REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sudah melaporkan sebanyak 1.000 lebih kasus aparatur sipil negara (ASN) tak netral selama pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Laporan sudah diberikan kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
"Untuk kasus yang sudah divonis mayoritas adalah kasus keterlibatan kepala desa yang menguntungkan salah satu pasangan calon," ujar Ketua Bawaslu Abhan lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/12).
Pemberian sanksi kepada ASN, kata Abhan, merupakan kewenangan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Untuk itu, Bawaslu dan KASN meminta PPK dapat mengeksekusi laporan tersebut.
"Kita mendorong agar PPK bersama kepemimpinan di kepegawaian segera mengeksekusi atas rekomendasi dari KASN kalau ada sanksinya berat ya harus segera," ujar Abhan.
Pelanggaran pidana pemilihan yang sudah proses dan sudah divonis kurang lebih sekira 20 kasus. Ia mengungkapkan masih ada kasus lagi yang proses hukumnya yang masih berjalan.
"Pelanggaran pilkada cukup banyak. Jumlah pasti enggak hapal, sekitar 22 (kasus pelanggaran) sudah proses pidana, yang lain masih proses,” ujar Abhan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengungkapkan banyak kalangan aparatur sipil negara (ASN) yang masih 'gagal paham' atau salah paradigma dalam memahami prinsip netralitas ASN. Situasi dilematis menjadi dalih ASN.
Menurut dia, kalangan ASN tersebut selalu berdalih bahwa posisi ASN dilematis dalam menjaga netralitas pada ajang pemilihan kepala daerah, pemilihan umum, maupun pemilihan presiden. "Mereka selalu berdalih posisi ASN dilematis. Maju kena, mundur kena, netral pun kena," ujar Tjahjo.