Siapa Terjerat Pinjol? Survei Ini Ungkap Kategori dari Generasi Hingga Strata Ekonomi

20 juta lebih penduduk Indonesia mengaku pernah meminjam uang melalui pinjol.

Hasil survei Alvara Research Center
Alvara Research Center merilis hasil survei terbaru yang memotret fenomena pinjaman online (pinjol).
Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alvara Research Center merilis hasil survei terbaru yang memotret fenomena judi online dan pinjaman online (pinjol). Terkait pinjol, survei Alvara menemukan bahwa strata sosial ekonomi Bawah menjadi yang tertinggi terpapar pinjol.

Baca Juga


"Milenial yang paling banyak melakukan pinjol dibanding Gen Z dan Gen X," kata Pendiri Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, Jumat (15/11/2024).

Survei nasional yang dilakukan Alvara Research Center terhadap 1.800 responden pada bulan September 2024 menemukan 7,6 persen responden mengaku pernah meminjam uang melalui pinjol. Secara persentase angka tersebut relatif kecil. Tapi bila dikalikan dengan jumlah populasi Indonesia sebanyak 270 juta penduduk, maka jumlahnya cukup besar yakni lebih dari 20 juta orang.

Hasanuddin menjelaskan, berdasarkan generasi, Milenial menempati urutan pertama sebagai generasi terbanyak yang pernah meminjam di pinjol, yakni sebesar 8,5 persen. Sedangkan di tempat kedua ada Gen X dengan angka 7,2 persen. Sedangkan Gen Z dengan 6,8 persen.

Jika dilihat dari kategori strata sosial ekonomi, kelas bawah paling banyak meminjam melalui pinjol, yakni sebesar 7,8 persen. Angka ini selisih tipis dengan kelas menengah, yakni 7,7 persen. Sedangkan kelas atas hanya 5,4 persen.

Berdasarkan jenis kelamin, pria lebih banyak daripada Wanita, yakni masing-masing 8,9 persen dan 6,2 persen. Sedangkan dipotret berdasarkan area, orang perkotaan atau urban lebih banyak daripada perdesaan tau rural. Urban sebanyak 8,7 persen dan rural sebanyak 6 persen.

Terkait judi online, Alvara menemukan bahwa strata sosial ekonomi atas menjadi yang tertinggi terpapar judi online. "Yang paling rawan terkena judi online adalah anak muda, aktif di internet, laki-laki, dan kelas menengah dan atas," kata Hasanuddin.

Survei nasional yang dilakukan Alvara Research Center terhadap 1.800 responden pada bulan September 2024 menemukan 4,5 persen responden mengaku pernah bermain slot atau judi online. Secara persentase angka tersebut memang kecil. Tapi bila dikalikan dengan jumlah populasi Indonesia, maka jumlahnya cukup besar yakni lebih dari 10 juta orang.

"Survei ini sebetulnya memotret isu-isu aktual yang ada di Indonesia termasuk di dalamnya soal judi online," kata Hasanudin.

Hasanudin menjelaskan alasan kelas atas paling tinggi terpapar judi online yang kemudian disusul kelas menengah. Menurutnya, hal tersebut karena kelas atas mempunyai modal yang lebih banyak dan tidak masalah jika kehilangannya.

"Mereka tentu saja memiliki sumber daya ekonomi yang lebih dan mereka tidak memiliki kendala apapun untuk melakukan itu. Artinya, walaupun mereka kalah dalam dan rugi, tidak masalah buat mereka," katanya.

"Mungkin saja mereka melakukan hanya sekadar bersenang-senang saja tanpa terlalu melihat untung rugi. Sementara yang kelas bawah itu problemnya bukan di judi online, tapi di pinjol," katanya menambahkan.

Hasanuddin mengatakan, berdasarkan generasi, Gen Z menempati urutan pertama dengan 5,6 persen. Sedangkan ditempat kedua ada Gen X dengan 4,1 persen. Angka tersebut selisih tipis dengan Generasi Milenial dengan 4,0 persen.

Sedangkan untuk kategori yang rawan terpapar judi online akibat durasi bermain internet selama 1 hari yakni tertinggi dengan angka 7,7 persen dengan rentang waktu lebih dari 13 jam. Sedangkan yang terendah kemungkinan terpapar judi online di angka 1,0 persen dengan penggunaan internet di bawah 1 jam.

Selanjutnya jika berdasarkan jenis kelamin kemungkinan besar terpapar judi online tertinggi adalah pria dengan 8.0. Sementara wanita hanya 1.0. "Ini perilaku pria secara umum memang lebih mudah menjadi pelaku judi dibanding perempuan, tidak peduli judi online maupun offline," katanya.

Disinggung apakah tingkat pendidikan yang tinggi bisa menjadi benteng untuk mengurangi judi online atau ada pengaruhnya terkait perilaku tersebut. Ia mengatakan kalau hal tersebut tidaklah berpengaruh karena angka paparan dari semua tingkat pendidikan hampir sama.

"Sebenarnya tidak terlalu berpengaruh kalau kita lihat, misalkan di semua level pendidikan juga angkanya hampir sama nggak terlalu berbeda antara tinggi dan menengah maupun bawah tidak ada perbedaan yang signifikan," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler