Amalan Antara Maghrib dan Isya Ini Disebut Sholat Sunnah Lalai, Manfaatnya Melimpah
Sholat sunnah ghaflah justru banyak dilupakan umat Islam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perbuatan dan amalan-amalan mendekatkan diri kepada Allah SWT berbeda-beda sesuai dengan perbedaan waktu, tempat dan situasi yang berkaitan dengannya.
Hal ini karena amalan-amalan itu lebih baik pada waktu tertentu daripada waktu yang lain, dan pada beberapa tempat daripada tempat yang lain, dan pada suatu keadaan daripada keadaan yang lain, yang merupakan hikmah Allah, karena Dia "menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan yang Dia pilih".
Kenyataan tersebut disebabkan oleh makna yang lebih dalam daripada sekadar waktu, tetapi lebih pada makna kewaspadaan ketika manusia lalai, dan mengingat ketika mereka lalai, seperti beribadah di waktu-waktu yang penuh godaan dan kebingungan, sholat malam ketika orang-orang tertidur, pahala yang besar ketika sholat di pasar ketika orang-orang sibuk berjual-beli, dan seterusnya.
Termasuk dalam konteks ini, adalah menghidupkan waktu antara Maghrib dan Isya dengan ibadah berupa sholat sunnah. Sholat ini dianjurkan oleh sebagian besar ahli fiqih dan mereka menyebut sholat ini sebagai sholat sunnah ghaflah (lalai).
Hal ini karena waktu tersebut adalah waktu di mana manusia lalai dari sholat dan sibuk dengan hal-hal lain.
Banyak hadits yang diriwayatkan mengenai hal ini, ada yang sahih, ada pula yang lemah dan diingkari, namun yang sahih adalah hadits-hadits yang bersumber dari perbuatan Rasulullah SAW tanpa ada batasan jumlah tertentu, dan tanpa ada pahala tertentu.
عن حذيفة ـ رضي الله عنه ـ قال: أتيت النبي صلى الله عليه وسلم: فصليت معه المغرب، فصلى إلى العشاء
Dari Hudzaifah RA, dia berkata, "Aku mendatangi Nabi SAW lalu aku sholat bersama beliau di waktu Maghrib, dan beliau sholat hingga waktu Isya.” (HR an-Nasai).
Ibnu Hajar berkata, “Dua rakaat antara Maghrib dan Isya adalah sunnah, sebagaimana al-Mawardi dan al-Ruwayyani mengatakan bahwa shplat Awabin adalah sunnah. Rasulullah SAW biasa melakukan sholat dua puluh kali dan berkata, "Ini adalah sholat Awabin, maka barangsiapa yang melaksanakannya akan diampuni." Al-Ruwayyani mengatakan bahwa sholat ini lebih ringan dari sholat Duha dalam hal penekanannya.”
Al-Syaukani dalam kitab Nail al-Awthar, "Hadits-hadits dalam bab ini menunjukkan bahwa memperbanyak sholat antara Maghrib dan Isya adalah sah, dan hadits-hadits tersebut, meskipun sebagian besar lemah, tetapi kesemuanya saling menguatkan satu sama lain apalagi ini adalah terkait dengan fadhail al-a’mal.
Imam al-Iraqi menjelaskan mereka yang biasa melakukan sholat antara Maghrib dan Isya antara lain Abdullah bin Masud, Abdullah bin Amru, Salman al-Farisi, Ibnu Umar, Anas bin Malik, orang-orang dari kalangan Anshar, dan dari kalangan tabiin adalah al-Aswad bin Yazid, Abu Utsman al-Nahdi, Ibnu Abi Malikah, Sa'id bin Jubair, Muhammad bin al-Mankidar, Abu Hatim, Abdullah bin Sobhra, Ali bin al-Husein, Abu Abdurahman al-Hubali, Syuraih al-Qadi, Abdullah bin Mughfal, dan yang lainnya, serta Sufyan al-Tsauri.
Waktu ini, bagi mereka yang telah berusaha memanfaatkannya, dan terus duduk di sana dan menunggu sholat, adalah waktu kejernihan jiwa, kelembutan ruh, dan menghilangkan kegelisahan dan kelelahan fisik, sehingga ia tidak dapat melewatkannya setelah itu.
Al-Manawi mengatakan: "Dalam hadits-hadits ini, dianjurkan untuk sholat di antara dua waktu makan malam, karena jika seseorang menghubungkan dua waktu makan malam dengan sholat , maka pengaruh kebosanan di siang hari akibat melihat dan bersosialisasi dengan orang lain akan hilang dari dalam dirinya.
Semua itu berpengaruh dan menggores hati, bahkan melihat mereka pun dapat menyebabkan hati menjadi kusam, hal ini diketahui oleh orang-orang yang hatinya bersih dan hijabnya tipis, dan dengan menyambung antara dua waktu makan malam dengan ibadah, diharapkan pengaruh tersebut akan hilang.
Anas bin Malik RA menyebutkan bahwa surat as-Sajadah ayat 16 yaitu
تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
"Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan."
Ayat ini turun ketika menunggu sholat yang disebut al-'Atma. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dia berkata: Hadits hasan shahih, gharib, dan Abu Dawud. Namun, ia berkata, "Mereka biasa menghabiskan waktu antara Maghrib dan Isya dengan sholat , dan al-Hasan berpendapat yang dimaksud adalah Qiyamullail.
Melalui perbuatan Nabi SAW, hadits-hadits para sahabat, para pengikutnya, dan para ulama empat mazhab, dapat disumpulkan bahwa menetapkan bahwa menghidupkan waktu antara Maghrib dan Isya adalah salah satu sunnah yang mapan dan perbuatan yang disukai.
Para generasi salaf biasa menanti-nantikannya, karena ia adalah waktu untuk berdzikir di waktu-waktu yang terlupakan, tetapi di sebagian negara, ia adalah sunnah yang ditinggalkan, terutama di sebagian negeri Islam.
Meskipun keadaan di sebagian negeri Islam sedemikian rupa, sehingga mereka tetap tinggal di masjid-masjid, menghidupkannya dengan membaca Alquran, dzikir, dan majelis-majelis ilmu, selain keutamaan menanti-nanti waktu salat yang kedua, tetapi di sebagian negara lain, mereka mengabaikan waktu tersebut dan keutamaan-keutamaannya, sehingga ia menjadi waktu yang terlantar.
Keutamaan
Sholat sunnah mempunyai keutamaan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sholat sunnah dalam banyak hadits menjadi pelapis utama amalan sholat wajib lima waktu.
Banyak hadits yang menjelaskan mengenai besarnya keutamaan dan pahala yang diperoleh dari sholat sunnah. Sangat disayangkan jika tidak melaksanakannya dengan istiqamah.
Di antara keutamaan sholat sunnah adalah disempurnakannya kekurangan sholat kita seperti disampaikan dari Abu Hurairah Hurairah RA, dia berkata Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلَاةُ، قَالَ : يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ : انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا ؟ فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً ، وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا ، قَالَ : انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ ، قَالَ : أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ، ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ
"Sesungguhnya amal manusia yang pertama kali akan dihisab kelak pada hari kiamat adalah sholatnya. "Rasulullah melanjutkan," Allah SWT berfirman kepada para malaikat-Nya, sedangkan dia lebih mengetahui. Lihatlah sholat hamba-Ku, sudahkah dia melaksanakannya dengan sempurna ataukah terdapat kekurangan?'Bila ibadahnya telah sempurna maka tuliskanlah untuknya pahala yang sempurna pula, namun bila ada sedikit kekurangan darinya, maka Allah berfirman, "Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki sholat sunnah dan bila dia memiliki sholat sunnah maka Allah berfirman sempurnakanlah untuk hamba-Ku kekurangannya pada sholat wajib dengan sholat sunnahnya. Demikian semua ibadah akan menjalani proses yang serupa."
Hadits ini, kata Syekh Muhammad bin Suud Al Arifi, dalam bukunya "Air Mata Di Ujung Malam; Sebuah Potret Ibadah Malam Nabi SAW dan Salafus Salih", menjelaskan salah satu hikmah tentang disyariatkannya sholat sunnah.
BACA JUGA: Profesor Kolombia Bongkar Jati Diri Yahudi Israel Kini dan Rencana Kuno Zionisme
Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ عبْدٍ مُسْلِم يُصَلِّي للَّهِ تَعَالى كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَيْ عشْرةَ رَكْعَةً تَطوعًا غَيْرَ الفرِيضَةِ، إِلاَّ بَنَى اللَّه لهُ بَيْتًا في الجَنَّةِ
"Barang siapa melaksanakan sholat sunnah selain sholat fardhu dalam sehari sebanyak 12 rakaat, maka Allah pasti akan membangunkannya untuk sebuah rumah di surga."