Mengapa Rasulullah SAW Ibaratkan Umat Islam Seperti Air Hujan?

Rasulullah SAW mengibaratkan umat Islam seperti hujan

ist
Hujan (ilustrasi). Rasulullah SAW mengibaratkan umat Islam seperti hujan
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Umat Islam adalah umat yang kebaikannya tak akan terputus selamanya. Baginya kontinuitas kebaikan. 

Generasi paling baik dari semua umat adalah para sahabat karena kelebihan-kelebihan mereka miliki yang tidak dimiliki umat sekarang.

Generasi sahabat melihat dan beriman langsung kepada Rasulullah SAW Mereka lebih baik daripada umat-umat lain yang beriman kepada Rasulullah SAW, tetapi tidak melihat beliau.

Sebut saja misalnya, para sahabat tersebut berperang bersama beliau, mendukungnya, membelanya dengan jiwa dan harta, serta berhijrah bersamanya, kemudian merekalah orang-orang yang menerima Alquran, menerima Sunnah, menerima agama ini dari Rasulullah SAW lantas mewariskannya kepada para penggantinya dengan penuh keimanan dan keikhlasan.

Selain kebaikan yang menjadi ciri khas abad Sahabat ini, Nabi SAW bersabda bahwa kebaikan dalam umat ini akan terus berlanjut hingga Hari Kiamat.

فعن أنس رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: ( مثل أمتي مثل المطر لا يدرى أوله خير أم آخره ؟ ) رواه الترمذي

Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah SAW bersabda, “Perumpamaan umatku adalah seperti hujan, tidak diketahui apakah yang pertama turun lebih baik atau yang terakhir turun.” (HR Tirmidzi).

Dalam hadits ini, Nabi SAW mengumpamakan kebaikan umatnya seperti kebaikan hujan yang menyirami tanaman.

Para ulama klasik dan kini berbeda pendapat tentang makna perumpamaan ini, yang tampaknya menunjukkan adanya keraguan antara yang pertama dan yang kedua.

Ibnu Abdul Barr berkata menjelaskan, bukan berarti bahwa dalam umat akhir zaman ini tidak ada yang kedudukan mereka bisa melebihi sahabat. Pendapat lain menyebut, bukan berarti juga maknanya adalah keraguan dalam mengutamakan abad pertama dengan yang lain.

Sebab, abad pertama lebih diutamakan atas seluruh abad tanpa ada perbedaan di antara ulama, kemudian generasi selanjutnya (tabiin), dan berikutnya lagi (tabi’tabiin).

Penjelasan terkait permisalan mereka dengan ujan, karena hujan menumbuhkan tanaman pada awalnya lalu mengembangkannya pada tahap kedua. Dan tidak tahu manfaatnya pada awal lebih banyak atau yang keedua.

Dampak Fatal Serangan Rudal Iran ke Israel Terbongkar, Total Kerugiannya Fantastis

http://republika.co.id/berita//slat4t320/dampak-fatal-serangan-rudal-iran-ke-israel-terbongkar-total-kerugiannya-fantastis

Demikianlah syariat Islam berlaku. Abad pertama meletakkan fondasi syariat, abad kedua menjaga, mengelola, dan mempraktekkan prinsipnya sampai kiamat.

Maka tidak bisa diketahui manfaat abad pertama yang meletakkan prinsip syariah lebih banyak atau justru yang kedua yang menjaga dan mengamalkannya. Tetapi sebenarnya, kebaikan itu ada dalam kedua abad sebab prinsip kemanfaatan ada dalam keduanya, yaitu kontinuitas praktiknya sesuai dengan syariat.

Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa akan ada seseorang di akhir zaman yang dekat dengan awal zaman, sehingga sebagian orang bingung mana yang lebih baik, sebagaimana sebagian orang bingung dengan dua ujung pakaian, meskipun mereka yakin bahwa salah satunya lebih baik dari yang lain, oleh karena itu dia berkata, “Saya tidak tahu.

Intinya, hadits ini membawa kabar gembira bagi orang-orang beriman bahwa kebaikan akan tetap ada di umat ini selama langit dan bumi masih ada, dan bahwa seorang Muslim harus berusaha membawa kebaikan ini dan menyebarkannya di tengah-tengah masyarakatnya, sehingga masyarakat dapat mengambil manfaat darinya sebagaimana bumi mengambil manfaat dari air hujan.

Jika Benar-benar Berdiri, Ini Negara 'Islam' Pertama yang Halalkan Alkohol dan Bela Israel

Baca Juga


http://republika.co.id/berita//slab7y320/jika-benar-benar-berdiri-ini-negara-islam-pertama-yang-halalkan-alkohol-dan-bela-israel

Sementara itu, sebagian dari gambaran keselamatan yang digariskan Rasulullah SAW untuk menjelaskan makna kemanusiaan yang dituntut dalam keteladanan dan lainnya, adalah hadits yang diriwayatkan Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW senantiasa melewati harinya, dalam kondisi hati dan jiwa yang baik.

Dikutip dari Masrawy, Ahad (13/10/2024), Dekan Fakultas Dakwah Islam Al-Azhar Kairo Mesir, Syekh Muhammad Abd Ad-Daim al-Jundi, menerangkan Rasulullah SAW sangat memperhatikan umatnya, selalu merasakan dan peduli kepada mereka.

Dia menjelaskan bahwa ini adalah makna kemanusiaan, di mana orang beriman tidak hidup dalam keadaan tertahan, tetapi selalu hidup dalam kesederhanaan dengan baginda Rasulullah SAW.

Dia mencontohkan bahwa Aisyah radhiyallahu 'anha meminta Rasulullah SAW untuk mendoakannya, dengan berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW dalam keadaan tenang.” Kemudian Aisyah memohon kepada beliau untuk mendoakannya, dan beliau bersabda, “Ya Allah, ampunilah Aisyah dari dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang sekarang, dan dari apa yang disembunyikan dan yang telah dia nyatakan.”

Aisyah mengisahkan bahwa kegembiraannya begitu besar sehingga kepalanya jatuh ke pangkuan Nabi, dan Nabi bertanya kepadanya: “Apakah kamu senang aku mendoakanmu?” Dia menjawab: “Mengapa tidak, ya Rasulullah?” Nabi bersabda, “Demi Allah, ini adalah doaku untuk umatku di setiap shalatku, bahwa Allah akan mengampuni umat ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler