Menteri Trenggono: Pagar Laut Tangerang Ganggu Objek Vital Nasional
KKP tetap melanjutkan proses investigasi dan pemeriksaan terhadap pagar laut.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA–Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan bahwa pagar laut mempunyai dampak negatif kepada ekosistem laut dan objek vital negara. Hal tersebut ia sampaikan di hadapan Komisi IV DPR RI di Senayan, Kamis (23/1/2025).
"Pemagaran laut yang dilakukan tersebut memberikan dampak negatif terhadap ekosistem perairan laut, mempersempit daerah penangkapan ikan, merugikan nelayan dan pembudidaya serta mengganggu operasional PLTU Banten 03 dan PLTU PLTGU Muara Tawar Bekasi yang merupakan objek vital nasional," kata Trenggono, Kamis (23/1/2025).
Mengingat dampak tersebut, KKP melanjutkan proses investigasi dan pemeriksaan terhadap pembangunan pagar laut. Penyegelan oleh polsus KKP telah dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
"Kedua konsolidasi dan koordinasi dengan kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah untuk pengendalian pemanfaatan ruang laut secara nasional mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Selain itu, Trenggono juga menyampaikan bahwa proses penanganan yang dilakukan oleh KKP telah mempertimbangkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu unclos 1982 pasal 2 pasal 3 pasal 4 pasal 5 pasal 47 pasal 48 pasal 50 pasal 55 dan pasal 76.
Aturan itu memberikan hak kepada negara pantai untuk mengukur zona maritimnya termasuk di dalamnya laut teritorial perairan pedalaman perairan kepulauan zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen.
Selanjutnya, Trenggono juga menyebut Indonesia sebagai negara pantai mengatur hak pemanfaatan perairan pesisir untuk usaha Kelautan dan Perikanan di Indonesia dalam bentuk hak pengusahaan perairan pesisir melalui undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Keputusan mahkamah konstitusi nomor 3/puu 8/2010 yang ditetapkan tanggal 9 Juli 2011 menyatakan bahwa hak pengusahaan perairan pesisir tidak sesuai dengan undang-undang dasar 1945 sehingga paradigma hukum pemanfaatan ruang laut berubah dari rezim hak menjadi rezim perizinan pemanfaatan ruang laut.
Hal ini selanjutnya diatur melalui undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Kemudian, berdasarkan pasal 18 dan 19 undang-undang cipta kerja pemanfaatan ruang laut secara menetap di wilayah perairan dan yurisdiksi wajib memiliki kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut KKPRL.
"Sehingga pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki (KKPRL) adalah tindakan pelanggaran hukum yang sanksinya mengedepankan sanksi administratif," katanya.