Sebentar Lagi Ramadhan, Bolehkah Bumil dan Busui Mengganti Puasa dengan Bayar Fidyah?
Ibu hamil dan menyusui berstatus seperti orang yang sakit.
REPUBLIKA.CO.ID,Kurang dua bulan lagi, Ramadhan 1446 H/2025 akan kembali menyapa umat Islam sedunia. Menjelang datangnya bulan yang suci, kaum Muslimin yang memiliki utang puasa pada Ramadhan sebelumnya diwajibkan untuk mengqadha puasa sebelum datangnya Ramadhan.
Khusus untuk ibu hamil dan menyusui, muncul pertanyaan apakah mereka diperbolehkan hanya membayar fidyah sesuai dengan syariat atau tetap diwajibkan membayar dengan berpuasa?
Muhammad Ajib, Lc dalam bukunya Ibu Hamil & Menyusui Bolehkah Membayar Fidyah Saja, menulis, tidak ada pendapat dari empat mazhab yang membolehkan qadha puasa dengan membayar fidyah. Rata-rata ulama mengharuskan agar semua orang yang puasanya batal saat Ramadhan harus dengan puasa.
Menurut Mazhab Hanafi, ibu hamil (bumil) dan ibu menyusui (busui) berstatus seperti orang yang sakit. Apabila mereka tidak berpuasa saat Ramadhan, maka wajib mengqadha’ puasanya dan tidak perlu membayar fidyah. Imam Abu Hanifah, Abu Ubaid dan Abu Tsaur pun mendukung pendapat ini berdasarkan ayat dalam Alquran.
Al-Baqarah: 184.
أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Arab-Latin: Ayyāmam ma'dụdāt, fa mang kāna mingkum marīḍan au 'alā safarin fa 'iddatum min ayyāmin ukhar, wa 'alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa'āmu miskīn, fa man taṭawwa'a khairan fa huwa khairul lah, wa an taṣụmụ khairul lakum ing kuntum ta'lamụn
Artinya: (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS Al-Baqarah: 184).
Imam As-Sarakhsi seorang ulama Hanafiah yang hidup pada tahun 483 H mengatakan,
“Ketika wanita hamil atau menyusui dia khawatir terhadap kondisi dirinya atau anaknya, maka boleh tidak berpuasa sebagaimana hadits nabi Sesungguhnya Allah memberikan keringanan bagi musafir berpuasa dan sholat, dan bagi wanita hamil dan menyusui berpuasa. Karena kesulitan yang menimpa dirinya, maka kesulitan ini merupakan uzur untuk tidak berpuasa seperti halnya orang sakit dan musafr. Bagi wanita ini hanya diwajibkan untuk qadha saja tanpa membayar fidyah.
Mazhab Maliki
Ulama pengikut Imam Malik membedakan hukum bagi bumil dan busui. Jika bumil tidak berpuasa maka kewajibannya hanya qadha saja. Akan tetapi, apabila busui tidak berpuasa maka dia berkewajiban untuk qadha dan membayar fidyah, sebagaimana apa yang dijelaskan oleh Imam Malik yang menyebutkan dalam kitabnya Al Mudwanah.
Kitab ini juga menjelaskan mengapa antara wanita hamil dan menyusui dibedakan dalam membayar fidyah. Hal tersebut karena wanita hamil dianggap sebagai wanita yang sakit sedangkan wanita menyusui sebenarnya tidak lemah atau tidak sakit seperti wanita hamil.
Mengapa fidyah diwajibkan atas busui? Jawabannya adalah karena alasan meninggalkan puasa adalah karena kondisi bayi yang mengharuskan ibunya berbuka, bukan karena fisik ibu yang tidak kuat berpuasa. Padahal, fisik ibu yang menyusui masih kuat.
Mazhab Syafii
Mazhab Syafii membedakan hukum antara bumil dan busui tergantung dari sisi mengapa bumil dan busui itu tidak berpuasa. Apakah dia khawatir terhadap keselamatan dirinya atau bayinya. Di dalam kitab Taqrib karya imam Abu Syuja’ disebutkan yang termasuk orang yang boleh tidak puasa adalah bumil dan busui.
“Bumil dan busui jika khawatir terhadap dirinya maka wajib qadha’ puasa saja tanpa fidyah. Namun jika khawatir terhadap bayinya saja maka wajib qadha’ dan wajib fidyah, yaitu 1 mud setiap harinya.
Demikian dengan pendapat Imam Nawawi Rahimahullah, seorang ulama besar bermazhab Syafii. “Telah kami sebutkan bahwa bumil dan busui jika khawatir terhadap dirinya saja atau khawatir terhadap dirinya dan bayinya maka wajib qadha puasa saja tanpa fidyah. Namun jika khawatir terhadap bayinya saja maka wajib qadha dan wajib fidyah menurut pendapat yang shahih.
Mazhab Hanbali
Pendapat mazhab Hanbali sebetulnya sama persis seperti pendapat mazhab Syafii. Imam Qudamah Rahimahullah dalam kitabnya Al Mughni menyebutkan:
“Bagi wanita hamil ketika mengkhawatirkan kondisi janinnya, ataupun wanita menyusui yang mengkhawatirkan kondisi bayinya, jika tidak berpuasa wajib meng qadha dan membayar fidyah untuk orang miskin dari setiap hari yang ditinggalkan. Secara umum, wanita hamil dan menyusui kalau keduanya mengkhawatirkan kondisi diri mereka, maka bagi keduanya boleh tidak puasa dan cukup bagi keduanya mengqadhanya saja. Hal ini tidak ada perbedaan diantara para ulama sebab mereka dianggap seperti orang sakit. Namun, jika khawatir terhadap anaknya saja maka bagi mereka wajib qadha dan membayar fidyah 1 mud setap harinya kepada orang miskin. “