Kemenkes: Lebih dari Separuh Gen Z Punya Masalah Kejiwaan
Fenomena kesehatan mental di Indonesia seperti puncak gunung es.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Imran Pambudi mengungkapkan hasil Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023 yang menunjukkan bahwa kebanyakan Generasi Z (Gen Z) yang lahir pada 1997-2012 memiliki masalah kesehatan mental. Angka yang mencapai 60 persen itu lonjakan tajam dibandingkan pada generas-generasi terdahulu.
Berdasarkan survei itu, menurut dia, masalah kesehatan jiwa pada penduduk usia lebih dari 15 tahun tercatat sebesar dua persen, dan prevalensi yang paling tinggi itu adalah depresi, terutama pada anak pada usia 15-25 tahun. "Dan data terbaru menunjukkan bahwa hampir 60 persen gen Z ini memiliki masalah kesehatan mental," ujar Imran saat menjadi pembicara kunci dalam acara Mental Health Talk Show bertajuk "Ibu Bahagia Anak Bahagia" di Sasana Budaya Philanthropy Building, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Menurut dia, data Gen Z tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Bahkan, meningkat hampir dua kali lipat. "Jadi kalau dilihat di sini, generasi milenial itu 40 persen dan Gen X 24 persen. Jadi meningkat hampir 2 kali lipat," ucap Imran.
Karena itu, menurut dia, perlu kontribusi dari semua pihak untuk menangani masalah ini. Karena, menurut dia, orang tua dari Gen-Z tersebut juga perlu dilakukan edukasi tentang kesehatan mental. "Saya kira tidak hanya langsung kepada anak-anak ini, tetapi juga kepada orang tuanya," kata Imran.
Dia pun menyinggung kasus-kasus kesehatan mental yang terjadi belakangan ini. Seperti kasus sekeluarga di Ciputat Tangerang Selatan yang melakukan bunuh diri; kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan sekeluarga di Kediri, Jawa Timur; serta kasus seorang anak berusia 14 tahun di daerah Lebak Bulus yang membunuh ayah dan neneknya, dan juga nyaris membunuh ibunya.
"Kasus-kasus yang terberitakan ini cukup pasif. Tetapi yang tidak terberitakan, itu saya kira lebih banyak lagi," jelas Imran. Menurut Imran, kasus-kasus itu juga tidak terlepas dari masalah gangguan mental. Di era digitalisasi, tambah dia, kasus-kasus seperti itu tentu akan semakin banyak lagi yang terungkap. "Kalau saya lihat sih sebetulnya, dulu juga banyak lah. Cuma karena dulu tidak banyak netizen, jadi nggak muncul," kata Imran.
Dalam acara ini, dia pun berterima kasih kepada Dompet Dhuafa yang selama ini telah banyak berkontribusi dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan, termasuk menggelar acara talk show tentang kesehatan mental.
"Saya kira ini menjadi salah satu upaya-upaya kita untuk kerjasama ke depan, itu bagaimana kita bisa menyehatkan jiwa masyarakat Indonesia. Karena saya yakin bahwa tanpa kerjasamanya baik, dan yang komprehensif, saya kira itu susah akan dicapai," ucap Imran.
Imran Pambudi juga mengungkapkan, sebanyak 18.200 anak di Indonesia mengalami kekerasan. Hal ini disampaikan Imran berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) tahun 2023. "Data dari KPPPA tahun 2023, tercatat ada lebih dari 18.200 anak mengalami kekerasaan. Dan 51 persennya itu terjadi di rumah," ujar Imran dalam acara Mental Health Talkshow bertajuk "Ibu Bahagia Anak Bahagia" di Sasana Budaya Philanthropy Building, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Menurut dia, fenomena tersebut menunjukkan adanya perubahan. Dulu, kata dia, ada anggapan bahwa rumah itu adalah tempat berlindung, tapi sekarang sebagian besar permasalahan itu justru berawal dari rumah. "Jadi kalau dulu itu ketika ada masalah di luar, di rumah bisa kita redam. Tapi justru sekarang, sebagian besar itu ada di rumah," ucap dia.
"Jadi sekali lagi, masalah-masalah ini pasti ada hubungannya dengan pola asuh yang kurang benar," kata dia. Selain itu, Imran juga menunjukkan data pada saat ibu hamil, persalinan, dan melahirkan. Menurut dia, ada lebih dari 12,5 persen ibu hamil yang mengalami masalah kesehatan jiwa. Kemudian, pasca melahirkan ada 10 persen.
"Depresi pada kehamilan itu ada delapan persen. Dan depresi pasca melahirkan, atau biasa kita sebutnya baby blues, itu ada hampir 6 persen. Dan kayaknya ini juga semakin lama semakin banyak," jelas Imran.
Dia mengatakan, masalah-masalah kesehatan jiwa pada saat ibu hamil tersebut akan berdampak kepada janinnya. Karena itu, menurut dia, sangat penting untuk membahagiakan ibu yang sedang hamil. "Jadi paling tidak tersenyum gitu ya. Jadi jangan ibu hamil, ibu hamil terus gitu. Itu akan sangat berdampak," ucap dia.
Secara teoretis, menurut dia, mempersiapkan calon ibu itu harus sedini mungkin, dari masa remaja. Tapi, kata dia, praktisnya mempersiapkannya itu pada saat ibu hamil. "Jadi sembilan bulan ini, kita harus memprogram mereka, bagaimana mereka harus memperhatikan kesehatan dia, ibunya sendiri, dan mempersiapkan bayinya," kata Imran.