Selasa 21 Apr 2020 18:55 WIB

1,8 Miliar Orang Belum Terjangkau Aplikasi Pelacakan Corona

Sebanyak 1,8 miliar orang di dunia belum menggunakan smartphone.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Apple dan Google ilustrasi
Foto: EYELK.COM
Apple dan Google ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Apple dan Google mungkin telah mengesampingkan persaingan ponsel cerdas mereka untuk membantu melacak penyebaran virus corona. Mereka mengembangkan teknologi pelacakan kontak baru di antara sistem operasi Android dan iOS mereka.

Teknologi ini bisa memberi tahu pengguna smartphone, jika mereka ada di sekitar seseorang yang positif terkena covid-19. Pengembangan teknologi ini dapat mencapai miliaran perangkat.

Baca Juga

Tetapi seiring dengan permasalahan tentang privasi dan apakah cukup banyak orang akan memilih untuk membuat teknologi menjadi efektif, ada rintangan besar lainnya. Yakni, sekitar setengah populasi dunia masih tidak memiliki smartphone.

Kemampuan bluetooth yang ada pada smartphone juga akan diperlukan aplikasi kesehatan masyarakat yang hanya dapat diunduh pada sistem operasi smartphone perusahaan.

“Saya pikir ini sesuai dengan kesenjangan digital yang lebih luas,” kata seorang analis di perusahaan riset Canalys, Vincent Thielke, seperti yang dilansir dari CNN, Selasa, (21/4).

Thielke menambahkan daerah seperti Amerika Latin, India dan Afrika dapat menahan jangkauan global pelacakan kontak. Canalys memperkirakan ada sekitar 4,2 miliar pengguna smartphone di seluruh dunia, dengan 1,8 miliar orang lainnya yang masih menggunakan non-smartphone. Ponsel tersebut dikenal sebagai featur phone

Asosiasi industri GSMA memiliki perkiraan yang lebih konservatif. Menurut mereka hanya 49 persen dari populasi global telah mengakses internet melalui perangkat mobile. Di dalam laporan terbaru ini mencakup kurang dari empat miliar orang.

Pada 2019, ada 5,2 miliar orang di seluruh dunia dengan akses ke segala jenis perangkat seluler. Ini adalah hambatan yang secara tidak proposional akan memengaruhi beberapa wilayah dan populasi.

Sementara adopsi smartphone di Amerika Utara dan Eropa masing-masing sekitar 83 persen dan 76 persen, serta 72 persen di wilayah Cina. Jumlah itu turun menjadi 62 persen untuk seluruh Asia dan 45 persen di Afrika sub-Sahara.

Thielke mengatakan daerah dengan penetrasi ponsel cerdas yang lebih rendah masih dapat memberikan sampel untuk pemodelan yang lebih baik daripada tidak ada yang dilakukan. Tetapi perbedaan demografi dan ekonomi mereka juga dapat memengaruhi hasil. Sebagai contoh, daerah perkotaan dan pedesaan mungkin memiliki adopsi dan penggunaan ponsel cerdas yang sangat berbeda.

Selain itu, Apple dan Google telah mengatakan soal perlindungan privasi. Teknologi pelacakan kontak mereka tidak akan berfungsi, kecuali jika pengguna smartphone memilih untuk mengaktifkannya. Ini dapat menciptakan rintangan tambahan di negara-negara dengan literasi digital yang lebih rendah.

Menurut Thielke, satu batasan penelusuran kontak adalah aplikasi tersebut memilih ikut serta dan persyaratan upaya tambahan dapat menyebabkan kontak tidak terlacak.

Sisi lain, Thielke mengungkapkan Apple dan Google berpotensi mengembangkannya dengan mengintegrasikan teknologi bersama puluhan juta perangkat yang dapat dipakai dan terhubung dengan ekosistem mereka.

“Fakta bahwa Apple dan Google telah mengumpulkan sumber daya mereka untuk memerangi COVID-19 akan menguntungkan mereka dalam jangka panjang dan mereka akan muncul dari pandemi virus corona dengan ikatan yang jauh lebih kuat bersama komunitas medis,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement