REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Aswar Hasan, Dosen Fisip Unhas, Makassar dan Komisioner KPI Pusat
Gagasan dan wacana perlunya partai Islam tunggal sebagai wadah aspirasi politik umat Islam Indonesia akhirnya menjadi agenda aksi. Ini bermula dari topik pembicaraan Profesor Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat di Kongres Umat Islam VII, Pangkal Pinang. Ia membahas agenda strategis umat Islam membangun Indonesia maju, adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat.
Dalam pembahasannya yang kemudian menjadi wacana lebih lanjut di kalangan aktivis Islam, Din menyatakan, sudah saatnya umat Islam memiliki partai Islam tunggal sebagai wadah aspirasi dan memperjuangkan kepentingan umat Islam. Dalam penjelasannya, Din menyatakan, politik merupakan bidang paling krusial bagi umat. Politik merupakan faktor penentu keberadaan suatu kelompok dalam kehidupan nasional, menjadi sarana efektif merebut posisi strategis di arena nasional.
Sementara itu, posisi politik umat Islam masih lemah. Terjadi kesenjangan antara angka demografis umat Islam dan perolehan partai-partai Islam atau yang berbasis Islam dalam politik elektoral.
Dalam situasi seperti itu, perlu ada terobosan strategis berupa terwujudnya partai politik Islam tunggal yang mempersatukan aspirasi umat Islam yang berserak itu. Lalu, muncul ide partai Islam Masyumi Reborn.
Mengapa Masyumi Reborn?
Ahmad Yani, mantan politikus PPP yang turut aktif merealisasikan Masyumi Reborn, memaknai Masyumi Reborn dari tiga aspek. Pertama, sebagai lahirnya kembali partai Islam Masyumi sebagai wadah pemersatu aspirasi dan perjuangan politik umat.
Dalam sejarah perjuangan politik umat, tercatat dengan tinta emas, Masyumi pernah menjadi wadah pemersatu aspirasi politik umat dari seluruh ormas Islam dan berhasil keluar sebagai pemegang suara terbesar kedua setelah Partai Nasional Indonesia (PNI). Kedua, Masyumi Reborn dimaknai sebagai mengikat kembali. Potensi politik yang pernah bersatu itu dan kini berserakan atau bercerai, kembali ingin dipersatukan dan dikuatkan dalam ikatan politik keumatan.
Bahwa mitos umat Islam tidak bisa bersatu dalam politik, harus dilawan melalui spirit historis Masyumi. Dalam hal ini, spirit historis kegemilangan politik umat Islam Indonesia menjadi dominan dan penting.
Ketiga, meluruskan. Disadari, panggung politik di Indonesia saat ini, tidak menguntungkan bagi kepentingan politik keumatan. Praktiknya jauh dari karakter watak syariat Islam. Realitas politik masa kini adalah sekuleristik dan pragmatis, banyak diwarnai ‘dagang sapi’.