REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika biasanya minyak jelantah (bekas pakai) dibuang begitu saja, di tangan Yomi Windri Asni bersama komunitas bank sampah di Yogyakarta, salah satu limbah rumah tangga itu diubah menjadi sabun. Sabun ini diklaim mampu membersihkan noda membandel di pakaian. Sabun bisa digunakan untuk mencuci kain batik dengan pewarna alami dan tak akan memudarkan warnanya.
"Sangat cepat membersihkan noda, terutama noda yang membandel. Kemudian, karena tidak menggunakan deterjen, jadi aman untuk ibu yang sensitif terhadap deterjen, biasanya timbul rasa panas," ujar Yomi dalam konferensi pers virtual Program Pemberdayaan UMKM - Perempuan Wirausaha Tangguh dan Kreatif, Selasa (8/9).
Yomi mengatakan, sabun kreasinya yang bernaung di bawah label Sabun Langis itu juga tidak menggunakan pemutih dalam pembuatannya. Dengan begitu, lebih aman untuk lingkungan.
Lantaran minyak jelantah mengandung cukup banyak asam lemak, Yomi yang berlatar belakang pendidikan ilmu kimia itu tidak menyarankan penggunaan sabun Langis untuk tubuh. Yomi pun menceritakan mengenai awal mula ia menciptakan sabun dari minyak jelantah itu.
"Awalnya kami aktif dalam gerakan komunitas bank sampah. Pada November 2018 mulai kami mengolah minyak jelantah, karena memang limbah minyak jelantah ini banyak. Dalam satu bulan, di kegiatan bank sampah, kami bisa mengumpulkan sampai 40 liter minyak," kata dia.
Lalu, dia memikirkan adakah upaya mengolah limbah ini agar tidak mencemari lingkungan namun memiliki nilai ekonomis. Perlahan dia mulai bereksperimen.
Dia membutuhkan waktu sekitar empat bulan untuk memformulasikan minyak jelantah menjadi sabun yang kini tersedia dalam bentuk batang dan cair.
"Upaya merisetnya butuh waktu empat bulan. Kemudian, kenapa sabun? Sebenarnya minyak jelantah sebagai bagian dari lemak yang menjadi bahan baku sabun. Proses produksi dua minggu hingga satu bulan," ujar Yomi.
Berjualan online
Yomi termasuk salah satu pegiat UMKM yang terdampak pandemi COVID-19. Angka penjualan produknya turun signifikan hingga mencapai 50 persen.
Kemudian, beberapa waktu lalu dia berpartisipasi dalam Program Pemberdayaan UMKM - Perempuan Wirausaha Tangguh dan Kreatif hasil gagasan Tokopedia bersama Coca-Cola Foundation Indonesia (CCFI) dan Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil-Mikro (ASPPUK).
Melalui program itu, dia diajak untuk mulai berjualan memanfaatkan e-commerce sebagai salah satu cara untuk bertahan di tengah pandemi COVID-19 dan meningkatkan pendapatannya.
"Dengan program, Alhamdulillah saya jadi mengenal platform digital, mulai ada penjualan, lalu kami ada pendampingan terus supaya volume penjualan bisa lebih optimal. Kami didampingi dari awal, membuat akun lalu memotret produk yang menarik, sampai menyelesaikan pesanan. Itu mudah sekali diikuti, jadi kami bisa langsung memanfaatkannya," tutur dia.
Deputy Director Asosiasi Perempuan Pengusaha Usaha Kecil (ASPPUK), Mohammad Firdaus, menyambut positif program tersebut karena bukan hanya memperkenalkan cara pemasaran daring pada para pelaku usaha, tetapi juga adanya pendampingan untuk mereka.
"Hampir di atas 50 persen, perempuan yang kami dampingi belum menggunakan media online sebagai sarana marketing. Program ini membuka, awal yang baik. Program ini memberi berkah saatnya pelaku usaha kecil mikro masuk dalam dunia pemasaran secara online," ujar dia.
Sabun Langis batang dibanderol Rp 15 ribu per batangnya. Sementara untuk sabun cair dia jual Rp 25 ribu per botol dan sudah tersedia di salah satu e-commerce yang belakangan ini menjadikan grup idola K-pop Bangtan Sonyeondan (BTS) sebagai brand ambassador-nya itu.
Penjualan produknya kini justru paling banyak ke luar Yogyakarta seperti Jakarta dan Surabaya. Dalam waktu dekat, Yomi berencana mengeluarkan produk sabun berbentuk bubuk karena menilai adanya pontensi pasar yang besar.