REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Sekolah Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto yang baru dilantik, menilai link and match jangan hanya selesai pada MoU. Ia tidak ingin ke depannya konsep link and match hanya menjadi acara resmi yang diberitakan di media massa tanpa tindak lanjut yang jelas.
Mantan Dekan Sekolah Vokasi UGM ini mengatakan, sebenarnya konsep link and match sudah cukup lama dicetuskan dan diupayakan terwujud di Indonesia. Tidak sedikit SMK dan kampus vokasi yang sudah melakukannya.
Ia pun mengingatkan, agar MoU yang sudah dilakukan sekolah vokasi bisa diimplementasikan dengan baik. "MoU tersebut tidak boleh tidur. Prinsipnya harus betul-betul dalam dan berkelanjutan," kata Wikan, Sabtu (9/5).
Kerjasama antara sekolah vokasi dan perusahaan harus memiliki tingkat kedalaman tertentu agar berkelanjutan. Misalnya ditunjukkan dengan kurikulum yang harus sesuai dengan kondisi pekerjaan yang sebenarnya serta didukung industri/user lulusan yang bereputasi.
Selain itu, lanjut dia, program magang minimal satu semester harus dikelola bersama dengan baik dan terkonsep. "Jumlah dosen tamu atau expert dari industri yang mengajar di SMK dan kampus vokasi harus semakin tinggi dan intensif," kata dia menjelaskan.
Tidak hanya dari pihak sekolah vokasi yang menyiapkan diri, namun industri juga harus memiliki komitmen. Komitmen industri dibutuhkan dalam penyerapan lulusan pendidikan vokasi dengan skema penghargaan dan skema karir yang baik.
"Dan masih banyak contoh lainnya, seperti beasiswa industri atau ikatan dinas bagi siswa dan mahasiswa vokasi, bantuan dari industri dalam bentuk donasi alat-alat laboratorium dan sebagainya," kata Wikan.
Lebih lanjut, ia mengatakan, apabila link and match dilakukan dengan komprehensif, keuntungan akan didapatkan kedua pihak. Industri juga akan mendapatkan SDM yang lebih baik, kompeten, dan lebih siap kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan menghadirkan inovasi baru.