Lautan Massa Gaza Utara, Pengamat Zionis: Netanyahu Semakin Terlihat Berbohong

Warga Palestina berbondong-bondong kembali ke Gaza Utara.

AP Photo/Abdel Kareem Hana
Seorang anak Palestina tersenyum saat berjalan kaki pulang kembali menuju rumah mereka di Jalur Gaza Utara, Senin (27/1/2025). Ribuan warga Palestina untuk pertama kalinya kembali ke rumah mereka di wilayah Gaza Utara yang sebelumnya ditutup oleh Israel.
Rep: Lintar Satria Zulfikar Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Media Israel mengomentari pemandangan dan gambar warga Palestina yang kembali ke Jalur Gaza utara melalui penyeberangan Netzarim, dan menekankan bahwa hal tersebut "merusak ilusi kemenangan mutlak."

Baca Juga


Pengamat militer di surat kabar Haaretz, Amos Harel, menulis bahwa gambaran massa Palestina yang melintasi Koridor Netzarim dengan berjalan kaki menuju sisa-sisa rumah mereka di Gaza utara “sebagian besar mengungkapkan berakhirnya perang antara Israel dan Hamas.”

Harel menambahkan bahwa foto-foto yang diambil kemarin, Senin, "juga menjadi bukti kebohongan tentang kemenangan mutlak yang telah disebarkan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para pendukungnya selama berbulan-bulan."

Dia menunjukkan bahwa “Netanyahu menolak, sepanjang sebagian besar perang, untuk membahas pengaturan hari berikutnya di Jalur Gaza, sehingga dia tidak setuju untuk memberikan ruang bagi partisipasi Otoritas Palestina di Gaza. Netanyahu juga memaksakan skenario imajiner bagi kekalahan menyeluruh Hamas,” sementara “sekarang Netanyahu dan kroninya melakukan tawar-menawar politik.”

Adapun bagi Hamas, “pembebasan tahanan, terutama yang diputuskan terkait masalah yang terjadi pada tahanan Erbil Yehud, merupakan konsesi taktis yang mendukung langkah strategis, yaitu kembalinya penduduk ke Jalur Gaza utara. Juga mencegah dimulainya kembali pertempuran, yang kemungkinan besar akan menjadi keputusan permanen.” Keputusan akhir mengenai hal ini ada di tangan Presiden AS Donald Trump, sehingga pertemuan yang direncanakan antara dia dan Netanyahu tampaknya sangat menentukan.

 

Dia menjelaskan bahwa dalam gambaran besarnya, “langkah strategis yang diwakili oleh kembalinya penduduk ke Jalur Gaza utara dan ke rumah mereka yang hancur, setelah itu akan sulit bagi Israel untuk melanjutkan perang dan mengevakuasi kembali warga sipil dari wilayah tersebut. Akan melakukan invasi, bahkan jika perjanjian tersebut gagal pada akhir fase pertama.

Tidak ada resolusi

Dalam konteks ini, Harel mengatakan, “Hamas menerima pukulan militer yang besar dalam perang tersebut, dan tampaknya merupakan pukulan paling parah yang pernah dilakukan tentara Israel terhadap musuh sejak pendiriannya,” namun demikian, “tidak ada resolusi di sini.”

Dia menekankan bahwa hal ini "adalah sumber dari janji-janji yang dibuat oleh Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang tetap mempertahankan posisinya meskipun dia menentang kesepakatan tahanan, mengenai perang lagi secepatnya."

 

Namun kenyataannya jauh dari itu, karena isu kelanjutan perang “hampir tidak bergantung pada Netanyahu, dan tentu saja bukan pada mitra-mitranya di sayap kanan.” Sebaliknya, “keputusan akhir ada di tangan Trump.” .”

Dia menunjukkan bahwa "Trump menyukai ambiguitas dan ketidakjelasan, sampai dia mengambil keputusan." Karena alasan ini "sangat sulit untuk memprediksi perilakunya." Namun menurut indikator yang ia tinggalkan dalam beberapa pekan terakhir, “dasar kepentingannya bukanlah melanjutkan perang, namun mengakhirinya.”

