Hamas Sebut Pihak yang Paling Bertanggung Jawab Terhadap Kematian Warga Gaza

Hamas kecam aksi jahat Israel di permukiman Beit Lahia, Gaza Palestina.

AP Photo/Majdi Mohammed
Seorang anggota pasukan Israel berjalan di samping kendaraan lapis baja saat operasi militer di kota Jenin, Tepi Barat, Rabu (28/8/2024). Bentrokan dengan militer Israel di Tepi Barat meningkat tajam sejak dimulainya perang Israel-Hamas di Gaza.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kelompok perlawanan Palestina, Hamas pada Sabtu (26/10) mengecam serangan Israel terhadap area permukiman di kota Beit Lahia, Jalur Gaza utara.

Baca Juga


“Kejahatan brutal tentara pendudukan teroris di Beit Lahiya merupakan salah satu bentuk paling mengerikan dari genosida dan pengusiran paksa di zaman modern,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

Hamas menilai kejahatan ini merupakan kelanjutan dari pembantaian yang berlanjut terhadap warga Gaza utara, tanpa ada tindakan dari dunia untuk menghentikannya.

Hamas menuding “Washington dan ibu kota-ibu kota yang bersekongkol bertanggung jawab atas pembantaian dan pemusnahan yang terus terjadi di Gaza utara.”

Serangan udara pada Sabtu malam tersebut menewaskan dan melukai sejumlah warga Palestina, menurut laporan setempat.

Al-Aqsa TV melaporkan bahwa tentara Israel “melakukan pembantaian baru di Beit Lahia, menewaskan dan melukai puluhan warga Palestina,” meskipun jumlah pasti korban tidak disampaikan. Serangan tersebut dilaporkan mengenai lima rumah di dekat bundaran barat kota itu, menghancurkan wilayah yang dihuni oleh banyak warga yang sebelumnya mengungsi.

Selama lebih dari setahun serangan besar-besaran di Gaza, tentara Israel kerap menargetkan rumah sakit, tempat ibadah, dan sekolah yang menampung pengungsi, semua fasilitas sipil yang dilarang diganggu dalam aturan perang.

 

Kantor Media Gaza menyatakan bahwa lebih dari 820 warga Palestina telah tewas dalam 22 hari serangan militer Israel di Gaza utara, yang oleh pejabat di wilayah itu digambarkan sebagai kampanye genosida dan pembersihan etnis.

Mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera, Israel terus menyerang dan menghancurkan Gaza sejak serangan lintas batas Hamas tahun lalu.

Hampir 43.000 orang telah gugur, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 100.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Israel juga menghadapi tuntutan kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza. 

Kutuk aksi Israel Serang Iran

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, mengutuk serangan udara Israel terhadap Iran dan menyebutnya sebagai pelanggaran kedaulatan secara terang-terangan serta tindakan eskalasi yang menargetkan keamanan kawasan dan keselamatan rakyatnya.

“Kami mengutuk keras agresi Zionis terhadap Iran yang menargetkan situs-situs militer di beberapa provinsi,” kata pernyataan Hamas pada Sabtu.

Hamas menegaskan bahwa serangan tersebut melanggar kedaulatan Iran dan memperburuk situasi sehingga membahayakan stabilitas regional dan menganggap Israel bertanggung jawab atas konsekuensi agresi yang didukung Amerika Serikat tersebut.

Kelompok Palestina itu menyatakan solidaritas dengan Iran dalam menghadapi kesombongan dan pelanggaran hukum entitas Zionis.

Setidaknya dua tentara Iran tewas pada Sabtu ketika tentara Israel menargetkan fasilitas militer Iran sebagai respons terhadap serangan rudal balistik skala besar Iran pada 1 Oktober terhadap Israel.

Gedung Putih mengatakan serangan Israel harus mengakhiri baku tembak langsung antara kedua pihak dan memperingatkan Teheran akan konsekuensi jika mereka merespons.

Para pejabat militer Iran sebelumnya telah memperingatkan bahwa setiap serangan dari Israel akan dibalas dengan respon yang lebih keras.

Dorong Abbas Nego Persatukan Palestina

Gerakan Palestina Hamas meminta Rusia untuk mendorong Presiden Palestina Mahmoud Abbas bernegosiasi dengan Hamas mengenai pembentukan pemerintahan persatuan nasional di Palestina.

Wakil kepala biro politik Hamas Musa Abu Marzouk mengungkapkan permintaan itu saat diwawancarai Sputnik menjelang pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan Mahmoud Abbas.

Pada Kamis ini, Putin diagendakan akan mengadakan pertemuan dengan Abbas di sela-sela KTT BRICS di Kazan.

"Kami membahas berbagai isu terkait persatuan nasional Palestina dan pembentukan pemerintahan yang akan memerintah Jalur Gaza setelah perang usai. Kami menjelaskan posisi kami mengenai masalah ini dan peran Federasi Rusia di dalamnya," papar Marzouk.

"Abbas seharusnya akan hadir di Kazan pada Pertemuan BRICS dan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di sana," ujarnya.

"Kami menyatakan keinginan kami agar pihak Rusia berbicara dengan Abbas untuk mendorongnya memulai negosiasi sehingga kami dapat mencapai hasil dalam hal ini," kata Marzouk, menambahkan.

Sebagaimana diwartakan Sputnik sebelumnya, Rusia mendukung pembentukan negara Palestina, kata Presiden Vladimir Putin pada Jumat (18/10).

"Posisi yang kami anut sejak zaman Uni Soviet ... cara utama untuk menyelesaikan masalah Palestina adalah dengan menciptakan negara Palestina yang utuh," kata Putin pada pertemuan dengan para pemimpin media terkemuka dari negara-negara anggota BRICS.

Selama pertemuan tersebut, Putin menyebut Amerika Serikat telah menghancurkan Kuartet di Timur Tengah, yang dibentuk pada 1991.

Kuartet tersebut, yang beranggotakan PBB, Uni Eropa, Rusia, dan AS, bertujuan untuk memediasi proses perdamaian antara Israel dan Palestina.

"Saya pikir kita harus kembali, bahkan mungkin memperluas Kuartet ini, berbicara tentang bagaimana memulihkan wilayah-wilayah ini (Palestina dan Israel), dan bagaimana mengembalikan orang-orang yang meninggalkan wilayah ini," kata Putin.

Bebaskan Sandera Warga Rusia

Gerakan Palestina Hamas siap membebaskan dua sandera berkewarganegaraan Rusia sebagai prioritas, tetapi hanya sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran tahanan dengan Israel, kata wakil kepala biro politik Hamas Musa Abu Marzouk kepada Sputnik.

"Kami membahas topik lainnya. Pihak Rusia sebelumnya meminta untuk membebaskan warga berkewarganegaraan Rusia yang ditahan oleh Hamas," ungkap Marzouk.

Warga Palestina memeriksa sisa-sisa bangunan yang hancur pasca serangan udara Israel di Khan Younis, Jalur Gaza selatan, 25 Oktober 2024. - (EPA-EFE/HAITHAM IMAD)

"Mereka meminta pembebasan empat orang, dua di antaranya adalah warga sipil, kami membebaskan mereka tanpa syarat. Dua sisanya adalah tentara Israel," tambahnya.

Marzouk mengemukakan bahwa sebanyak dua sandera Rusia yang tersisa saat ini berada di Gaza, salah satunya adalah Alexander Trufanov.

"Dia (Trufanov) dijaga Jihad Islam. Dia perwira militer, dia ditangkap saat pertempuran. Dan dia akan ditukar dengan tahanan Palestina yang berada di Israel," kata Marzouk.

Marzouk mencatat bahwa sandera kedua adalah Maxim Kharkin.

"Maxim Kharkin adalah orang Ukraina, pada saat dia ditangkap, dia bukan warga negara Rusia. Keluarganya datang ke Rusia dan memperoleh kewarganegaraan Rusia untuknya sehingga Rusia dapat membantu mereka membebaskannya," kata Marzouk.

"Namun, dia (Kharkin) bukan warga sipil, dia adalah seorang tentara, dia bertugas di militer Israel," lanjutnya.

Hamas akan memberi mereka prioritas dalam pertukaran dengan Israel "sebagai bentuk penghormatan terhadap rekan-rekan Rusia kami," ujar Marzouk.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler