REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan, tidak adanya program wajib militer atau bela negara untuk mahasiswa. Klarifikasi tersebut disampaikannya dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR.
“Tidak ada yang namanya pemaksaan kurikulum, apapun militer ataupun bela negara di dalam universitas kita. Itu sama sekali tidak jadi bahan diskusi dan itu adalah spekulasi saja,” tegas Nadiem di Ruang Rapat Komisi X, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/8).
Ia menjelaskan, Kemendikbud dan Kementerian Pertahanan memang membahas sejumlah hal terkait program Kampus Merdeka. Beberapa di antara adalah program magang selama satu semester bagi mahasiswa.
“Jadi satu hal saja yang kami diskusikan dengan Kemenhan yang saya sebenarnya sangat semangat sebagai bagian dari Kampus Merdeka, bisa mengambil satu semester magang di perusahaan, satu semester exchange di kampus lain,” ujar Nadiem.
Jikalau memang ada program yang serupa dengan bela negara, ia menegaskan bahwa hal tersebut tak bersifat wajib. Misalnya, seperti program pelatihan perwira yang ada di Amerika Serikat bernama West Point Academic Program.
“Bisa juga mengambil program secara voluntary kalau mau masuk. Misalnya mau masuk program pelatihan perwira atau officer training. Itu baik sekali melatih kepemimpinan, melatih ketahanan nasional, dengan belajar ilmu ketahanan nasional. Belajar ilmu militer dan secara fisik. Jadi sukarela,” tambahnya.
Wajib militer bagi mahasiswa, kata Nadiem, tak sesuai dengan semangat Kemendikbud yang menggagas Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Di mana dua program tersebut menekankan keinginan atau kesukarelawanan semua pihak di bidang pendidikan untuk memajukan dunia pendidikan Indonesia.
“Jadi mana mungkin kita mendorong Merdeka Belajar lalu mulai memaksa lagi mahasiswa dan anak-anak untuk belajar, tidak. Jadi mohon klarifikasi, apapun yang kita lakukan pasti dalam azas atau etos spirit atau semangat kemerdekaan,” ujar Nadiem.