Istri Ungkap Permintaan Darso Sebelum Meninggal Usai Diduga Dianiaya Sekelompok Polisi
Poniyem mengaku agak tertekan melihat makam suaminya dibongkar.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Istri Darso, Poniyem, mengatakan, sebelum meninggal, suaminya menyampaikan kepadanya bahwa dia ingin kasus penganiayaan dan pemukulan terhadapnya diusut. Terduga pelaku penganiayaan terhadap Darso adalah polisi anggota Satlantas Polresta Yogyakarta.
"Iya, minta diusut," ujar Poniyem singkat ketika diwawancara awak media dan ditanya apakah Darso menuntut keadilan sebelum meninggal, Senin (13/1/2025).
Hal itu disampaikan Poniyem seusai mengikuti proses ekshumasi atau pembongkaran makam suaminya yang berlokasi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sekrakal, Purwosari, Mijen, Semarang, oleh Polda Jawa Tengah (Jateng). Poniyem mengaku agak tertekan melihat makam suaminya dibongkar.
"Tapi demi keadilan dan supaya sesuai dengan amanahnya, kan sebelum meninggal beliau mengatakan harus diusut," ucapnya.
Menurut Poniyem, sebelum dijemput beberapa anggota Satlantas Polresta Yogyakarta, suaminya dalam keadaan sehat. Namun dia mengakui bahwa Darso memang mempunyai penyakit jantung. "Sakit jantung, ring lima," ujarnya.
Hingga sebelum meninggal, Darso rutin meminum obat jantungnya. Hal itu yang membuat kondisi kesehatannya cukup stabil. Kendati demikian, Darso memang tak diperkenankan beraktivitas berat.
Diminta tanggapannya soal keterangan Polresta Yogyakarta yang menyebut tidak ada penganiayaan terhadap Darso, Poniyem membantah. "Ada (penganiayaan), saya melihat dengan mata kepala sendiri. Waktu di rumah sakit, suami saya bilang dipukuli dan sebelah sini (pipi) lebam, kalau tidak kiri ya kanan, lupa saya," katanya.
Pada Sabtu (11/1/2025), Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Aditya Surya Dharma mengakui bahwa enam anggota Unit Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta mendatangi kediaman Darso di Semarang pada 21 September 2024. Kanit Gakkum Satlantas Polresta Yogya termasuk di antara mereka yang menyambangi rumah Darso.
Menurut Aditya, keenam anggota Satlantas Polresta Yogya tersebut telah diperiksa Bid Propam Polda DIY. Dari hasil pemeriksaan tersebut, terungkap kronologi pertemuan mereka dengan Darso.
Aditya mengungkapkan, keenam anggota Satlantas Polresta Yogya mendatangi kediaman Darso untuk memberikan surat undangan klarifikasi perihal insiden kecelakaan lalu lintas di Danurejan, Kota Yogyakarta, pada 12 Juli 2024. Darso terlibat dalam kejadian tersebut.
Kala itu Darso mengemudikan mobil Toyota Avanza sewaan bernopol H 9047 YQ. Korban yang ditabrak Darso adalah Tutik Wiyanti. Kecelakaan itu menyebabkan Tutik mengalami luka di bagian leher sehingga harus dirawat di Rumah Sakit (RS) Bethesda Lempuyangwangi, kemudian dirujuk ke RS Bethesda Yogyakarta.
Setelah mengantarkan korban ke RS, Darso lantas meninggalkan lokasi tanpa berkomunikasi dengan keluarga korban maupun rumah sakit. Hal itu membuat suami Tutik, Restu, mengejar Darso menggunakan sepeda motor. Namun dalam proses pengejaran, mobil Darso disebut kembali menyerempet motor yang dikendarai Restu, hingga membuatnya terjatuh.
Restu kemudian melaporkan kejadian itu ke Polresta Yogyakarta pada hari yang sama. Bermodal KTP Darso yang sempat difoto oleh keluarga Restu, enam orang dari Tim Unit Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta melacak keberadaan Darso dan mendatangi kediamannya di Semarang pada 21 September 2024. Mereka datang untuk memberikan surat undangan klarifikasi perihal insiden kecelakaan lalu lintas di Danurejan yang melibatkan Darso.
Menurut keterangan Kapolresta Yogyakarta, Darso sempat membantah terlibat kecelakaan tersebut. Namun setelah ditunjukkan rekaman CCTV dari RS Bethesda Lempuyangwangi, Darso akhirnya mengakui keterlibatannya.
Darso kemudian mengajak tim kepolisian menuju lokasi rental mobil untuk mengklarifikasi terkait kendaraan yang digunakan saat kecelakaan. Menurut Aditya, dalam perjalanan menggunakan mobil, Darso mengeluhkan sakit pada dada sebelah kiri dan meminta diambilkan obat jantung di rumahnya.
"Yang bersangkutan minta berhenti untuk buang air kecil, selanjutnya mobil berhenti di jalan dan karena juga ada beberapa orang (anggota) yang ingin buang air kecil sehingga turun semua kecuali satu orang dalam mobil, untuk buang air kecil di parit di pinggir jalan. Setelah buang air kecil, yang bersangkutan Darso mengeluh sakit di bagian dada sebelah kiri," kata Aditya.
Dia menambahkan, enam anggota Satlantas Polresta Yogyakarta memutuskan langsung membawa Darso ke rumah sakit untuk segera mendapatkan perawatan. "Istri Darso menginformasikan bahwa suaminya memiliki riwayat penyakit jantung dan telah menjalani pemasangan ring jantung di RSUP Dr Kariadi, Semarang," ujar Aditya.
Selepas itu, Aditya mengatakan Tim Unit Gakkum Satlantas Polresta Yogyakarta secara berkala memantau kondisi Darso dengan menghubungi pihak rumah sakit hingga diinformasikan telah pulang ke rumahnya pada 27 September 2024. Darso meninggal dunia pada 29 September 2024.
Kronologi versi keluarga
Kuasa hukum keluarga Darso, Antoni Yudha Timor, mengungkapkan, peristiwa dugaan penganiayaan terhadap Darso (43 tahun) bermula dari insiden kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Yogyakarta pada Juli 2024. "Jadi dia (Darso) nyopir, nabrak orang. Kemudian sempat bertanggung jawab, sudah dibawa ke klinik. Tapi mungkin karena enggak punya uang, ninggal KTP," kata Antoni ketika diwawancara awak media di Mapolda Jateng, Semarang, Jumat (10/1/2025) malam lalu.
Setelah peristiwa kecelakaan, Darso sempat kembali ke Semarang. "Karena ketakutan, mobilnya mobil rental juga, kemudian dia sempat ke Jakarta untuk cari duit," ungkap Antoni.
Menurut Antoni, Darso berada di Jakarta selama sekitar 1,5 hingga dua bulan. Namun karena upayanya mencari uang tak berhasil, Darso kembali ke Semarang.
"Satu minggu di Semarang, (Darso) dijemput oleh orang yang diduga anggota dari Satlantas Polres Yogyakarta. Datang mereka pakai mobil, yang tiga turun, menanyakan kepada istri korban apakah benar ini alamat Pak Darso," ucap Antoni.
Orang-orang yang diduga anggota Satlantas Polresta Yogyakarta itu mendatangi rumah Darso pada pagi hari tanggal 21 September 2024, sekitar pukul 06:00 WIB. Kala itu, istri Darso, Poniyem (42 tahun), tanpa menaruh kecurigaan apa pun, mengonfirmasi kepada orang-orang yang mendatangi rumahnya bahwa betul Darso tinggal di sana. Poniyem kemudian memanggil suaminya.
"Istrinya masuk, korban keluar. Istri keluar lagi, (Darso) sudah tidak ada. Artinya korban ini dibawa tanpa surat penangkapan, tanpa surat tugas, tanpa surat apa pun," kata Antoni.
Dia menambahkan, dua jam kemudian, tiga orang yang sebelumnya sudah mendatangi kediaman Darso, muncul lagi bersama ketua RT. Mereka mengabarkan kepada Poniyem bahwa Darso sudah berada di Rumah Sakit Permata Medika Ngaliyan.
Antoni mengungkapkan, setelah sempat ditangani di IGD, Darso kemudian masuk ruang ICU selama tiga hari. Darso selanjutnya menjalani perawatan di ruang rawat inap selama tiga hari. "Pulang ke rumah, dua hari di rumah, korban meninggal dunia," kata Antoni.
Darso pulang ke rumah pada 27 September 2024. Dia meninggal dunia pada 29 September 2024. "Sebelum meninggal dunia, korban mengatakan bahwa dia tidak terima, dia minta keadilan, dia dihajar, dipukuli oleh orang-orang tadi. Diduga (pelakunya) tiga sampai enam orang tadi. Pemukulannya di Mijen," ucap Antoni.
Dia mengungkapkan, Darso menceritakan kepada adiknya bahwa dia dipukuli di sekitar perut. Poniyem juga menyampaikan kepada Antoni bahwa terdapat luka lebam pada wajah suaminya.
Dia mengungkapkan, dalam pelaporannya, pihak keluarga hanya melaporkan satu orang. "Sementara saya menyebut satu nama. Tapi diperkirakan pelakunya enam," ujarnya seraya menambahkan bahwa terlapor berinisial I, anggota Satlantas Polresta Yogyakarta.
I dilaporkan dengan tuduhan tindak penganiayaan berencana yang menyebabkan kematian dan dugaan tindak pidana pengeroyokan. "Sebagaimana diatur Pasal 355 ayat (2) KUHP juncto Pasal 170 ayat (2) angka 3," kata Antoni.