Hassan Nasrallah Sudah Setujui Gencatan Senjata, Tapi Kemudian Israel Membunuhnya

Hassan Nasrallah sempat setujui gencatan senjata beberapa hari sebelum gugur dibunuh.

AP Photo/Mohammed Zaatari
Warga Lebanon dan Palestina memegang potret pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah, dalam unjuk rasa di kota pelabuhan selatan Sidon, Lebanon, Sabtu, 28 September 2024.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib mengungkapkan bahwa, almarhum pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah sempat menyetujui gencatan senjata sementara dengan Israel beberapa hari sebelum gugur di Beirut. Namun, Israel kemudian malah membunuh Nasrallah lewat serangan bom di wilayah pinggiran Beirut pada Jumat (27/9/2024).

Baca Juga


"Dia (Nasrallah) setuju, dia setuju ... Kami sepenuhnya sepakat. Lebanon menyetujui gencatan senjata dengan berkonsultasi dengan Hizbullah. Ketua Parlemen (Lebanon) Nabih Berri berkonsultasi dengan Hizbullah dan kami memberi tahu pihak Amerika dan Prancis tentang apa yang terjadi. Mereka mengatakan kepada kami bahwa (Perdana Menteri Israel Benjamin) Netanyahu juga menyetujui pernyataan yang dikeluarkan kedua presiden (Biden dan Macron)," kata Habib kepada CNN.

Menteri Bou Habib juga menyatakan bahwa semua pihak yang terlibat menyetujui usulan yang diajukan oleh kedua presiden tersebut. Bou Habib menambahkan bahwa Lebanon mengandalkan bantuan Amerika Serikat sebab mereka berperan "sangat penting" dalam situasi ini dan Beirut tampaknya tidak memiliki opsi lain.

Namun, alih-alih merealisasikan gencatan senjata yang sudah disepakati, Israel membunuh Hassan Nasrallah lewat serangan udara pada 27 September 2024. Berdasarkan laporan New York Times, mengutip dua pejabat militer Israel, pesawat tempur Israel menjatuhkan lebih dari 80 bom dalam hitungan menit di Lebanon dalam operasi pembunuhan Hassan Nasrallah.

Dalam sebuah video yang dirilis oleh tentara Israel yang menunjukkan pesawat tempur lepas landas untuk menyerang Lebanon pada hari pembunuhan Nasrallah, surat kabar tersebut menghitung sedikitnya lima belas bom penghancur bunker BLU-109 seberat 2.000 pon. Berdasarkan temuan surat kabar tersebut, serangan yang terjadi di pinggiran selatan Beirut itu menghancurkan sedikitnya empat gedung apartemen setinggi tujuh lantai.

 

 


 

Israel hingga kini masih terus melancarkan serangan baik lewat udara dan darat ke wilayah Lebanon selatan. Pada Rabu malam, psawat tempur Israel menghantam sebuah bangunan tempat tinggal warga di distrik Bachoura di Beirut pusat yang berada di dekat gedung parlemen Lebanon, kata seorang saksi mata kepada Sputnik.

"Ledakannya sangat kuat, terjadi di jalan sebelah dari saya berada, di Bachoura. Ini hanya lima menit berjalan kaki ke parlemen. Rudal langsung menghantam bangunan tersebut," kata seorang saksi mata.

Pada Rabu malam, angkatan bersenjata Israel (IDF) mengklaim mereka telah melakukan "serangan presisi" di Beirut. Sebanyak lima orang tewas akibat serangan itu, sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita AFP yang mengutip Kementerian Kesehatan Lebanon.

Sebelumnya, tentara Israel melancarkan serangan udara di tiga daerah permukiman di Beirut selatan pada Senin (30/9/2024) malam, hanya beberapa menit setelah Israel mengeluarkan perintah evakuasi darurat di wilayah ibu kota Lebanon itu. Juru bicara militer Israel Avichay Adraee sebelum serangan tersebut melalui platform X telah mengeluarkan peringatan kepada penduduk agar mereka segera meninggalkan daerah pinggiran selatan di Beirut.

