Ini Kata MA Soal Rencana Cuti Bersama Hakim dan Wacana Mogok Sidang
Para hakim di Indonesia berencana cuti bersama dan mogok sidang pada 7-11 Oktober.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) angkat bicara mengenai gerakan cuti bersama yang rencananya dilakukan oleh sebagian hakim. Gerakan ini muncul sebagai ungkapan protes akibat tak ada kenaikan gaji dan tunjangan hakim sepanjang 12 tahun terakhir.
Juru Bicara MA, Suharto mengatakan, cuti merupakan hak bagi semua pegawai negeri. Tapi, Suharto menyebut ada sejumlah pertimbangan sebelum cuti tersebut diberikan kepada hakim yang mengajukannya. "Bagi MA garis dari pimpinan yang penting tidak mengganggu jalannya persidangan," kata Suharto kepada wartawan, Kamis (3/10/2024).
Suharto mengatakan cuti hakim mestinya mempertimbangkan jadwal persidangan. "Selama tupoksi pengadilan tidak terganggu artinya persidangan dijadwalkan setelah cuti dan tahanan tidak keluar demi hukum karena adanya cuti, biasanya permohonannya disetujui," ujar Suharto.
Suharto meyakini munculnya gerakan cuti bersama hakim tidak akan mengganggu pelayanan di pengadilan. "Insya Allah pelayanan pengadilan di berbagai tingkatan tetap berjalan seperti biasa," ucap Suharto.
Suharto juga menyinggung gerakan ini bukanlah mogok hakim, melainkan cuti bersama. Sebagian hakim berencana menggunakan jatah cutinya berbarengan. "Memang ini bukan mogok tapi cuti," ujar Suharto.
Pada pekan depan (7/10/2024), MA diagendakan mengadakan audiensi dengan para perwakilan hakim yang menuntut kenaikan gaji. Audiensi ini rencananya melibatkan pihak terkait seperti Komisi Yudisial, Kemenkeu dan Bappenas serta Kemenkumham.
"Pimpinan MA berencana akan menerima perwakilan mereka, bahkan bila memungkinkan mereka akan diterima bersama dengan Komisi Yudisial RI, syukur-syukur jika ada dari Kemenkeu dan Bappenas serta Kemenkumham dapat berdialog dengan perwakilan mereka," ujar Suharto.
Sebelumnya, Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia mengeklaim ribuan hakim akan mengadakan gerakan cuti bersama atau mogok sidang pada 7 Oktober sampai dengan 11 Oktober 2024. Gerakan tersebut diklaim guna mendongkrak kesejahteraan hakim se-Indonesia.
Sebagian hakim bakal bertolak ke Jakarta guna melakukan aksi simbolik sebagai bentuk protes terhadap kondisi kesejahteraan dan independensi hakim yang telah terabaikan selama bertahun-tahun.