Larangan Memberikan Kesaksian Palsu dalam Islam
Islam melarang kesaksian palsu.
REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH --Kesaksian dari satu orang atau lebih terkait peristiwa pidana yang didengar, dilihat dan dialami sendiri dapat menentutkan nasib orang yang sedang menjalani proses persidangan di pengadilan. Maka dari itu Islam sangat mewanti-wanti kepada manusia agar jangan memberikan kesaksian palsu karena itu merupakan dosa besar.
Diriwayatkan dari Abu Bakar RA bahwa Rasulullah pernah bersabda "Maukah kalian aku beritahu tentang dosa yang paling besar?" Beliau mengulangi pertanyaan tersebut sebanyak tiga kali. Para sahabat menjawab. "Tentunya Ya Rasulullah."
Kemudian Nabi Muhammad bersabda:
"Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua." Kemudian beliau bangkit dan melanjutkan sabdanya "Dan ingatlah jangan kalian memberikan kesaksian palsu."
"Beliau terus membahas tentang kesaksian palsu tersebut sehingga kami melihat beliau tidak ingin berhenti membahasnya," kata para sahabat seperti dikutip dalam Kitab Ringkasan Shahih Bukhari tentang Kitab Kesaksian.
Diriwayatkan dari Abdullah Bin Masud bahwa Rasulullah bersabda "Generasi terbaik adalah umat pada masaku, setelah itu generasi berikutnya, dan generasi berikutnya. Setelah itu, akan muncul generasi yang mendahulukan kesaksian mereka daripada sumpah, dan mendahulukan sumpah daripada kesaksian."
Dasar hukum di dalam Alquran terkait tidak boleh memberikan kesaksian palsu ada di surat al-Hajj Ayat 22 "...Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”
Saleh al-Fauzan dalam Fikih Sehari-hari berpendapat, seorang saksi haruslah menjelaskan apa yang telah ia saksikan dan ketahui. Kesaksian yang benar adalah sebuah kewajiban yang hukumnya fardu kifayah dan hal itu seperti diperintahkan Allah dalah surat Al-Baqarah Ayat 282.
"Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberikan keterangan) apabila mereka dipanggil."
Selain ancaman Allah SWT yang sangat keras terhadap orang yang memberikan keterangan palsu, hukum yang berlaku di masyarakat atau hukum positif juga sangat keras hukumnya. Sesuai Pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seseorang yang memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik lisan maupun tulisan diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.