REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syahruddin mengatakan saat ini ketersediaan produksi daging dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Terkait hal ini, ia menilai agar tercapai kemandirian pangan perlu dilakukan sejumlah kebijakan.
Ia mengatakan, penciptaan bibit unggul melalui breeding dan perbaikan genetik penting untuk dilakukan. Menurutnya, melalui penerapan bioteknologi reproduksi dipadukan dengan teknologi marka genetik dalam seleksi program pemuliabiakan sapi potong dapat mempercepat perolehan bibit unggul.
"Implementasi iptek tersebut ke masyarakat maupun industri peternakan, akan mempercepat pencapaian swasembada daging nasional, secara tidak langsung juga mengedukasi peternak kecil dan stakeholders," kata Syahruddin, dalam keterangannya, Rabu (7/10).
Ia menjelaskan, penerapan bioteknologi reproduksi dalam pembibitan sapi telah menghasilkan sapi lulus uji performa serta bersertifikasi SNI. Selain itu juga menghasilkan perbaikan penampilan ternak hasil seleksi dan kelahiran turunan pertama sapi Belgian Blue double muscle di Indonesia.
"Iptek tentang bioteknologi reproduksi telah dilaksanakan di 21 provinsi di Indonesia dan telah berhasil meningkatkan kelahiran ternak unggul serta peningkatan kapasitas SDM peternak," kata Syahruddin.
Lebih lanjut, Syahruddin menegaskan, diperlukan paradigma baru dalam pemenuhan kebutuhan daging nasional melalui pendataan ternak yang akurat. Selain itu juga pengelolaan dan pemanfaatan sumber-daya lokal secara optimal.
"Pelibatan sumber daya lokal berupa komoditas ternak, alam dan lingkungan, manusia, teknologi dan sosial budaya merupakan unsur penting dalam meningkatkan daya saing peternakan nasional," ujar dia lagi.
Menurutnya, hal ini perlu kerja sama antara akademisi, pemerintah, pengusaha dan masyarakat peternak. Peran yang lebih terstruktur ke depannya akan mempercepat pencapaian swasembada daging nasional.