Di platform itu, Adraee juga mengunggah peta yang menunjukkan bangunan-bangunan yang perlu ditinggalkan oleh para warga serta dijauhi oleh penduduk di sekitar bangunan tersebut.

“Demi keselamatan Anda dan keluarga Anda, Anda harus segera mengosongkan bangunan dan menjauh setidaknya 500 meter,” kata Adraee.

Perintah evakuasi diterapkan pada daerah permukiman Laylaki, Haret Hreik dan Burj al-Barajneh. Adraee mengklaim bangunan-bangunan tersebut dekat dengan fasilitas dan lokasi yang berafiliasi dengan Hizbullah.

Daftar Panjang Pembunuhan Politik Israel - (Republika)

Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati menegaskan bahwa konflik antara Israel dan Lebanon harus diselesaikan melalui diplomasi. Karena, menurutnya, perang terbuka hanya akan merugikan semua pihak.

"Kami tengah mengupayakan solusi diplomatik yang akan menguntungkan (semua pihak)," kata Mikati dalam diskusi daring lembaga American Task Force on Lebanon, Rabu.

Namun, Mikati menyebut bahwa solusi diplomatik untuk meredakan konflik dengan Lebanon harus mencakup implementasi Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701 yang disepakati pada 2006 demi mengakhiri perang di Lebanon kala itu.

"Resolusi DK PBB harus diterapkan dan dihormati semua pihak, dan sebagai pihak Lebanon, kami sepakat untuk mematuhinya," ucap dia.

Mikati pun menyoroti keengganan Israel menerima gencatan senjata 21 hari yang sempat diusulkan. Penolakan Israel sebagai cerminan bahwa rezim Zionis menginginkan perang berkecamuk di Lebanon.

"Kenapa Israel tak menerima gencatan senjata hari ini? Jawabannya adalah karena mereka ingin perang," kata PM Lebanon.

Menurut Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, rumah sakit di Lebanon dilaporkan "kewalahan" dengan lonjakan pasien yang mengalami luka-luka di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hizbullah.

"Jumlah korban tewas di Lebanon terus meningkat, dan rumah sakit kewalahan dengan banyaknya pasien yang terluka. Sistem kesehatan telah melemah akibat krisis berturut-turut dan kini berjuang untuk memenuhi kebutuhan yang sangat besar," tulis Tedros di platform X.

Tedros menyatakan telah bertemu dengan para duta besar Liga Arab di Jenewa untuk membahas tentang situasi kesehatan di Lebanon dan kawasan tersebut. Ia menambahkan, mereka sepakat bahwa pasien, tenaga kesehatan, dan warga sipil, termasuk para pengungsi, "harus dilindungi dan diberikan layanan kesehatan yang mereka butuhkan."

WHO telah bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Lebanon untuk memastikan rumah sakit memiliki cukup pasokan medis dan tenaga kesehatan terlatih untuk menghadapi kejadian korban massal, lanjutnya.

"Tetapi bantuan lebih banyak masih dibutuhkan, dan kami sedang meningkatkan respons kami. Namun, apa yang paling dibutuhkan oleh rakyat Lebanon, Gaza, Israel, dan seluruh Timur Tengah adalah perdamaian," kata Sekretaris Jenderal WHO tersebut.

"Kekerasan harus diakhiri untuk mencegah lebih banyak kerugian dan penderitaan. Setiap eskalasi konflik lebih lanjut akan memiliki konsekuensi yang sangat buruk bagi kawasan. Obat terbaik adalah perdamaian," tambahnya.

In Picture: Ribuan Warga Lebanon Mengungsi, Lalu Lintas Macet Parah

 

sumber : Antara, Sputnik-OANA, Anadolu
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler