Jenderal Iran Mengolok-olok Antirudal THAAD AS: Tetap tak akan Bisa Buat Israel Aman
Hossein Salami mengingatkan Israel tak bergantung kepada sistem antirudal THAAD AS.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Komandan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) Mayor Jenderal Hossein Salami mengolok-olok pengiriman sistem antirudal THAAD oleh AS ke Israel. Ia mengingatkan bahwa Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) tetap tidak akan bisa membuat Israel aman.
Pernyataan Salami itu diucapkannya pada Kamis (17/10/2024), saat menghadiri pemakaman Jenderal Abbas Nilforoushan, yang tewas terbunuh di Beirut oleh Israel. "Jangan bergantung pada THAAD, anda tidak bisa melakukan pembantaian dan tetap merasa aman. Kami tahu kelemahan anda," ujar Salami dikutip Mehr News.
Salami juga mengingatkan Israel akan merasakan respons yang menyakitkan jika berani menyerang Iran. "Jika anda membuat satu kesalahan dan menyerang kami, apakah itu di sekitar kawasan atau di dalam Iran, kami akan menyerang balik anda dengan menyakitkan," kata Salami.
Diketahui, Amerika Serikat pada Ahad (13/10/2024), mengirimkan sistem antirudal THAAD beserta prajurit untuk mengoperasikannya di Israel. Bantuan pasokan THAAD itu menyusul rencana Tel Aviv melancarkan serangan Iran sebagai respons atas serangan misil balistik Iran ke Israel pada 1 Oktober lalu.
Laporan beberapa media menyebutkan bahwa, kedatangan THAAD dan prajurit AS setelah sistem pertahanan udara Israel seperti Iron Dome, Arrow dan David's Sling gagal mencegah hujan misil balistik Iran pada 1 Oktober. Menurut pejabat Iran, 90 persen dari 180 misil balistik yang dikirim Teheran berhasil menghantam target-target di daratan Israel.
Untuk menyelamatkan muka rezim Benjamin Netanyahu, Israel kini merasa harus membalas serangan Iran namun mengkhawatirkan respons balik Iran yang berjanji akan menyerang lebih keras dan mematikan jika Tel Aviv membuat kecerobohan. Atas dasar itulah, AS membantu Israel dengan memasok THAAD sebagai langkah antisipatif.
Menurut analis militer yang dikutip oleh Press TV pada Ahad (14/10/2024), THAAD memang bisa menghadirkan solusi pertahanan udara yang lebih mumpuni daripada rezim sistem intersep roket atau rudal balistik yang dimiliki Israel saat ini. Sama krusialnya dengan THAAD, radar X-Band AN/TPY-2 yang sudah lebih dulu dimiliki Israel pun sudah digunakan saat serangan Operasi Janji Setia II pada 1 Oktober lalu.
Namun awal pekan ini, lembaga penyiaran Iran, IRIB merilis potongan video bagaimana radar X-Band itu berhasil dihantam oleh salah satu rudal balistik Iran yang berhasil menembus langit Tel Aviv yang kemudian disusul sekumpulan misil yang jatuh di fasilitas militer Israel. Betapa akuratnya misil-misil balistik Iran saat Operasi Janji Setia II itulah yang kini membuat Israel makin terancam hingga AS harus memasok THAAD.
Pada 1 Oktober lalu, misil balistik Kheibar Shekan-1 dan Kheibar Shekan-2 dengan mudahnya berpenetrasi di ruang udara Israel dan berhasil menghindari intersep sistem pertahanan udara khususnya Arrow-3 dan David's Sling. Kheibar Shekan-1 mampu menghindari intersep Israel dengan cara melesat rendah di bawah kurva orbit sistem Arrow-3, dan bahkan mampu bermanuver menghindari David's Sling.
Namun, THAAD yang dipasok AS untuk Israel saat ini, diyakini dapat mengintersep serangan misil yang terbang rendah lantaran THAAD didesain memiliki mesin penggerak canggih yang bisa beroperasi di atmosfer yang lebih rendah. Bagi sebagian ahli militer, spesifikasi operasi THAAD efektif untuk mengintersep Kheibar Shekan-1.
Namun, rumus hitungannya menjadi berubah jika THAAD berhadapan dengan Kheibar Shekan-2, yang memiliki jangkauan lebih jauh hingga 1.800 kilometer, dibandingkan jarak tempuh 1.450 kilometer dari Kheibar Shekan-1. Mesin peluncur Kheibar Shekan-2 yang lebih bersifat aerodinamis membuatnya bisa terbang lebih rendah lagi terutama di ketinggian di bawah 35 kilometer.
Kemampuan melesat rendah itu diyakini analis militer membuat Kheibar Shekan-2 akan dengan mudah mem-bypass THAAD. Meski canggih, mahalnya sistem THAAD pun membuat stok bantuan AS untuk Israel menjadi terbatas dan tidak sebanding dengan volume dan ukuran misil-misil balistik yang dimiliki Iran saat ini.
Pejabat Amerika Serikat mengantisipasi bahwa Israel kemungkinan akan melakukan serangan balasan terhadap Iran sebelum pemilihan presiden AS pada 5 November, lapor CNN pada Rabu (16/10/2024). Sumber yang berbicara dengan syarat anonim itu mengatakan kepada CNN bahwa rencana serangan balasan terhadap Iran telah menjadi subyek perdebatan internal yang intens dan waktunya tidak terkait langsung dengan pemilihan presiden.
Meskipun ada perdebatan internal di Israel mengenai waktu penyerangan, beberapa sumber mencatat bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyadari bahwa serangan balik terhadap Iran dapat berdampak signifikan pada pemilihan presiden AS. Hal tersebut mempersulit upaya diplomatik antara Israel dan AS selama beberapa bulan terakhir.
Para pejabat pemerintahan Biden masih bungkam mengenai waktu dan target serangan Israel yang diantisipasi itu terhadap Iran, setelah Iran meluncurkan serangan misil pada 1 Oktober, sebagai balasan atas tindakan Israel yang membunuh pemimpin Hamas di Teheran pada akhir Juli dan pembunuhan anggota Hizbullah dan militer Iran di Beirut pada akhir September.
Menurut CNN, dalam percakapan telepon pekan lalu, Netanyahu meyakinkan Biden bahwa Israel tidak akan menargetkan fasilitas nuklir serta minyak Iran saat melakukan serangan balasan. Keputusan itu melegakan Gedung Putih. Sebelumnya, Biden meminta Israel tidak menyerang fasilitas tersebut.
Perseteruan antara Israel dan Iran semakin memburuk setelah Israel melakukan serangan di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 42 ribu orang, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, menyusul serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan hampir 1.200 orang.
Konflik tersebut juga menyebar ke Lebanon dengan Israel melancarkan serangan mematikan di seluruh negara itu, yang telah menewaskan lebih dari 1.500 orang dan melukai lebih dari 4.500 orang sejak 23 September.