REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi yang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan menemukan bahwa individu yang telah pulih dari infeksi virus corona jenis baru (COVID-19) mengembangkan tingkat sel B dan sel T yang kuat. Sel B dan sel T ini diperlukan dalam melawan serta mematikan virus. Bahkan, sel-sel tersebut dapat bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang sangat lama.
Para peneliti mengumpulkan sampel darah dari 185 pasien berusia antara 19 hingga 81 tahun yang dinyatakan positif COVID-19 pada awal pandemi. Dari sana, ditemukan bahwa sebagian besar diantaranya memiliki sel kekebalan yang cukup untuk memerangi virus dan mencegah infeksi ulang terjadi.
Selain itu, antibodi tersebut juga bertahan lama, di mana ini menunjukkan tingkat penurunan yang sangat lambat dan konsisten dengan perlindungan bertahun-tahun, atau bahkan mungkin puluhan tahun.
Meski penelitian bersifat pra-cetak yang belum ditinjau oleh rekan sejawat, New York Times menyebutnya sebagai penelitian paling komprehensif jangka panjang tentang memori kekebalan terhadap virus corona jenis baru hingga saat ini.
“Jumlah memori itu kemungkinan akan mencegah sebagian besar orang yang harus dirawat di rumah sakit karena COVID-19 dengan gejala parah selama bertahun-tahun,” ujar Shane Crotty, seorang ahli virologi di La Jolla Institute of Immunology, dilansir Forbes, Rabu (18/11).
Menurut laporan dari seorang reporter New York Times bernama Apoorva Mandavilli, sebagian besar individu atau lebih dari 90 persen yang telah terinfeksi virus corona jenis baru akan terlindung dari infeksi ulang untuk waktu yang sangat lama. Selain itu vaksin, yang pada umumnya memberikan lebih kuat dan lebih lama juga dapat menghasilkan durasi kekebalan yang lebih panjang.
“Orang-orang mungkin tidak perlu melakukan vaksinasi setiap tahunnya seperti yang kami khawatirkan,” tulis Mandavilli.
Virus corona jenis baru mungkin dapat dihentikan dalam waktu yang cukup cepat. Laporan sebelumnya juga mencatat bahwa para ilmuwan baru-baru ini menemukan orang yang sembuh dari SARS (síndrom pernapasan akut parat), yang juga disebabkan oleh virus corona masih membawa sel-sel kekebalan penting dalam waktu 17 tahun setelah terinfeksi.
Para peneliti juga berharap mampu mempelajari antibodi yang dapat memberikan blueprint (cetak biru) untuk mengembangkan obat guna mencegah atau mengobati COVID-19. Sebuah studi lainnya baru-baru ini yang juga belum ditinjau oleh rekan sejawat) dari Imperial College London menemukan bahwa kekebalan terhadap COVID-18 dapat menurun seiring waktu.
Hal itu mungkin disebabkan tingkat antibodi pelindung yang dilaporkan turun dengan cepat setelah infeksi. Namun, menurut Deepta Bhattacharya, ahli imunologi di Universitas Arizona, ada beberapa bukti yang muncul bahwa infeksi ulang dengan virus corona penyebab flu biasa adalah hasil dari variasi genetik virus. Kekhawatiran tersebut mungkin tidak relevan dengan virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), yang menyebabkan infeksi penyakit COVID-19.