Polemik Gas LPG 3 Kg, Ketum MUI Minta Kebijakan Pemerintah Jangan Jadi Sumber Keresahan

Agama tak membolehkan untuk melakukan monopoli dalam jual beli gas melon.

Dok Republika
Ketua Umum MUI, KH Anwar Iskandar dan Sejumlah Pengurus MUI dalam Acara Halal Bihalal 2024, di Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Rep: Muhyiddin Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah telah resmi melarang penjualan gas elpiji 3 kilogram (Gas Melon) melalui pengecer, mulai 1 Februari 2025.

Baca Juga


Kebijakan tersebut didasarkan pada surat edaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Nomor B-570/MG.05/DJM/2025, tentang penyesuaian ketentuan pendistribusian tabung LPG 3 kilogram di subpenyalur (pangkalan).

Kebijakan itu sebenarnya untuk memastikan subsidi gas melon tepat sasaran sehingga dijual sesuai harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan, yakni Rp 18 ribu per tabung. 

Namun, kebijakan tersebut justru menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, gas melon menjadi langka hingga membuat masyarakat harus antre panjang ketika membelinya. Bahkan, ada masyarakat yang meninggal dunia karena mengantre. 

Menanggapi polemik ini, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Anwar Iskandar menjelaskan, pada prinsipnya pemerintah harus melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan pokok yang amat sangat dibutuhkan.

"Nah, kasus gas melon ini butuh kebijakan dan kehadiran pemerintah dalam menangani masalah ini, supaya tidak menjadi sumber keresahan yang menjarah ke mana-mana," ujar Kiai Anwar kepada Republika saat ditemui usai menghadiri acara Sarasehan Ulama NU di Jakarta, Selasa (4/2/2025). 

 

Warga antre membeli gas 3 kilogram di Jalan Rajawali, Kota Bandung, Selasa (4/2/2025). Masyarakat beberapa hari terakhir ini kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg setelah ada aturan yang melarang warung pengecer untuk menjual LPG 3kg. - (Edi Yusuf)

Dia pun mendesak kepada pemerintah untuk segera mencabut sebuah kebijakan yang hanya membolehkan masyarakat untuk membeli gas melon di pangkalan resmi. Menurut dia, kebijakan pendistribusian gas melon harus dikembalikan ke semula, yakni ke toko pengecer. 

"Kalau itu sudah diselesaikan oleh kebijakan pemerintah, (maka situasinya akan) kembali lagi. Jangan dipertahankan sebuah kebijakan yang akhirnya menimbulkan kemudharatan kepada masyarakat," ucap Kiai Anwar. 

Di samping itu, dia juga menegaskan bahwa agama tidak membolehkan melakukan monopoli  dalam jual beli gas melon. Menurut dia, orang-orang kaya tidak berhak mengkonsumsi gas melon bersubsidi. 

"Monopolistis itu tidak dibolehkan, tidak dibenarkan oleh agama. Agama mengatakan, ekonomi tidak boleh berputar-putar hanya di antara orang-orang kaya," kata dia. 

"Jadi tidak boleh kemudian kebijakan pemerintah hanya berpihak kepada pengusaha kuat, apalagi ini kebutuhan pokok. Ya jadi mesti dicabut lah," jelas Kiai Anwar.

Sejarah perjalanan LPG 3 kilogram. - (Infografis Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler