Krisis Suriah, ini Permintaan Mendesak Rusia kepada Dewan Keamanan PBB
Krisis pemerintahan di Suriah jangan sampai jadi krisis kemanusiaan.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Rusia meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menggelar pertemuan darurat terkait perkembangan di Suriah, dengan menyatakan bahwa jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad menimbulkan "banyak pertanyaan."
Mengingat perkembangan terbaru di Suriah, Rusia telah meminta pertemuan darurat Dewan Keamanan yang digelar secara tertutup, tulis wakil duta besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyansky di Telegram pada Minggu (8/12) malam.
Polyansky bereaksi keras terhadap jatuhnya Damaskus ke tangan kelompok bersenjata, dan meminta agar pertemuan tersebut diadakan pada Senin.
"Semua orang, bukan hanya kami, punya banyak pertanyaan tentang apa yang telah terjadi dan apa yang sedang terjadi," katanya.
Polyansky menambahkan bahwa pihaknya di New York memantau situasi tersebut dengan cermat.
"Kami akan mengklarifikasi pertanyaan-pertanyaan ini dan meninjau situasi di PBB dalam beberapa hari ke depan,” katanya menambahkan.
Rusia merupakan sekutu utama Suriah dan telah menempatkan pasukannya ke negara Arab tersebut atas nama pemerintah Damaskus pada 2015 dalam rangka menghadapi kelompok-kelompok yang dipimpin oleh ISIS dan Al Qaida.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menekankan perlunya menjaga integritas teritorial, kemerdekaan, dan persatuan Suriah. Ia menekankan bahwa masa depan Suriah akan dibangun oleh rakyat Suriah sendiri.
Dalam pernyataan yang dipublikasikan di situs PBB pada Minggu malam, Guterres meminta rakyat Suriah untuk memanfaatkan kesempatan dan membangun masa depan yang stabil dan damai.
"Masa depan Suriah adalah masalah yang akan ditentukan oleh rakyat Suriah dan Utusan Khusus saya sedang bekerja bersama mereka untuk mencapai tujuan ini," katanya.
Gutteres juga menekankan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memastikan transisi politik yang teratur menuju institusi baru.
Ia juga menyerukan semua pihak untuk bersikap tenang, tidak berbuat kekerasan pada saat-saat kritis tersebut, serta melindungi hak-hak semua rakyat Suriah tanpa diskriminasi.
Bantuan kemanusiaan
Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) mengungkapkan pada Ahad (8/12) bahwa mereka terus memberikan bantuan kemanusiaan di Suriah.
"Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) mengikuti dengan cermat perkembangan terbaru dan situasi kemanusiaan di Suriah," kata IFRC dalam sebuah pernyataan.
"Pekerjaan penyelamatan nyawa yang dilakukan oleh relawan Bulan Sabit Merah Arab Suriah (SARC) terus berlanjut, dan cabang-cabangnya yang tersebar di seluruh negara berkomitmen untuk mendukung orang-orang yang membutuhkan."
"Mereka terus memberikan makanan, air, dan barang-barang dasar, perawatan kesehatan darurat, serta dukungan kepada rumah sakit dengan pasokan medis dan air bersih yang aman," tulis pernyataan tersebut.
Kelompok bersenjata Suriah berhasil merebut ibu kota nasional Damaskus pada Ahad (8/12).
Perdana Menteri Suriah Mohammad Ghazi al-Jalali mengatakan bahwa ia bersama 18 menteri lainnya memutuskan untuk tetap tinggal di Damaskus. Al-Jalali juga mengatakan telah menghubungi para pemimpin kelompok militan yang memasuki kota tersebut. Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa Presiden Suriah Bashar al-Assad telah mengundurkan diri dan meninggalkan Suriah setelah melakukan negosiasi dengan beberapa pihak yang terlibat dalam konflik Suriah.
Pada Minggu (8/12), sebuah sumber di Kremlin mengatakan kepada RIA Novosti bahwa Assad dan anggota keluarganya telah tiba di Moskow, dan Rusia telah memberikan suaka kepada mereka atas dasar kemanusiaan. Sumber tersebut juga mencatat bahwa pejabat Rusia sedang berhubungan dengan perwakilan oposisi bersenjata Suriah, yang pemimpinnya telah menjamin keamanan pangkalan militer Rusia dan institusi diplomatik di Suriah.