Ekonom: KHL, Inflasi, dan PE Jadi Pilar Utama Penetapan UMP yang Adil
KHL merupakan komponen krusial dalam menentukan UMP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, formula Upah Minimum Provinsi (UMP) mencakup Kebutuhan Hidup Layak (KHL), inflasi, dan pertumbuhan ekonomi (PE) adalah langkah mendesak untuk menjaga kesejahteraan pekerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Penetapan UMP yang adil menjadi isu sentral setiap penghujung tahun yang mana menurutnya, KHL merupakan komponen krusial dalam menentukan UMP.
“Sebagai standar kebutuhan pekerja lajang untuk hidup layak selama satu bulan, KHL mencakup elemen-elemen mendasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan transportasi,” kata Achmad di Jakarta, Senin (25/11/2024).
Namun, bila hanya mengandalkan KHL tanpa mempertimbangkan inflasi, daya beli pekerja dapat tergerus, terutama pada saat kenaikan harga barang dan jasa.
Pasalnya, inflasi, khususnya inflasi pangan, sering kali lebih tinggi dibanding inflasi umum. Hal ini berdampak signifikan pada pengeluaran pekerja. UMP yang tidak memperhitungkan inflasi berisiko menciptakan ketimpangan daya beli.
Selain itu, dia menyoroti pentingnya memasukkan pertumbuhan ekonomi dalam formula UMP. Variabel pertumbuhan ekonomi mencerminkan kinerja keseluruhan perekonomian suatu negara.
“Dalam konteks keadilan, pekerja sebagai salah satu pilar perekonomian juga berhak menikmati manfaat dari pertumbuhan tersebut. Dengan memasukkan pertumbuhan ekonomi ke dalam formula UMP, kita dapat menciptakan hubungan yang lebih adil antara kontribusi pekerja terhadap perekonomian dan kompensasi yang mereka terima,” jelasnya.
Oleh karena itu, guna menciptakan UMP yang lebih adil, Achmad menyarankan formula berbasis tiga pilar, yakni KHL, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi. KHL sebagai basis kebutuhan dasar pekerja, inflasi menggunakan data tahunan yang dirilis oleh BPS, termasuk sektor yang paling mempengaruhi pekerja seperti pangan dan transportasi, serta pertumbuhan ekonomi (PE) sebagai insentif agar pekerja menikmati hasil produktivitas mereka.
Dia memaparkan, penerapan formula ini akan memberikan sejumlah manfaat. Pertama, perbaikan daya beli pekerja dengan menyesuaikan UMP terhadap inflasi, pekerja dapat mempertahankan daya beli meski harga barang naik.
Kedua, stabilitas sosial UMP yang adil dapat mengurangi konflik perburuhan. Ketiga, penguatan konsumsi domestik, kenaikan daya beli pekerja akan mendorong konsumsi, salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih lanjut, dirinya menambahkan bahwa Pemerintah perlu memastikan data KHL yang akurat dan terkini di setiap daerah.
Selain itu, transparansi dalam penentuan inflasi sektoral dan pertumbuhan ekonomi menjadi kunci keberhasilan formula UMP ini.
“Dalam konteks pasca-COVID-19, di mana daya beli pekerja dan kelas menengah terus menurun, formula ini tidak hanya relevan tetapi juga mendesak untuk diimplementasikan. Dengan formula yang tepat, kita dapat memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi seluruh lapisan masyarakat,” terangnya.
Adapun penetapan UMP yang adil adalah tanggung jawab bersama. Keberhasilan akan menentukan kesejahteraan pekerja dan stabilitas sosial-ekonomi Indonesia.