Cerita Presiden Prabowo tentang Arsitek non-Muslim Bangun Sebuah Masjid

Masjid merupakan tempat menumbuhkan toleransi dan kedamaian.

Republika/Thoudy Badai
Suasana bagian dalam Masjid Istiqlal.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Prabowo Subianto bercerita tentang langkahnya membangun sebuah masjid di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Tempat sujud tersebut dibangun oleh arsitek seorang penganut Nasrani.

Cerita itu disampaikan Presiden Prabowo dalam sambutannya di acara peresmian Terowongan Silaturahim Masjid Istiqlal-Gereja Katedral, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

"Ini mengingatkan kita tidak hanya Masjid Istiqlal berdiri di samping Gereja Katedral, tapi yang merancang Istiqlal arsiteknya ditunjuk oleh Presiden kita pertama justru bukan orang Muslim, arsiteknya orang Nasrani. Ini kehebatan bangsa Indonesia," ujar Prabowo mengawali ceritanya.

Prabowo kemudian mengatakan bahwa dirinya mengikuti langkah Presiden pertama RI Soekarno itu, dengan membangun masjid di Hambalang, dengan arsitek seorang Nasrani.

"Kecil-kecilan saya juga bikin masjid di Hambalang. Ya saya ikut Bung Karno lah, yang merancang desain masjid saya di situ seorang Katolik," ujar Prabowo.

Presiden pun menekankan Indonesia memiliki tradisi bahwa perbedaan bukan penghalang untuk bersatu.

"Ini tradisi kita bahwa kita berbeda agama, berbeda adat-istiadat, tapi kita satu dalam keluarga besar bangsa Indonesia," tutur Kepala Negara.

Presiden menyerukan kepada semua pihak untuk menjaga kerukunan. Prabowo mengatakan hanya dengan perdamaian Indonesia akan sejahtera, adil dan makmur.

Pusat peradaban Islam

Staf Ahli Bupati Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Boy Yandra mengatakan masjid merupakan institusi sebagai sebagai pusat peradaban Islam.

Hal itu disampaikan Boy Yandra di Sungailiat, Senin, dalam acara manajemen pengelolaan masjid yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bangka.

"Institusi masjid mempunyai peran sentral dalam peradaban umat Islam, sekaligus pemberdayaan umat Muslim dan menjadi ruang pendidikan Islam yang menyentuh semua elemen masyarakat Muslim," katanya.

Dia menyarankan supaya pemberdayaan pengurus masjid lebih dimaksimalkan untuk menciptakan masjid yang lebih aktif dan berdaya guna.

"Dengan peningkatan kualitas pengelolaan masjid, diharapkan dapat lebih menghidupkan masjid, terutama kepada generasi muda untuk lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dan sosial di masjid," jelas Boy Yandra.

Masjid juga memiliki peran penting sebagai pusat kegiatan sosial dan kebudayaan, berbagai acara keagamaan, seperti pelaksanaan ibadah kurban dan pengajian, sering kali dilaksanakan masjid.

"Masjid berperan dalam mempererat hubungan sosial antar anggota masyarakat serta memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas," jelas dia.

Ia ingin memastikan masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat seperti taman bermain bagi anak-anak.

Pengurus masjid hendaknya dapat mengelola manajemen administrasi yang baik, keuangan, serta program-program pemberdayaan yang memberi manfaat bagi masyarakat terutama umat Muslim.

Bengkel rohani

Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tapi bisa berperan sebagai bengkel rohani bagi anak-anak.

Baca Juga



"Masjid itu bengkel, service rohani bagi anak-anak. Anak-anak jangan ditakuti, apalagi dilarang ketika berada di masjid," kata Menag Nasaruddin Umar dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Menag mengatakan para pengurus masjid mesti mengubah paradigma terhadap tempat beribadah umat Islam tersebut. Masjid harus menjadi tempat berkumpul semua kalangan, termasuk anak-anak.

"Ketika ada anak-anak, jangan takut masjid itu kotor. Ketika masjid dikelola dengan baik, pasti akan selalu bersih," kata Nasaruddin Umar.

Ia menjelaskan bahwa di masa Rasulullah ada sahabat yang kencing di samping Masjid. Rasulullah tidak memarahinya, tapi justru menimbun kening sahabat itu dengan pasir. Bahkan, pada masa itu juga, masjid menjadi tempat latihan beladiri Nabi.

"Masjid bisa juga dijadikan sebagai tempat latihan keterampilan. Tukang kayu, tukang besi, dan lain-lain, pelatihannya di masjid. Setiap kelas ada 20 orang. Masjid menjadi pusat aktivitas umat," kata dia.

Pada masa Abu Khurairah, kata Menag, masjid menjadi tempat mengelola zakat, infak, sedekah, ghanimah atau harta rampasan, hibah, wasiat, barang hilang, dan lain-lain. Ada juga DAM, kafarat, aqiqah, walimah, semua dilakukan di masjid.

"Semua diatur di masjid. Masjid itu tempat memberdayakan masyarakat. Dengan begitu, dalam tempo tiga tahun, umat Islam minoritas menjadi mayoritas di Madinah," jelas Menag Nasaruddin.

Dari hal itu, Menag Nasaruddin mengajak seluruh pengelola untuk menjadikan masjid sebagai sarana mengembangkan masyarakat. Masjid sebagai bengkel memberdayakan masyarakat.

"Mari kita memberikan wawasan lain tentang Masjid. Jadikan masjid untuk memberdayakan umat. Dan kepada anak-anakku sekalian, besar dan besarkanlah masjid. Bernaunglah di dalam masjid untuk menggapai masa depan yang lebih baik," kata dia.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler