Mengenal Kebijakan Fiskal Ala Rasulullah

Sejak zaman Nabi dan Khulafaur rasyidin, kebijakan fiskal islami sudah dipraktikkan.

Republika/Mardiah
ILUSTRASI Rasulullah SAW
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan fiskal telah lama dikenal dalam teori ekonomi Islam, yaitu sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, yang di kemudian hari dikembangkan oleh para ulama. Ibnu Khaldun (1404) mengajukan solusi atas resesi dengan cara mengecilkan pajak dan meningkatkan pengeluaran pemerintah.

Baca Juga


Pemerintah adalah pasar terbesar, ibu dari semua pasar, dalam hal besarnya pendapatan dan penerimaannya. Jika pasar pemerintah mengalami penurunan, wajar bila pasar yang lain pun akan ikut menurun, bahkan dalam agregat yang lebih besar.

Pengamat ekonomi syariah, Adiwarman Karim, dalam bukunya, Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer, menulis ihwal kehebatan Abu Yusuf (798 H). Ilmuwan Muslim dari abad kedelapan Hijriyah itu merupakan ekonom pertama yang secara perinci menulis tentang kebijakan ekonomi. Pemikiran-pemikirannya tertuang dalam kitab Al-Kharaj. Isinya antara lain menjelaskan perihal tanggung jawab ekonomi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Menurut Adiwarman, di zaman Rasulullah SAW, sisi penerimaan pendapat untuk kepentingan umum---katakanlah sebagai: "APBN" pada masa beliau---terdiri atas hal-hal berikut: kharaj (sejenis pajak tanah); zakat; kums (pajak 1/5); jizyah (sejenis pajak atas badan orang non-Muslim); dan penerimaan lain-lain (semisal kafarat atau denda).

Adapun sisi pengeluaran terdiri atas penggelontoran dana untuk kepentingan dakwah, pendidikan dan kebudayaan, iptek, pertahanan dan keamanan, kesejahteraan sosial, serta belanja pegawai.

Penerimaan zakat dan kums dihitung secara proporsional berdasar persentase, bukan nilai nominal. Dengan demikian, hasilnya akan menstabilkan harga dan menekan inflasi ketika permintaan agregat lebih besar daripada penawaran agregat.

Sistem zakat perniagaan tidak akan memengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat dihitung dari hasil usaha. Berbeda dengan hal tersebut, saat ini PPN dihitung atas dasar harga barang. Dengan demikian, harga barang bertambah mahal dan jumlah yang ditawarkan lebih sedikit.

Di zaman Khulafaur Rasyidin, begitu banyak contoh nyata pengelolaan dana rakyat yang baik. Di zaman Umar bin Khattab RA, penerimaan Baitul Maal mencapai 160 juta dirham. Di sisi pengeluaran, Umar memerintahkan Amr bin Ash, gubernur Mesir, untuk membelanjakan sepertiga APBN untuk membangun infrastruktur.

APBN di zaman-zaman para teladan tersebut jarang mengalami defisit. Dengan ketiadaan defisit, tidak ada uang baru yang dicetak dan inflasi tidak akan terjadi (karena adanya ekspansi moneter).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler