REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Tim arkeolog yang melakukan penggalian ruang pemakaman di sekitar Ibu Kota Kairo, Mesir telah menemukan orang yang melakukan pembalseman atau pengawetan jenazah (proses mumifikasi) di masa lalu adalah sosok pebisnis andal. Kesimpulan itu didapatkan setelah diketahui bahwa mereka yang melakukan pekerjaan itu memikat pelanggan dengan penawaran khusus, sesuai dengan anggaran yang dimiliki.
Tidak hanya bekerja untuk para Firaun serta para bangsawan di zaman Mesir Kuno, orang-orang yang menjadi pembalsem ternyata menawarkan jasa pengawetan jenazah yang terdiri atas paket berbeda-beda, tergantung klien yang dimiliki dari berbagai kelas sosial. Hal itu tidak jauh berbeda dengan sekarang, di mana ada berbagai tipe pemakaman yang bisa dipilih masing-masing orang.
Para arkeolog menemukan bukti hal tersebut di Kompleks Workshop Mumifikasi, satu-satunya yang ditemukan sepenuhnya utuh -di Saqqara. Ini adalah sebuah situs sekitar 20 mil selatan Kairo, dekat dengan Piramida Step, yang dianggap sebagai piramida tertua di dunia.
Ruang pemakaman baru di bekas bengkel mumifikasi, yang berasal dari 664-525 Sebelum Masehi (SM) ditemukan. Di sana arkeolog juga menemukan bukti berbagai bahan yang digunakan untuk membalsem jenazah dengan harga yang berbeda.
“Para pekerja pembalsem adalah pengusaha profesional yang menawarkan paket penguburan disesuaikan dengan anggaran," ujar Ramadan Hussein, seorang ahli Mesir Kuno di Universitas Tübingen, Jerman, yang memimpin tim arkeloloh, dalam sebuah wawancara dengan media Mesir Al-Ahram Weekly, seperti dilansir CNN, Senin (18/5).
Hussein juga menjelaskan tiga peran pembalsem sebagai profesional, tokoh agama, dan pebisnis. Ia mengatakan ada tokoh agama dan pembalsem yang dibayar untuk menyelenggarakan pemakaman serta mumifikasi tubuh, hingga pembelian makam kuburan dan peti mati.
Kamar penguburan baru ditemukan 30 meter di bawah tanah di area workshop, yang pertama kali digali pada 2018. Di dalamnya ditemukan peti mati kayu yang tidak terawat, salah satunya milik seorang perempuan bernama Didibastett.
Sementara banyak orang Mesir kuno dimakamkan dengan paru-paru, perut, usus, dan hati mereka yang dibalsem dalam empat toples terpisah, Didibastett dimakamkan dengan enam toples. Tes menunjukkan dua guci ekstra ini juga mengandung jaringan dari tubuh manusia.
Para ahli percaya bahwa proses pengawetan jenazahan Didibastett dengan cara yang sebelumnya tidak diketahui. Sisa-sisa mumi lainnya milik para tokoh agama, termasuk imam dan seorang pendeta perempuan bernama Niut-shaes, yang menjadi dewa terkemuka pada saat itu.
Di era Mesir kuno, para imam ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan dewa atau dewi tertentu, seperti menjaga kuil yang dibangun untuk menghormati mereka. Dua dari mayat itu kemungkinan berasal dari Libya, bagian dari masyarakat Mesir kuno multikultural.
Salah satu pendeta juga mengenakan topeng perak berlapis emas, yang belum ditemukan di Mesir sejak 1939 dan menjadi yang ketiga ditemukan di negara itu. Arkeolog dan ahli kimia juga menguji residu pada keramik yang ditemukan di dalam ruangan. Hasil awal mengungkapkan zat yang digunakan dalam proses mumifikasi, yaitu termasuk tar, resin cedar, lilin lebah, dan lemak hewani.