Tiga Strategi Hamas yang Buat Israel Rugi Besar

Hamas akan terus melawan Israel hingga titik darah penghabisan.

Anggota pasukan keamanan Hamas.
AP/Adel Hana
Anggota pasukan keamanan Hamas.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Meski dibombardir habis-habisan, pasukan Hamas di Gaza terus beroperasi dalam senyap. Mereka menghabisi pasukan Israel secara diam-diam, sehingga militer Israel mengalami kerugian besar.

Bukan saja kehancuran dan kekurangan persenjataan, militer Israel juga mengalami kekurangan sumber daya manusia dan mental. Bayangkan, banyak pasukan membangkang perintah atasan yang memerintahkan mereka bertempur di Gaza. Pasukan lebih memilih mengabaikan hal itu dan malah menandatangani petisi penghentian perang yang merupakan ambisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Juga petisi membebaskan sandera yang ditahan Hamas.

Surat kabar Israel Maariv mengonfirmasi bahwa begitu banyak kesulitan terjadi di internal militer Israel beberapa waktu lalu. Jalur Gaza utara menjadi neraka yang menyiksa tentara zionis, sehingga mengakibatkan satu tentara tewas dan lima lainnya terluka parah. Kerugian yang dialami Israel membuktikan doktrin tempur Hamas berikut ini efektif melemahkan militer Israel yang dikenal termasuk yang kuat di dunia.

Pertama, jebakan

Hamas menyebar ranjau-ranjau yang mampu menghancurkan kendaraan tempur Israel. Ranjau itu dipasang di daerah yang sering dilewati tentara Israel. Setelah ranjau dipasang, beberapa waktu kemudian rombongan pasukan Israel, termasuk yang mengendarai tank dan alat berat, datang. Saat itulah semuanya meledak....Duar....

Kedua, senjata anti-tank

Senjata antitank dan kendaraan lapis baja yang diproduksi Hamas tergolong unik. Cara kerjanya hampir mirip dengan bom antibungker. Misil yang diluncurkan akan terlebih dahulu menjebol lapisan baja. Kemudian penetrasi ke lapisan berikutnya dan meledak. Bentuknya seperti RPG tapi memiliki moncong bagian depan.

Pasukan antitank Hamas biasanya mengincar dimana tank Israel berada. Ketika posisinya sudah diketahui dan terbaca pergerakannya. Personel antitank secara diam-diam akan beroperasi. Satu orang dari mereka membaca senjata antitank, memastikan arah tembakan. Setelah sudah pasti, peluru antitank diluncurkan..,Cusss.....Duar...Hancurlah tank Merkava Israel senilai Rp 70-an miliar. Hamas diperkirakan sudah menghancurkan sekitar 1.200 tank Merkava. Jika dihitung, dalam hal tank yang hancur saja, Israel sudah mengalami kerugian lebih dari ratusan triliun rupiah. 

Ketiga, pergerakan melalui terowongan

Pasukan Hamas bergerak dari satu terowongan ke lainnya yang sulit dilacak. Meski Israel sudah mencoba membanjiri terowongan dengan listrik, kenyataannya, masih ada banyak terowongan lainnya yang belum tersentuh. 

Pasukan Hamas terus beraktivitas dari satu terowongan ke lainnya untuk pergerakan seperti mengamankan logistik dan sandera.

Yang terbaru, Hamas membuat jebakan berupa terowongan. Pasukan IDF dipancing masuk ke sana. Setelah berada di dalam, pasukan Hamas meledakkannya...Duar....Habislah itu tentara Israel.

Konsisten bernegosiasi

Selain ketiganya, Hamas juga konsisten dalam bernegosiasi. Permintaan Hamas adalah Israel menarik seluruh pasukan dari Gaza, membuka jalur logistik sehingga bantuan kemanusiaan terdistribusi dengan baik. Warga mendapatkan bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Juga meminta pembebasan semua tahanan warga Gaza yang selama ini ditahan dan disiksa Israel. Sebagai ganti dari semua itu, Hamas akan membebaskan sandera yang selama ini diamankan pasukan Brigade Izzuddin al Qassam.

 

Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh koresponden urusan militernya, Avi Ashkenazi, surat kabar tersebut menjelaskan bahwa Hamas "telah mengembangkan taktik mematikan dan saat ini tengah berupaya mempertahankan sisa kekuatan militernya."

 

 

Ashkenazi juga menekankan bahwa Hamas "mengubah kelemahan militernya menjadi keunggulan taktis, melepaskan tembakan dari jarak jauh, memasang alat peledak, dan segera mundur," sehingga "menghancurkan keseimbangan tentara Israel."

 

Ia menambahkan bahwa Hamas menyadari bahwa "tentara Israel beroperasi dengan intensitas parsial, dan terkadang bahkan kurang, dan karena itu memilih untuk menunggu konfrontasi utama, yaitu pertempuran besar."

Menjelaskan taktik ini, ia mencatat bahwa gerakan tersebut "tidak berusaha untuk terlibat dalam pertempuran langsung dengan tentara, tetapi lebih memilih untuk mundur melalui sistem terowongan, area dan terowongan dengan jebakan, dan menempatkan alat peledak terhadap pasukan. Anggotanya menembak, memantau aktivitas pasukan dan rutinitas pertempuran, menunggu kesempatan yang tepat."

 

Ketika kesempatan datang, para pejuang perlawanan "mengejar pasukan tersebut, menyerang mereka dengan tembakan anti-tank, dan bahkan mendokumentasikan luka-luka mereka," imbuh Ashkenazi.

"Tentara menyadari bahwa pertempuran itu rumit dan rapuh."

Baca Juga


Ketika Hamas melancarkan perang jalanan, "mematuhi rencana dan prosedur sambil menjaga nyawa prajurit telah menjadi upaya yang rumit, karena tidak ada jaminan bahwa ini akan berlanjut untuk waktu yang lama," menurut Maariv.

Sementara operasi di dalam Jalur Gaza bertujuan untuk memberikan tekanan pada Hamas, ini merupakan jalan yang rapuh, sesuatu yang sangat disadari oleh lembaga keamanan, menurut surat kabar tersebut. Menurutnya, "militer" memahami bahwa pertempuran di darat "rumit dan rapuh jika berlangsung terlalu lama."

Surat kabar itu juga mencatat bahwa "eselon militer dan politik menyadari bahwa sejumlah besar korban di kalangan tentara Israel dapat menyebabkan dua operasi berbahaya."

Kedua proses ini diwakili oleh, pertama, "peningkatan tekanan publik mengenai kelayakan misi tersebut," dan, kedua, "mendorong tentara Israel untuk mempercepat laju pertempuran dan melancarkan serangan besar-besaran bahkan sebelum tekanan untuk memulangkan para tahanan telah habis," menurut surat kabar tersebut.

Gencatan senjata

Dalam pertemuan di Istanbul, Sabtu (19/4), Kelompok Parlemen Pendukung Palestina mendesak Knesset Israel mencabut seluruh undang-undang dan inisiatif legislatif yang bertentangan dengan kewajiban Israel berdasarkan hukum internasional.

 

 

Mereka juga menuntut agar otoritas segera memastikan gencatan senjata segera dan permanen untuk pelaksanaan penuh semua tahapan kesepakatan gencatan senjata yang telah diumumkan di Gaza pada 15 Januari lalu.

 

Dalam deklarasi yang dirilis seusai pertemuan para ketua parlemen dari 14 negara, termasuk Turki, Qatar, Uni Emirat Arab, Mesir, Azerbaijan, dan Malaysia, disampaikan: “Kami menyerukan implementasi solusi dua negara secara dapat dipercaya, berkelanjutan, dan tidak dapat dibatalkan, di mana dua negara merdeka dan berdaulat hidup berdampingan dalam damai dan aman, serta terintegrasi dengan kawasan.”

 

Mereka juga menegaskan: “Kami menuntut agar hak kembali bagi para pengungsi Palestina dijamin sesuai kerangka hukum internasional, resolusi Majelis Umum dan Dewan Keamanan PBB yang relevan, serta Inisiatif Perdamaian Arab, demi mewujudkan perdamaian yang adil dan berkelanjutan yang memenuhi hak-hak tak teralienasikan rakyat Palestina.”

Deklarasi itu menambahkan: “Kami meyakini bahwa solusi dua negara adalah satu-satunya pilihan yang layak untuk menjamin keamanan seluruh negara dan bangsa di kawasan ini.”

Sejak Oktober 2023, lebih dari 51.000 warga Palestina -- sebagian besar perempuan dan anak-anak -- telah tewas akibat serangan brutal Israel di Jalur Gaza.

Pada November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang yang dilancarkannya di wilayah tersebut

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler