Ini Alasan Mantan Wakil Ketua Komisi Pendidikan DPR Dede Yusuf Setuju PPDB Zonasi Dihapus

Sebelumnya, Mendikdasmen Abdul Mu'ti berencana mengkaji penerapan PPDB zonasi.

Wihdan Hidayat / Republika
Petugas melayani pengaduan penerimaan peserta didik baru (PPDB) online orang tua wali di Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Rabu (15/6/2022).Total kursi yang disiapkan untuk jenjang SMP negeri pada PPDB tahun ajaran 2022/2023 tercatat sebanyak 3.466 siswa di 16 SMP negeri dengan berbagai jalur pendaftaran dimulai dari bibit unggul dengan kuota 10 persen, zonasi wilayah 15 persen, zonasi mutu 44 persen, prestasi luar daerah 10 persen, afirmasi untuk penduduk miskin 11 persen, afirmasi untuk penyandang disabilitas lima persen, dan perpindahan orang tua atau kemaslahatan guru lima persen.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mendorong agar sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi dihapuskan. Dede meyakini sistem tersebut malah menghadirkan masalah baru di sektor pendidikan.

Baca Juga


"Saya setuju (PPDB dihapuskan) karena sistem zonasi selama 8 tahun terakhir menyisakan banyak masalah dan lari jauh dari itikad semula," kata Dede kepada Republika, Rabu (23/10/2024).

Dede mengamati PPDB setiap tahunnya mengalami permasalahan yang terus berulang. Dede lantas menawarkan tiga opsi guna memperbaiki PPDB di era pemerintahan Prabowo-Gibran.

Opsi pertama yakni, membangun sekolah baru. Opsi ini diyakini Dede bakal menyerap anggaran. Tapi solusinya dapat memanfaatkan Transfer Keuangan Daerah (TKD).

“Apabila disisipkan saja mungkin Rp50 triliun tiap tahun, maka dalam 10 tahun itu (Pembangunan sekolah baru) akan selesai. Jadi untuk membangun sekolah-sekolah baru, itu opsi pertama. Tentu membutuhkan waktu, membutuhkan aset dan sebagainya," ujar politisi Partai Demokrat itu.

Kedua, Dede mendorong pemberdayaan sekolah swasta dalam proses PPDB. Dengan demikian, maka output lulusan sekolah bisa tertampung semua ke sekolah jenjang selanjutnya. Dede juga merasa Pemerintah Daerah sebenarnya bisa membantu anggaran sekolah swasta lewat transfer dana ke daerah.

"Ini agar output daripada SD semua tertampung di SMP, output daripada SMP semua tertampung di SMA. Mau itu sekolah negeri, mau itu sekolah swasta. Namun tentu butuh dukungan untuk swasta-swasta, ya gurunya, ya lab-nya, ya sarana-prasarana, ya biaya operasionalnya," ujar Dede.

Opsi ketiga, lanjut Dede, ialah mengubah sistem PPDB secara keseluruhan. Tapi perubahan menyeluruh ini menurut Dede perlu komitmen kuat semua pihak.

"Opsi ketiga, saya pahit-pahit saja, mengubah PPDB. Judulnya nanti mau kembali ke NEM kek, mau kembali ke apa, silakan. Tapi kalau sampai tidak berubah, terlalu. Karena ini bagaimana pun pemerintah ke depan harus punya komitmen yang sama," ujar Dede.

Dede menyebut tiga opsi itu pernah disampaikan kepada Kemendikbud di era Nadiem Makarim. Dede berharap Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti dapat merealisasikannya.

"Ini masukan saya waktu itu, dan Kemdikbud juga setuju. Cuma menterinya ngga berani. Mudah-mudahan (Mendikdasmen) yang sekarang berani," ujar Dede.

Sebelumnya, Mendikdasmen Abdul Mu'ti berencana mengkaji penerapan PPDB zonasi. Mu'ti bakal menyerap masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan.

"Ini juga sesuatu yang harus kita kaji. Karena plus minusnya, banyak kebijakan yang dilaksanakan selalu ada pro dan kontranya. Tapi tentu saja semuanya akan kita lihat secara keseluruhan," kata Mu'ti kepada wartawan seusai sertijab pada Senin (21/10/2024).

Mu'ti menjamin tidak terburu-buru dalam memutuskan arah kebijakan Kemendikdasmen. Mu'ti akan menghimpun masukan dari stakeholders di bidang pendidikan dan masyarakat.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler