AS Usulkan Rencana Gencatan Senjata Baru di Gaza Selama Ramadhan dan Passover

Hamas belum mengambil keputusan atas usulan AS itu, sementara Israel menerima.

Kantor Perdana Menteri Israel
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan utusan Presiden terpilih AS Donald Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff di kantornya di Yerusalem, 11 Januari 2025.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan usulan Amerika Serikat soal rencana baru gencatan senjata sementara di Jalur Gaza, Palestina, selama bulan Ramadhan dan perayaan Passover. Dalam laporan RIA Novosti, Ahad (2/3/2025), Israel akan menerima rencana Utusan Khusus Presiden AS Steve Witkoff untuk gencatan senjata sementara selama periode Ramadhan dan Passover itu.

Baca Juga


Sikap Israel terhadap rencana baru AS itu diambil setelah digelar diskusi keamanan yang dipimpin PM Netanyahu dan dihadiri menteri pertahanan, pejabat senior Kementerian Pertahanan, dan tim perunding menyusul berakhirnya 42 hari gencatan senjata Gaza. Ramadhan 1446 Hijriah dimulai pada 28 Februari dan berakhir pada 29 Maret, sedangkan Passover Yahudi akan dirayakan dari 12 hingga 19 April.

Rencana baru gencatan senjata yang diusulkan AS itu menyerukan pembebasan separuh sandera Israel, baik yang hidup maupun yang mati, dari Gaza pada hari pertama pelaksanaannya. Dan jika kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai, seluruh korban penculikan yang tersisa, baik yang hidup maupun yang mati, akan dibebaskan.

"Witkoff mengajukan rencana ini untuk memperpanjang gencatan senjata setelah dia menyimpulkan bahwa pada tahap ini tidak mungkin mengatasi perbedaan antara kedua pihak untuk mengakhiri perang dan bahwa waktu tambahan dibutuhkan untuk merundingkan gencatan senjata permanen," sebut kantor PM Netanyahu.

Kantor PM Israel itu menekankan bahwa Tel Aviv telah setuju dengan rencana baru AS atas kembalinya korban penculikan. Sedangkan, gerakan perjuangan kemerdekaan Palestina Hamas masih belum menerima rencana tersebut.

"Jika Hamas mengubah posisinya, Israel akan segera melakukan negosiasi mengenai semua rincian rencana Witkoff," kata kantor PM Israel itu.

Rencana baru tersebut juga berisi poin persetujuan AS bahwa Israel dapat melanjutkan permusuhan setelah 42 hari jika dianggap negosiasi untuk gencatan senjata permanen tidak efektif, kata kantor PM Netanyahu menambahkan. 

 

Poin Kesepakatan Gencatan Senjata - (Republika)

 

 

Kelompok militan Hamas tegas menolak proposal terbaru dari AS terkait gencatan senjata di Gaza. Penolakan Hamas itu kemudian direspons Perdana Menteri Israel Banjamin Netanyahu dengan mencegah arus bantuan kemanusian masuk Gaza.

Hamas dikutip Mehr News, pada Ahad (2/3/2025) merespons keputusan Netanyahu sebagai tindakan, "pemerasan tak berguna, sebuah kejahatan perang dan pelanggaran jelas terhadap perjanjian gencatan senjata."

Hamas pun mendesak mediator internasional dan pemimpin dunia untuk menekan Israel agar menghentikan aksi tidak berprikemanusiaan terhadap rakyat Palestina di Gaza. Hamas menilai, pemerintahan Netanyahu secara sengaja merusakan rpses perdamaian dengan menolak patuh pada syarat-syarat dari perjanjian gencatan senjata.

Hamas juga mengutusk rezim Tel Aviv yang memutarbalikkan fakta bahwa Hamas yang melakukan pelanggaran perjanjian. Mereka menuding Netanyahu, setelah gagal meraih tujuan perangnya pada 15 bulan terakhir, sekarang berusaha memanipulasi lanskap politik.

Pemerintahan Netanyahu, menurut Hamas, menolak Klausul 14 dari perjanjian, yang mana menetapkan keberlanjutan proses dari tahap satu ke dua dari perjanjian gencatan senjata. Hamas juga meminta AS untuk menghentikan dukungan biasnya terhadap kebijakan Netanyahu.

"Segala upaya untuk mengabaikan Palestina akan gagal," Hamas menegaskan.

Hamas menegaskan berkomitmen untuk merampungkan tiga tahap perjanjian gencatan senjata. Saat ini, mereka siap untuk melanjutkan negosiasi tahap ketiga. Hamas mengingatkan, Netanyahu dan kabinetnya bertanggung jawab atas pelanggaran perjanjian dan kecerobohan tindakan bisa berujung pada meningkatnya kembali eskalasi kekerasan.


 

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyerukan kepada Israel dan Hamas agar senantiasa "menahan diri" menyusul berakhirnya masa kesepakatan gencatan senjata tahap pertama. Dalam pernyataan yang disampaikan juru bicaranya itu, Sabtu (1/3/2025), Guterres menegaskan pentingnya mencegah peperangan kembali pecah karena dapat menimbulkan konsekuensi "mengerikan".

"Enam pekan terakhir ini telah memberi keamanan yang rentan namun penting, sehingga memberi sedikit kelegaan bagi rakyat Palestina maupun Israel," sebut pernyataan tersebut.

Sekjen PBB mendorong semua pihak agar berupaya mencapai gencatan senjata fase selanjutnya seraya menegaskan bahwa gencatan senjata permanen dan pembebasan seluruh sandera adalah penting bagi mencegah eskalasi.

"Sekretaris Jenderal terus mendorong pembebasan seluruh sandera secara bermartabat sesegera mungkin dan tanpa syarat," sebut pernyataan itu.

Ia juga menyoroti pentingnya memastikan bantuan kemanusiaan dan keselamatan rakyat sipil, pekerja kemanusiaan, dan orang-orang lainnya yang harus dilindungi. Lebih lanjut, Sekjen PBB mendesak supaya segera dilakukan deeskalasi ketegangan di Tepi Barat yang diduduki Israel.

"PBB siap mendukung seluruh upaya tersebut," sebut pernyataan PBB itu.

Kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan sejak pertengahan Januari lalu menghentikan sementara perang genosida Israel di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 48.360 warga dan mengakibatkan kehancuran besar di wilayah kantong Palestina tersebut.

 

sumber : Antara, Sputnik-OANA, Anadolu
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler