Tunggakan Sritex ke Kantor Pajak dan Bea Cukai Capai Ratusan Miliar

Tim Kurator PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) telah menerbitkan daftar piutang tetap.

ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Buruh mengendarai sepeda keluar dari pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (24/10/2024).
Rep: Kamran Dikarma Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Tim Kurator PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) telah menerbitkan daftar piutang tetap (DPT) kepada perusahaan tekstil pailit tersebut, Jumat (31/1/2025). Dalam DPT tersebut terungkap bahwa Sritex memiliki tunggakan senilai ratusan miliar rupiah ke kantor pajak serta bea dan cukai.

Baca Juga


Tunggakan pajak Sritex berada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sukoharjo senilai Rp 28,64 miliar dan Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Empat sebesar Rp 373,78 miliar. Totalnya mencapai lebih dari Rp 402 miliar.

Sementara tunggakan Sritex kepada pihak bea dan cukai tersebar di beberapa tempat. Pertama di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) B Surakarta sebesar Rp 189,22 miliar. Kemudian di KPPBC TMP A Semarang sebesar Rp3 56,94 juta dan Rp 4,92 miliar.

Tagihan terhadap Sritex juga tercatat di Kantor Wilayah Ditjen Bea dan Cukai Jawa Tengah dam DIY sebesar Rp 995,63 juta. Dengan demikian, total tunggakan Sritex kepada otoritas bea dan cukai mencapai lebih dari Rp 195 miliar.

Jumlah kreditur yang tercantum dalam DPT kepada Sritex adalah 1.654 kreditur. Dalam DPT tertera nilai tagihan yang diajukan kreditur kepada Tim Kurator Sritex, yakni sebesar Rp 35,72 triliun. Sementara nilai tagihan yang diakui adalah Rp 29,88 triliun.

Nilai tagihan kreditur yang diakui Tim Kurator Sritex terdiri dari kreditur preferen sebesar Rp 619,59 miliar, kreditur separatis sebesar Rp 919,77 miliar, dan kreditur konkuren sebesar Rp 28,34 triliun.

Sementara nilai tagihan kreditur preferen, separatis, serta konkuren yang ditolak Tim Kurator masing-masing sebesar Rp 50,25 miliar, Rp 2,89 triliun, dan Rp 1,38 triliun. Totalnya yakni Rp 4,32 triliun.

Sebelumnya Tim Kurator telah menolak 83 tagihan piutang kreditur Sritex dan tiga anak perusahaannya selaku debitur pailit. Di antara tagihan yang ditolak, terdapat perusahaan terafiliasi bos Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto.

 

Berdasarkan dokumen tagihan yang dilihat Republika ketika rapat kreditur Sritex digelar di Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang pada Kamis (30/1/2025), total nilai tagihan kepada Sritex yang ditolak adalah sebesar Rp 199.988.112.356. Salah satu tagihan yang ditolak berasal dari PT Golden Nusajaya.

PT Golden Nusajaya mempunyai tiga pokok piutang dengan nilai total Rp 651,60 juta. "Tagihan ditolak dikarenakan kreditur merupakan afiliasi dari para debitur pailit yaitu Iwan Setiawan selaku pemegang saham terbesar dan menjabat komisaris, kemudian Iwan Kurniawan menjabat direktur utama," demikian bunyi keterangan dari dokumen daftar piutang kreditur yang ditolak Tim Kurator Sritex.

Tim Kurator Sritex juga menolak tagihan dari PT Multi International Logistic dengan nilai piutang plus bunga sebesar Rp61,02 miliar. "Tagihan ditolak karena underlying dari debitur kepada kreditur adalah perbuatan ilegal. Hal itu berdasarkan Surat Persetujuan Perpanjangan Kredit dari Bank INA kepada kreditur pada poin Persyaratan Umum Lainnya angka 1 yang menyebutkan bahwa debitur menggunakan fasilitas kredit dari bank hanya untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam tujuan penggunaan kredit, bukan untuk penggunaan lainnya," demikian bunyi keterangan pada dokumen.

Keterangan terkait penolakan tagihan PT Multi International Logistics menambahkan bahwa tagihan kepada PT Sri Rejek Isman, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya tidak dapat menunjukkan bukti tagihan yang jelas berupa PO, Invoice, dan/atau Perjanjian Kerja Pengiriman Barang.

Tagihan kreditur lainnya yang ditolak Tim Kurator Sritex berasal dari PT Jaya Kencana sebesar Rp 36,48 juta. "Tagihan ditolak karena pemasangan unit AC di rumah dinas Banjarsari bersifat pribadi," kata kurator dalam dokumen tagihan piutang yang ditolak.

Tim Kurator juga menolak tagihan dari PT Eterno System Indonesia sebesar Rp 209,98 juta. "Terdapat transaksi setelah pailit dan terdapat invoice yang tidak diperlihatkan aslinya sebesar Rp 44.458.000," ungkap kurator.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler