UNIFIL Tolak Mundur, TNI Bakal Hadapi IDF di Lebanon?

Lebih dari seribu pasukan TNI saat ini bertugas menjaga perdamaian di Lebanon.

EPA-EFE/WAEL HAMZEH
Tentara misi penjaga perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL) berjaga selama demonstrasi anti-Israel di jalur perbatasan dengan Israel di kawasan Kfar Chouba, Lebanon Selatan, 09 Juni 2023.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT –  Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon (UNIFIL), menolak permintaan pasukan penjajahan Israel (IDF) untuk memindahkan pasukan yang ditempatkan di dekat perbatasan Lebanon. Saat ini, ada lebih dari seribu pasukan TNI dalam Satuan Tugas Kontingen Garuda (Satgas TNI Konga) bergabung dengan pasukan perdamaian PBB tersebut.

Baca Juga


Perkembangan ini terjadi di tengah bentrokan sengit antara pasukan Israel dan militan Hizbullah, dengan pertempuran besar terjadi hanya 2 kilometer dari pos pengamatan pasukan penjaga perdamaian Irlandia, yang dikenal sebagai Pos 6-52, yang terletak di sepanjang Garis Biru yang memisahkan Lebanon dari Israel. 

Meskipun ada bahaya, UNIFIL dan pemerintah Irlandia telah menegaskan bahwa keputusan mengenai pengerahan pasukan sepenuhnya berada di tangan PBB, dan menolak permintaan Israel. Presiden Irlandia dengan tajam mengkritik tuntutan Israel agar pasukan penjaga perdamaian PBB meninggalkan posisi mereka di Lebanon selatan.

“Sangat keterlaluan bahwa Pasukan Pertahanan Israel telah mengancam pasukan penjaga perdamaian ini dan berusaha agar mereka mengevakuasi desa-desa yang mereka pertahankan,” kata Presiden Michael Higgins dalam sebuah pernyataan. “Memang benar, Israel menuntut agar seluruh UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon) yang beroperasi di bawah mandat PBB untuk pergi.”

Relief Web melansir, Irlandia menyumbang 347 dari 10.000 tentara yang bertugas di pasukan UNIFIL, yang bertugas menjaga perdamaian di selatan Lebanon. Higgins menyebut tuntutan tersebut sebagai “penghinaan terhadap institusi global yang paling penting.”

Permintaan untuk menarik pasukan penjaga perdamaian PBB pada saat yang kritis ini tidak hanya menimbulkan pertanyaan mengenai keselamatan mereka yang berada di lapangan tetapi juga mengenai implikasi yang lebih luas terhadap pemeliharaan perdamaian internasional. Action on Armed Violence (AOAV) mengungkapkan keprihatinan mendalam atas kerentanan misi penjaga perdamaian, khususnya di wilayah yang bergejolak seperti Lebanon selatan.

Dr. Iain Overton, Direktur Eksekutif AOAV, menyatakan, “Permintaan Israel untuk memecat pasukan penjaga perdamaian PBB berisiko merusak kerangka kerja pemeliharaan perdamaian internasional. Pasukan ini ditempatkan di sana untuk mencegah konflik yang lebih besar dan menjaga perdamaian yang rapuh. Penarikan mereka, bahkan ketika menghadapi bahaya besar, dapat menyebabkan kekosongan kekuasaan, yang semakin menambah keberanian kekuatan militan dan meningkatkan kekerasan.”

Sejumlah anggota TNI Angkatan Darat mengikuti upacara pemberangkatan menuju Lebanon di Dermaga Pelabuhan Sukarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/12/2019). - (ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO)

Misi UNIFIL di Lebanon dirancang untuk memantau penghentian permusuhan antara Hizbullah dan Israel dan melaporkan pelanggaran perbatasan Garis Biru. Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk operasi perdamaian, Jean-Pierre Lacroix, memastikan pada Kamis (3/10/2024) )bahwa pasukan penjaga perdamaian di Lebanon akan melanjutkan misinya.

"Pasukan penjaga perdamaian UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon) merasa berkewajiban untuk melanjutkan," ujar Lacroix kepada wartawan selama konferensi pers di markas besar PBB di New York.

Lacroix mengungkapkan bahwa ada 10.058 pasukan penjaga perdamaian di Lebanon, yang merasa berkewajiban menjalankan mandat yang diberikan kepada mereka oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Pasukan, ujarnya, juga merasa berkewajiban menjaga penduduk Lebanon selatan. Meskipun banyak menghadapi tantangan, kata Lacroix, misi menjaga perdamaian akan terus dilanjutkan dan memastikan bahwa “rencana darurat sudah siap dan selalu diperbarui”.

"Tentu saja, kami sudah menyiapkan beberapa skenario kedua kalau situasi memburuk, sampai ke skenario terburuk yang mungkin terjadi, yang diharapkan tidak sampai pada evakuasi sebagian dan total," imbuhnya.

Dia menekankan bahwa akibat pertempuran yang sedang terjadi, sangat sulit untuk menilai dengan pasti bagaimana keadaan akan berkembang. Mengenai tujuan UNIFIL untuk melindungi warga sipil di Lebanon, Lacroix mengatakan "pasukan penjaga perdamaian akan melakukan segala daya mereka untuk melindungi penduduk", tanpa memberikan keterangan lebih lanjut.

 

Pasukan TNI

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI melaporkan bahwa terdapat 1.232 personel TNI yang bertugas di Lebanon, saat Ibu Kota Beirut dihantam serangan udara oleh Israel pada Selasa (30/7/2024). Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kemlu RI, Judha Nugraha mengatakan bahwa ribuan personel TNI tersebut tengah mengemban misi perdamaian UNIFIL.

Pasukan penjaga perdamaian PBB dari Indonesia melemparkan senapan mereka ke udara dalam upacara untuk menandai penyerahan wewenang antara pemimpin yang akan keluar dan kepala misi yang baru diangkat di markas besar UNIFIL di kota Naqoura, Lebanon selatan, Lebanon, Senin, 28 Februari 2022 . - (AP/Mohammed Zaatari)

Pekan lalu, Kepala Pusat Penerangan atau Kapuspen TNI Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan bahwa, prajurit TNI yang bertugas di Lebanon bertekad akan tetap bertugas menjaga perdamaian. “Yakinlah penugasan di sana sampai sekarang masih dilaksanakan," ucap Hariyanto di Lapangan Silang Monas, Jakarta pada Kamis pekan lalu.

Dia menyatakan, belum ada prajurit TNI di Lebanon yang terluka akibat konflik. "Sampai sekarang aman, tidak terluka," katanya. Ia menyatakan, penarikan pasukan TNI dari Lebanon harus mendapat izin dari Kementerian Luar Negeri dan pemimpin Pasukan Perdamaian PBB atau UNIFIL di Lebanon.

Tim Pengawasan Pelaksanaan Operasi (Waslakops) yang dipimpin oleh Paban VII/BMN Staf Logistik TNI, Kolonel Tek Budhi Arifa Chaniago pada Agustus lalu telah meninjau kesiapan operasional Satuan Tugas TNI Kontingen Garuda (Satgas TNI Konga) UNIFIL di berbagai lokasi misi di bawah komando Markas UNIFIL, Naqoura, Lebanon.

Peninjauan ini bertujuan untuk memastikan bahwa Satgas TNI Konga UNIFIL berada dalam kondisi siap untuk menjalankan tugas mereka sesuai dengan mandat Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selama peninjauan di lokasi misi seperti UNP 7-1, UNP 7-3, UNP 9-63, dan UNP 9-2.

Dalam keterangan tertulisnya pada Senin (19/8/2024), Kolonel Budhi menyampaikan bahwa tim Waslakops juga memberikan rekomendasi terkait peremajaan dan pengelolaan materiil, khususnya untuk menghadapi skenario kontinjensi yang mungkin terjadi. "Peremajaan dan penggantian peralatan menjadi prioritas utama untuk memastikan efektivitas kesiapan operasional Satgas TNI dalam menjalankan tugas mereka sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB," ujar Budhi Arifa Chaniago. 

Kolonel Budhi mengakui, sejak tahun 2005, TNI telah aktif terlibat dalam misi UNIFIL di Lebanon. Namun, seiring berjalannya waktu, kendaraan tempur, kendaraan taktis, dan persenjataan, telah mengalami penurunan kinerja. “Oleh karena itu, peremajaan peralatan menjadi langkah penting dalam mempertahankan kesiapan operasional Satgas di lapangan.”

TNI pernah adang tank Merkava milik IDF... baca halaman selanjutnya

Pada 2020 lalu, pasukan TNI di Lebanon pernah berhadapan langsung dengan IDF. Saat itu, mereka dengan berani mengadang tank Merkava milik IDF dari memasuki wilayah Lebanon.

Komandan Pusat Misi Pasukan Perdamaian (PMPP) saat itu, TNI Mayjen Victor Hasudungan Simatupang membenarkan informasi bahwa prajuritnya yang dikirim untuk misi perdamaian di Lebanon mengadang tank Merkava milik militer Israel di daerah Blue Line yang merupakan wilayah netral kedua negara.

"Pada 2 Juni 2020, pasukan kita yang di Lebanon, tentara Garuda kita yang di Lebanon di daerah 'Blue Line' sana menghadang pertikaian antara tentara Lebanon dan tentara Israel," kata Victor kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/6/2020).

Aksi prajurit TNI di bawah bendera PBB itu terekam dalam video yang disiarkan Lebanese Army dengan durasi satu menit, memperlihatkan sejumlah prajurit TNI dengan tenang mengadang tank Merkava yang menerobos pagar pembatas kedua negara, yang terletak di wilayah Adisa, bagian selatan Lebanon.

Victor menjelaskan, Indonesia menempatkan satu kompi TNI yang bertugas sebagai pasukan perdamaian di Blue Line Lebanon-Israel untuk menjaga perbatasan kedua negara.

"Jadi dulu ada perjanjian yang dibuat oleh PBB namanya Blue Line. Itu perbatasan antara negara Israel dan Lebanon. Pasukan kita satu kompi di sana disiapkan di sana untuk menjaga perbatasan itu. Jadi sehari-hari mereka ada di sana," kata abituren Akedemi Militer (Akmil) 1986 ini.

Menurut dia, kawasan Blue Line Lebanon-Israel memiliki panjang sekitar 400 kilometer yang dijaga pasukan perdamaian PBB dari berbagai negara, termasuk Indonesia. "Jadi, itu dibagi-bagi. Ada yang dari Spanyol, negara lain juga, untuk mengamankan Blue Line itu," kata Victor.

Tentara Israel dari Korps Lapis Baja di tank Merkava mereka, terlihat di sebuah tempat berkumpul di Dataran Tinggi Golan, 28 Juli 2020. - (EPA-EFE/ATEF SAFADI)

Sebelumnya, akun Instagram militer Lebanon; @lebanese.army_, mengunggah pasukan TNI yang ditandai seragam dan atribut warna merah putih di lengan mereka mencoba menengahi tank Merkava yang dikendalikan prajurit Israel sedang berhadapan dengan prajurit Lebanon yang membawa RPG atau granat berpeluncur roket.

Berkat lobi dan gerakan prajurit TNI yang terus berupaya agar kedua belah pihak bisa saling menahan diri, akhirnya tank Israel ditarik mundur, dan prajurit Lebanon juga kembali ke wilayah negaranya. Prajurit TNI tersebut tergabung dalam Kontingen Garuda XXIII-M untuk United Nations Interim Forces in Lebanon (UNIFIL), peperangan kedua negara tidak terjadi.

Pada 2021, sejumlah prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Indobatt XXIII-O/UNIFIL kembali mengadang laju tiga tank Merkava milik IDF. Peristiwa itu terjadi Temporary Point (TP) area 35 dan TP area 36, Lebanon Selatan, Rabu (10/3/2021), Komandan Satgas XXIII-O/UNIFIL kala itu, Kolonel Inf Amril Haris Isya Siregar menjelaskan, pengadangan dilakukan ketika personelnya tengah menjalankan patroli rutin untuk meredam ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel.

Evakuasi WNI di Lebanon... baca halaman selanjutnya

Kementerian Luar Negeri RI sejauh ini memastikan bahwa 65 WNI di Lebanon berhasil dievakuasi dalam beberapa gelombang keberangkatan hingga Oktober 2024 menyusul situasi keamanan yang memburuk di negara tersebut akibat ketegangan kawasan Timur Tengah.

Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha mengatakan sebanyak 25 WNI yang berangkat di tiga gelombang pertama pada Agustus 2024 telah selamat tiba di Indonesia, sementara 40 WNI lain yang dievakuasi dalam dua gelombang bulan ini sudah dipastikan keluar dari Lebanon.

“Saat ini, 20 WNI (dalam gelombang evakuasi ke-4) sudah tiba dengan selamat di Amman ... gelombang ke-5 yang terdiri dari 20 WNI serta satu warga Lebanon ... selamat tiba di Damaskus dan sedang menuju Amman,” kata Judha dalam pengarahan pers di Jakarta, Jumat.

Kemlu RI memutuskan menggunakan jalur darat ke Amman, Yordania melalui Damaskus, Suriah, untuk dua gelombang evakuasi pada Oktober demi mencari titik yang lebih aman bagi WNI untuk penerbangan pulang ke Indonesia.

Setelah 65 WNI tersebut dievakuasi, Judha menjelaskan bahwa saat ini masih terdapat 116 WNI di Lebanon, yang sebagian besar berada di Beirut dengan jumlah 83 orang. Namun, masih ada 4 WNI yang bertahan di Lebanon Selatan atas keinginan sendiri meski kondisi di daerah tersebut semakin berbahaya.

Kemlu RI dan KBRI Beirut pun semakin mengintensifkan komunikasi dengan simpul-simpul WNI yang masih bertahan di Lebanon untuk meminta mereka segera ikut evakuasi ke Tanah Air demi keselamatan sendiri, kata Judha.


Dia pun mengatakan pihaknya telah melakukan dua kali pertemuan virtual dengan WNI di Lebanon, termasuk pertemuan terakhir yang digelar pada 29 September.

“Saat itu, kami menyampaikan perkiraan keadaan ke depan, dan kami sampaikan bahwa inilah waktunya bagi kita untuk meninggalkan Lebanon. Kami menyampaikan kepada WNI supaya mereka mau dievakuasi,” ujar dia.

Setelah komunikasi tersebut, jumlah WNI yang bersedia ikut evakuasi meningkat dari yang sebelumnya hanya 6 orang menjadi 40 orang. "Merekalah yang kemudian dievakuasi Oktober ini," ucap Judha.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler