Bagaimana Jika Jumlah Capres-Cawapres Jadi Membeludak Akibat Putusan MK?
MK memberikan lima pedoman bagi DPR dan pemerintah dalam merevisi UU Pemilu.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bayu Adji P, Antara
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (2/1/2025), menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. MK pun memberikan lima poin pedoman rekayasa konstitusional (constitutional engineering), agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak membeludak nantinya.
"Jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak belum menjamin berdampak positif bagi perkembangan dan keberlangsungan proses dan praktik demokrasi presidensial Indonesia. Oleh karena itu, pembentuk undang-undang, dalam revisi UU Nomor 7 Tahun 2017, dapat melakukan rekayasa konstitusional dengan memperhatikan hal-hal berikut," kata Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Lima poin pedoman Mahkamah bagi pembentuk undang-undang melakukan rekayasa konstitusional tersebut adalah pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih. Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud, termasuk perubahan UU Pemilu, melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).
Dalam putusan ini, MK mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna. MK menyatakan ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK menilai presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi. Oleh sebab itu, MK mendapatkan dasar yang kuat untuk menggeser pendiriannya yang sebelumnya menyatakan presidential threshold adalah kebijakan hukum terbuka.
"Pergeseran pendirian tersebut tidak hanya menyangkut besaran atau angka persentase ambang batas, tetapi yang jauh lebih mendasar adalah rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden berapa pun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945," kata Saldi.
Sekalipun norma presidential threshold tidak lagi berlaku, MK menegaskan, tetap harus diperhitungkan potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat pilpres. Oleh sebab itu, MK memberikan pedoman terkait rekayasa konstitusional tersebut kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah.
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa pihaknya bakal menindaklanjuti putusan MK yang menghapus presidential threshold dalam UU Pemilu. Menurut dia, Komisi II DPR RI akan menindaklanjutinya dengan memasukkan poin putusan MK itu ke dalam pembentukan norma baru atau undang-undang yang mengatur pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Apa pun itu Mahkamah Konstitusi putusannya adalah final and binding. Oleh karena itu, kami menghormati dan berkewajiban untuk menindaklanjutinya," kata Rifqinizamy saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, putusan MK tersebut adalah babak baru bagi demokrasi konstitusional Indonesia sehingga peluang untuk mencalonkan sebagai presiden dan wakil presiden bisa lebih besar. Dengan penghapusan persyaratan ambang batas tersebut, menurut dia, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) RI bisa diikuti oleh lebih banyak pasangan calon.
Partai Demokrat berharap putusan MK yang menghapus ketentuan presidential threshold dapat berkontribusi bagi perkembangan demokrasi di Tanah Air. "Harapan kami, putusan MK ini bisa berkontribusi dan membantu demokrasi Indonesia semakin berkembang dan tumbuh semakin matang. Mendekatkan kita ke tujuan menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Koordinator Juru Bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Dia lantas berkata, "Inilah yang menjadi komitmen kami, Demokrat, selama ini, terus berkontribusi dan berjuang bersama rakyat untuk terus menjaga dan meningkatkan kualitas demokrasi kita." Untuk itu, dia menyebut Partai Demokrat menghormati putusan MK yang mengabulkan gugatan uji materi perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 itu karena bersifat final dan mengikat.
"Sikap kami selama ini selalu sama dalam menyikapi putusan MK. Kami menghormati apapun putusan MK itu," ujarnya.
Menurut dia, setiap putusan MK sudah melalui proses mendalam dan mempertimbangkan berbagai aspek dengan mengedepankan keadilan serta kebenaran. Dia pun menekankan bahwa Indonesia merupakan negara hukum maka sudah menjadi kewajiban seluruh elemen masyarakat untuk menghormati setiap produk hukum dari lembaga peradilan.
Terlebih, tambah dia, produk hukum dari Mahkamah Konstitusi selaku lembaga tinggi negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman secara merdeka untuk menegakkan hukum dan keadilan.
"Sekarang, saatnya kita fokus bekerja. Memberikan manfaat terbaik untuk masyarakat, bangsa, dan negara," kata dia.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga menyambut baik putusan MK yang menghapus presidential threshold. Pasalnya, PKS mengeklaim merupakan salah satu pihak yang mengajukan permohonan untuk menolak PT.
Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri mengatakan, partainya sangat menyambut baik putusan MK yang menghapus PT di Pemilihan Presiden (Pilplres) 2029 mendatang. "Yup (menyambut baik putusan MK)," kata dia saat dikonfirmasi Republika, Kamis (2/1/2025).
Ia mengatakan, PKS merupakan salah satu pihak yang mengajukan permohonan ke MK untuk menghapus PT. Dari sekitar 35 permohonan yang telah diajukan ke MK, di mana PKS merupakan pemohon yang ke-31, akhirnya MK memutuskan untuk menghapus PT.
"Setelah kurang lebih 35 Permohonan, dan PKS sebagai Pemohon 31. Semuanya ditolak MK dengan alasan open legal policy, kini MK membantah dalilnya sendiri dengan menghapus PT. Karena bertentangan dengan konstitusi," kata dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyambut baik putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold/PT). Menurut dia, putusan tersebut dapat meningkatkan demokrasi di Indonesia.
"Alhamdulillah, akhirnya, MKRI mengabulkan permohonan PUU menghapus ketentuan mengenai ambang batas capres 20 persen untuk pemilu 2029 yang akan datang. Ini kado tahun baru 2025 yang mencerahkan bagi kualitas demokrasi kita di masa mendatang," kata dia melalui akun X yang dikonfirmasi Republika, Kamis (2/1/2025).
Menurut dia, dengan putusan itu, setiap partai politik peserta pemilu 2029 dapat mencalonkan presiden dan wakil presiden masing-masing. Artinya, pilihan untuk masyarakat juga akan makin beragam.
"Kebhinekaan bangsa kita dapat tersalur dengan adil mulai 2029. Harapan kita setiap parpol bersiap-siap untuk menyalurkan aspirasi rakyat yg beraneka ragam mengenai calon pemimpin yang akan datang," kata dia.