Saat ini, “tampaknya ini adalah arah tekanan yang akan diberikan Trump terhadap Netanyahu: menyelesaikan kesepakatan tahanan, kesepakatan besar Amerika-Saudi-Israel, dan mungkin juga mengakui, hanya sekedar kata-kata, visi masa depan untuk membangun Israel dan negara Palestina.”

Masalah kesehatan

Kesehatan menjadi salah satu tantangan terbesar rakyat Palestina setelah dapat kembali pulang ke Gaza. Hampir semua rumah sakit dan klinik hancur. Jutaan ton puing-puing mengandung racun, bom dan ranjau yang belum meledak serta jenazah-jenazah manusia yang belum dikubur membayangi kepulangan mereka.

Serangan Israel yang berlangsung selama 15 bulan menewaskan lebih dari 47 ribu orang dan memaksa 90 persen populasi mengungsi. Mengubah Gaza menjadi kota mati. Air bersih langka dan saluran air yang sangat penting dalam melindungi kesehatan warga, rusak parah, menimbulkan kekhawatiran penyebaran penyakit.

Kelompok-kelompok bantuan bergegas menyalurkan makanan dan kebutuhan pokok selama gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Pakar manajemen kesehatan global dan peneliti tamu FXB Center of Health and Human Rights di Harvard, Yara Asi mengatakan selama satu tahun lebih warga Gaza tidak memiliki akses semua perawatan yang dibutuhkan.

 

"Seperti apa bentuknya di masa depan dan jangka panjang?" kata Yara Asi, Senin (27/1/2025).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sebagian besar dari 36 rumah sakit di Gaza rusak atau hancur akibat bom Israel. Hanya sebagian yang masih bisa beroperasi dengan kapasitas setengahnya. Hampir dua pertiga klinik kesehatan tutup.

Sehingga hampir mustahil merawat semua orang yang membutuhkan perawatan darurat maupun perawatan jangka-panjang. Termasuk sekitar 30 ribu orang yang membutuhkan rehabilitasi untuk "luka yang mengubah hidup" seperti amputasi.

WHO mengatakan saat semuanya sudah aman, mereka akan bekerja sama dengan organisasi lain untuk memberikan layanan prioritas seperti perawatan darurat, perawatan kesehatan dasar dan kesehatan jiwa. Termasuk menambah jumlah kasur di rumah sakit di utara dan selatan Gaza, membawa kontainer yang dimodifikasi untuk membantu merawat pasien yang rumah sakit atau klinik yang rusak.

WHO menambahkan lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan juga membutuhkan tenaga baru karena kekurangan karyawan. Yara Asi dan pakar-pakar lainnya mengatakan sebagian besar peralatan kesehatan rusak sementara sangat sulit dan mahal untuk mengimpornya.

"Bagaimana rakyat Palestina mengimpor peralatan medis canggih dan mahal yang membuat rumah sakit lebih dari sekedar bangunan, itu akan membutuhkan waktu bertahun-tahun," kata Yara Asi.


 

Israel menuduh Hamas bertanggung jawab atas hancurnya sistem kesehatan di Gaza. Israel menuduh pejuang Hamas bersembunyi di dalam rumah sakit. Dalam gencatan senjata kali ini Israel meningkatkan pasokan bantuan kemanusiaan yang boleh masuk ke Gaza.

Namun tidak mengumumkan akan berhenti menyerang secara permanen. Israel juga tidak mengungkapkan rencana pasca-perang yang termasuk rekonstruksi dan membersihkan puing-puing di Gaza.

WHO mengatakan satu perempat dari sekitar 110 ribu orang yang terluka mengalami "luka yang mengubah hidup" termasuk 12 ribu orang yang harus segera dievakuasi untuk mendapatkan perawatan dari spesialis. Dokter bedah anak dari Dubai yang menjadi sukarelawan di Gaza, Marc Sinclair mengatakan ribuan anak kehilangan anggota tubuh dan membutuhkan perawatan jangka-panjang serta prostetik.

Ia mengatakan lembaga amal yang turut ia dirikan, Little Wings Foundation, akan bermitra dengan Palestinian Children’s Relief Fund dan perusahaan prostetik Jerman memasok kontainer yang dapat diubah menjadi bengkel. Mereka berharap untuk mulai melatih dokter dan membuat prostetik di Tepi Barat dan memindahkan operasi ke Gaza saat mereka mampu.

"Jumlah korban luka sangat besar sehingga tugas yang perlu diselesaikan sangat banyak, kami membicarakan anak-anak yang tidak hanya membutuhkan satu amputasi tapi beberapa amputasi," kata Sinclair.

Yara Asi dari Harvard mengatakan ribuan orang mengalami cedera trauma seperti gegar otak yang membutuhkan perawatan jangka panjang serta para pasien yang membutuhkan bantuan kesehatan rutin.

 

"Di beberapa kasus selama satu tahun lebih mereka tidak dapat mengakses layanan kesehatan atau obat-obatan," katanya.

Yara Asi yang juga Palestine Program for Health and Human Rights mengatakan kelangkaan air bersih, rusaknya sistem sanitasi, terlewatkannya vaksinasi menjadi kondisi ideal untuk penularan penyakit. Ia mengatakan anak-anak Gaza yang sebagian besar mengalami malnutrisi dan trauma menjadi kelompok yang paling mengkhawatirkan.

Gaza mengalami wabah polio untuk pertamanya kalinya dalam beberapa dekade terakhir. Yara Asia mengatakan hal ini menunjukkan baik anak-anak maupun orang dewasa berisiko terserang penyakit menular.

Ia mengatakan warga menggambarkan mereka tinggal berdesak-desakan, tidak memiliki peralatan kebersihan sementara sampah berserakan di jalanan.

“Ini benar-benar merupakan bencana kesehatan dari segala aspek,” katanya.

Yara Asia menambahkan telah terjadi wabah infeksi saluran pernapasan di tenda-tenda pengungsian dan tempat penampungan. Selain itu banyak warga yang mengalami ruam kulit dan infeksi yang tidak terdiagnosis.

Para pakar mengatakan warga Palestina yang pulang ke rumah mereka di Gaza berisiko mengalami masalah pernapasan atau menyentuh puing-puing yang mengandung racun kimia, asbes dan jenazah manusia serta bom atau bahan peledak yang belum meledak.

Pada Senin kemarin tercatat puluhan ribu orang kembali ke rumah mereka di Gaza utara yang masuk dalam gencatan senjata. Mereka menemukan rumah mereka tinggal puing-puing.

Juru bicara Program Lingkungan PBB mengatakan sangat penting bergerak cepat untuk mengidentifikasi dan mengatasi bahaya lingkungan untuk "mencegah warga yang pulang terpapar polusi berbahaya." Juru bicara itu menambahkan Program Lingkungan PBB berencana memulai asesmen di lapangan dalam dua atau tiga bulan ke depan.

Ketua dewan Koalisi Konvensi Senjata Kimia Paul Walker mengatakan prioritas pertama adalah membentuk tim khusus untuk mencari dan membersihkan persenjataan yang belum meledak, kemudian memeriksa udara, air, dan tanah untuk mencari zat-zat beracun.

“Saya tahu warga ingin sekali segera membangun kembali rumah mereka, (tetapi hal itu) bisa sangat berbahaya, saya pikir kita harus memperkirakan ketika warga bekerja di reruntuhan, pasti akan ada yang terluka dan meninggal," katanya.

Yara Asi mengatakan mungkin sulit untuk meyakinkan warga untuk menunda kepulangan mereka, kata Asi. Ia mengatakan ia melihat video yang menunjukkan karavan warga berjalan menuju rumah mereka.

"Dalam beberapa kasus mengetahui tidak ada yang menunggu mereka kecuali hanya ingin kembali ke tanah untuk mengambil jenazah orang yang mereka cintai atau untuk melihat apakah rumah mereka selamat atau apa yang tersisa dari rumah mereka," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler