Dukung Regulasi BPOM, IDI Nyatakan Bahaya Paparan BPA Bukan Isu Persaingan Bisnis
"Ketika kita mengatakan BPA bermasalah, memang itulah faktanya," kata Ulul.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) menyatakan bahwa bahaya paparan Bisphenol A (BPA) dalam wadah pembungkus makanan telah menjadi ancaman kesehatan manusia dan bukan sebuah isu persaingan bisnis semata. IDI telah menyatakan akan mendukung regulasi pelabelan bahaya BPA yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Ketika kita mengatakan BPA bermasalah, memang itulah faktanya. Semua negara, bukan hanya Indonesia menyampaikan hal itu,” kata Sekretaris Jenderal PB IDI dr. Ulul Albab, SpOG dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (4/11/2024).
Dalam sebuah acara bincang-bincang yang diadakan di Jakarta, Rabu (30/10/2024), Ulul menyatakan tidak ada pihak yang mengaitkan isu BPA dengan kepentingan bisnis. Permasalahan tersebut tidak boleh disalahartikan seperti halnya isu Covid-19 beberapa waktu lalu.
“Dulu ketika Covid-19 dan banyak yang meninggal, maka isu Covid-19 dibelokkan menjadi isu yang macam-macam. Pemahaman baru yang dianggap mengganggu kestabilan, biasanya memang akan berhadapan dengan upaya-upaya pembelokan seperti itu,” ujarnya.
BPOM, katanya, terkait hal ini sudah lebih dulu membuat regulasi pelabelan peringatan akan bahaya BPA pada galon dengan kemasan polikarbonat, meskipun belum mengeluarkan larangan BPA sepenuhnya. BPOM juga telah mengeluarkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
“Karena sifatnya hormonal distructor maka BPA bisa mempengaruhi segala sesuatu, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan sampai laki-laki dan perempuan bisa mandul atau tidak punya keturunan (infertile),” katanya.
Pakar Polimer dari Universitas Indonesia Prof. Dr. Mochamad Chalid, SSi, MSc.Eng menambahkan, proses distribusi dan bagaimana kemasan polikarbonat diperlakukan sangat memengaruhi proses pencemaran senyawa BPA dari kemasan polikarbonat ke dalam produk air minum.
"Ibaratnya, polimer seperti untaian kalung. Satu mata rantai dari kalung tersebut di antaranya adalah BPA. Pada saat digunakan, akan sangat mungkin tali tersebut ada yang copot, sehingga menimbulkan permasalahan," kata dia.
Ia turut menjelaskan ada banyak faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya peluruhan BPA (leaching) dalam kemasan polikarbonat ke dalam air minum di dalamnya. Misalnya seperti paparan cahaya matahari dalam proses distribusi, suhu tinggi, hingga proses pencucian terus menerus yang tidak tepat, lalu digunakan kembali.