirnya bermuara pada hadirnya kepastian hukum bagi mantan Presiden Soeharto. Antara lain dengan terbitnya Surat Ketetapan Perintah Penghentian Penuntutan (SKP3) pada tahun 2006 oleh Kejaksaan Agung, sesuai ketentuan pasal 140 ayat (1) KUHAP, dan terbitnya Keputusan Mahkamah Agung nomor 140 PK/Pdt/2015, serta dengan telah berpulangnya mantan Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008.

"Dengan mempertimbangkan berbagai fakta hukum di atas, penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 dinyatakan telah selesai dilaksanakan. Pimpinan MPR juga berpandangan sebagai sebuah bangsa yang besar, kita mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan setiap permasalahan bangsa dengan penuh kearifan dan melihat jauh ke depan," ucap Bamsoet.

Acara pencabutan Tap MPR sebagai langkah pembersihan nama Soeharto tersebut dihadiri Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, Sjarifuddin Hasan, Hidayat Nur Wahid, dan Fadel Muhammad, Ketua Fraksi Partai Golkar MPR Idris Laena, Menkumham Supratman Andi Agtas, Sekjen DPP Partai Golkar Sarmuji, Waketum DPP Partai Golkar Adies Kadir, Muhammad Hatta, serta politikus senior Golkar Theo L Sambuaga.

Baca: Menhan Prabowo Prediksi Perang Dunia Ketiga Terjadi Perang Nuklir

Perwakilan keluarga Soeharto, Siti Hardiyanti Hastuti, Siti Hediati Hariyadi ikut hadir menerima surat pencabutan TAP MPR. Mereka pun bersyukur dengan langkah MPR tersebut nama baik Pak Harto bisa pulih dan terbebas dari tuduhan KKN.

Bersihkan nama tiga presiden...

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam dua sidang paripurna terakhir, mencabut tiga Ketetapan (TAP) MPRS/MPR untuk membersihkan nama baik Presiden Sukarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Sukarno adalah presiden pertama, Suharto kedua, dan Gus Dur ketiga.

Selama ini, keluarnya TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 membuat Presiden Sukarno dianggap mendukung pemberontakan dan pengkhianatan Gerakan 30 September (G30S)/PKI pada 1965. Dengan pencabutan TAP MPRS maka Sukarno dinyatakan tidak terlibat pemberontakan PKI.

Selain itu, TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pemberhentian Gus Dur dari jabatan presiden juga sudah dicabut. Gus Dur yang digulingkan gara-gara kasus Bulogate-Bruneigate, ternyata tidak pernah terbukti karena tak sampai dibawa ke pengadilan sehingga nama baiknya dipulihkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler