REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Jawa Timur menyoroti dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. DPD KAI melaporkan Risma ke Gubernur Jatim, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Bawaslu dan Mendagri.
Ketua DPD KAI Jatim Abdul Malik menilai, kampanye daring bertema "Roadshow Online Berenerji" yang dilakukan Wali Kota Risma pada Ahad tanggal 18 Oktober lalumelanggar PKPU dan sejumlah aturan lain. "Wali Kota menyuruh warga memilih cawali Eri Cahyadi dan menjelekkan cawali lainya. Padahal kampanye itu tidak ada izinnya," katanya.
Soal adanya penjelasan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Surabaya Irvan Widyanto bahwa Wali Kota Risma sudah mengantongi izin dari Gubernur Jatim untuk melakukan kampanye, Malik menegaskan bahwa hal itu layak dipertanyakan kebenarannya. Berdasarkan informasi yang didapatkan Malik, izin kampanye Risma hanya untuk tanggal 10 November.
"Dalam kampanye daring itu Risma juga bohong menyebut Eri sebagai anaknya. Saya ini praktisi hukum, Eri bukan dilahirkan Risma," ujarnya.
Malik menegaskan pelanggaran yang dilakukan Risma pada 18 Oktober lalu adalah pelanggaran berat. Harusnya Risma kena pidana kurungan seperti yang dialami lurah di Mojokerto Suhartono yang ditahan 2 bulan dan denda Rp6 juta karena menyambut Cawapres Sandiaga Uno pada saat Pilpres lalu.
"Kalau Risma beralasan kampanye yang dia lakukan di hari Minggu, Suhartono juga kena pidana pemilu karena ikut menyambut Sandiaga Uno di hari Minggu. Kebetulan saya pengacara Suhartono dalam menghadapi proses hukum pidana pemilu itu. Jadi sudah ada yurisprudensi-nya, bahwa Risma melakukan pelanggaran berat dan bisa kena hukuman penjara," kata advokat senior itu.
Hal sama juga diutarakan Praktisi Hukum Indra Priangkasa. Ia mengatakan Wali Kota Risma bukan hanya melanggar soal izin kampanye, tetapi juga Risma diduga menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur dalam PKPU 11 pasal 71 ayat 1, 2, dan 3. Penyebabnya adalah karena diantara peserta yang ikut siaran zoom itu adalah UMKM binaan Pemkot Surabaya.
"Disitu ada UMKM binaan, saya melihatnya Risma ingin menagih hutang budi, karena ada ajakan Risma memenangkan paslon Eri-Armuji," ujarnya.
Indra menegaskan pelanggar pasal 71 ayat 3 mendapatkan sanksi pidana jika memenuhi unsur. Apa yang dilakukan Risma unsurnya sudah terpenuhi, yakni sebagai kepala daerah, ada program yang dilakukan 6 bulan dari penetapan, ada yang diuntungkan dan dirugikan.
"Ini domain Bawaslu, maka pidana itu menjadi rekomendasi Bawaslu. Bawalsu harus menindak lanjuti, tidak boleh abai. Selama ada bukti kongkrit dengan beberapa pertimbangan tentu bawaslu tidak semudah itu mengatakan tidak ada pelanggaran," katanya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Surabaya, Irvan Widyanto sebelumnya memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini telah mengajukan izin cuti kampanye saat menggelar kegiatan bertema "Roadshow Online Berenerji" pada, Minggu (18/10).
"Jadi, kegiatan kampanye Ibu Wali Kota sudah sesuai dengan prosedur dan sudah ada penjelasan tertulis dari Pemprov Jatim. Makanya tidak benar jika Ibu Wali Kota melanggar aturan. Karena beliau telah melalui prosedur dan aturan yang ada. Apalagi kampanye yang dilakukan Ibu Wali Kota pada 18 Oktober 2020 tersebut adalah hari libur," kata Irvan.
Diketahui Pilkada Surabaya 2020 diikuti pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Armuji. Paslon nomor urut 1 tersebut diusung oleh PDI Perjuangan dan didukung oleh PSI. Selain itu mereka juga mendapatkan tambahan kekuatan dari enam partai politik non parlemen, yakni Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Berkarya, PKPI, dan Partai Garuda.
Sedangkan pasangan Machfud Arifin-Mujiaman dengan nomor urut 2 diusung koalisi delapan partai yakni PKB, PPP, PAN, Golkar, Gerindra, PKS, Demokrat dan Partai NasDem serta didukung partai non-parlemen yakni Partai Perindo.