Menag Buka Mudzakarah Perhajian 2024, Bahas Investasi Setoran Awal Haji Haram
Ijtima' Ulama MUI mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal haji.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar membuka secara resmi Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024 di IAI Persis Bandung pada Kamis (7/11/2024) malam. Dalam acara ini, para peserta akan membahas isu-isu krusial terkait fikih haji.
Salah satunya soal hasil Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI yang mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain.
"Isu yang kita akan bahas pada malam ini langsung saja, pertama adalah isu hasil Ijtima Majelis Ulama di Bangka Belitung yang menetapkan manfaat yang kita peroleh setiap tahunnya dari BPKH haram," ujar Prof Nasaruddin dalam sambutannya.
Menurut dia, masalah itu tampak mudah, tetapi jika tidak dibahas secara komprehensif masalah itu akan menimbulkan isu yang hangat di tengah masyarakat. Namun, dia yakin para ulama yang hadir dalam acara Mudzakarah Perhajian ini dapat memecahkan persoalan tersebut.
"Saya ingat kaidah mengatakan bahwa melakukan tindakan untuk rakyat harus didasari untuk kemaslahatan. Jadi pertemuan perjumpaan musyawarah untuk rakyat, untuk umat harus didasari untuk kemaslahatan. Jangan justru sebaliknya," ucap dia.
Kaidah ushul fikih yang dikutip Menag tersebut berbunyi “tasharruful imam ‘alaa ra’iyyah manuthun bil maslahah”. Artinya, tindakan pemimpin terhadap rakyat itu harus didasarkan atas pertimbangan kemaslahatan.
"Kaidah fikih ini mengingatkan kita hasil pertemuan itu harus menghasilkan sesuatu yang meringankan beban masyarakat. Bukan sebaliknya," kata Prof Nasaruddin.
Selain membahas soal hukum investasi setoran awal haji tersebut, Prof Nasaruddin juga berharap peserta Mudzakarah juga membahas banyak hal terkait dengan ibadah haji, seperti masalah murur, tanazul, dan Mina Jadid. Karena, menurut dia, ada yang berpendapat ulama Aswaja bahwa Mina Jadid bukan termasuk Mina Jadid.
"Menurut pendapatnya Ahlussunnah wal Jamaah, Mina Jadid itu sudah bukan Mina. Logikanya kalau kita menempatkan jamaah di situ, berarti apa bedanya kalau kita menempatkan jamaah di luar Padang Arafah? Berarti Fikih Muskilat. Ada, ada masalah di situ," jelas Prof Nasaruddin.
Masalah-masalah fikih haji tersebut akan dibahas para ulama dalam Mudzakarah Perhajian tahun ini. Namun, menurut dia, yang paling mendesak untuk dibahas adalah terkait hukum investasi setoran awal biaya haji oleh BPKH.
"Inilah yang kami akan melakukan pertimbangan para alim ulama kita di tempat ini. Dan yang sangat mendesak saya kira adalah hasil majelis ulama di Bangka Belitung," kata Prof Nasaruddin.
Dia menambahkan, langkah BPKH selama ini sudah sesuai jalur yakni memberikan subsidi agar jamaah tidak merasa berat saat melakukan pelunasan. Ia mencontohkan pada 2024 Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) mencapai Rp 93 juta.
Saat itu, untuk berangkat haji, calon jamaah haji hanya perlu membayar rata-rata Rp 56 juta per orang. Selisih dari angka tersebut diambil dari nilai manfaat yang dikelola BPKH.
"Apa jadinya kalau ternyata nilai manfaat dianggap haram? Jamaah harus membayar utuh, tentu ini dapat memberatkan. Jadi, mari kita melihat ini semua dengan lebih komprehensif," ucap Prof Nasaruddin.