REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Para orang tua penting mewaspadai ancaman pneumonia atau ISPA dengan manifestasi radang paru akut, pada buah hati mereka, khususnya bayi di usia bawah lima tahun (balita). Pasalnya, pneumonia masih menjadi penyebab kematian balita yang tinggi selain diare.
“Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, 15 persen kasus kematian balita di dunia disebabkan oleh pneumonia,” ungkap Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jawa Tengah, Dr dr Fitri Hartanto SpA(K), pada webinar Edukasi Media dan Penyebaran Komunikasi Publik bertema Peran Ayah dan Pencegahan Pneumonia pada Anak dengan Imunisasi’.
Menurut Fitri, pneumonia masih menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena menyerang saluran penapasan. Mengutip data di Indonesia pada 2015, sekitar 14 persen dari 147 ribu balita telah meninggal dunia karena pneumonia.
Selain karena gizi buruk, penyebab pneumonia yang jamak terjadi adalah akibat kondisi lingkungan yang semakin sesak dan padat, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Sedangkan proses penularannya bisa terjadi dari orang ke orang atau karena menghirup bahan yang berbahaya. Untuk pencegahannya, secara umum bisa dilakukan melalui asupan Air Susu Ibu (ASI) yang cukup, gizi yang baik, serta pencegahan spesifik dengan imunisasi, seperti pneumococcal conjugate vaccine (PVC).
“Imunisasi pneumonia harus dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam setahun, agar bisa menjadi barisan pertahanan bagi balita untuk terhindar dari serangan bakteri maupun virus penyebab anak terpapar pneumonia,” jelasnya.
Yang menjadi persoalan, lanjut Fitri, belum semua masyarakat, menyadari pentingnya langkah pencegahan pneumonia melalui imunisasi, tak terkecuali masyarakat kalangan menengah ke atas.
Karena pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan balita masih dianggap oleh sebagian masyarakat menengah ke atas sebagai porsi kaum ibu. “Padahal, imunisasi pneumonia cukup penting untuk menjaga kesehatan serta tumbuh kembang buah hati mereka,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pengerak PKK Provinsi Jawa Tengah, Atikoh Suprianti Ganjar Pranowo mengamini, ancaman penyakit pneumonia yang memang menjadi masalah global, termasuk di Indonesia maupun di Jawa Tengah pada khususnya.
Ia juga sepakat ayah memiliki peran besar dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan anak. “Jangan sampai menunggu anak terkulai lemas untuk memastikan bahwa anak memang sakit,” ungkapnya.
Menurutnya, peran orang tua, tidak hanya seorang ibu, sangat dibutuhkan. Bagaimanapun juga, ayah harus berperan besar dan bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang, kesehatan, serta kehidupan seorang anak.
“Ayah sebagai kepala keluarga harus mampu memastikan kesehatan anggota keluarganya, khususnya dalam rangka melindungi dan mencegah anak dari paparan pneumonia,” ujar Atikoh.
Psikolog dari Unika Soegijapranata Semarang, Lita Widyo Hastuti dalam webinar ini menegaskan, kesehatan menjadi kebutuhan utama anak dan menjadi prioritas utama bagi orang tua.
Menurutnya, peran ayah sebagai bagian integral dalam perkembangan anak memiliki ruang lapang untuk terlibat dalam persoalan kesehatan anak. Sebab seorang ayah yang terlibat dalam pengambilan keputusan terkait kesehatan anak akan memahami kapan anak sehat atau anak sakit.
“Dalam kejadian-kejadian penting yang menyangkut kesehatan anak, peran ayah menjadi cukup sentral karena bersama dengan ibu dituntut menyikapi situasi dan mengambil keputusan bersama,” tegasnya.
Sementara itu, Medical Manager PT Pfizer Indonesia, Dr Carolina Halim menuturkan, peran dari seorang ayah dalam mengambil keputusan yang cepat dan tepat, sangat menentukan pondasi sebuah keluarga. Termasuk dalam hal memastikan kesehatan buah hatinya, di mana imunisasi bayi dan balita juga termasuk di dalamnya.
Melalui imunisasi, imunitas balita mereka bisa terpenuhi. “Salah satunya adalah upaya imunisasi pneumonia yang saat ini juga penting bagi para balita dalam mencegah pneumonia,” ungkap Olie, sapaan akrab Carlina Halim.
Mengutip Profil Kesehatan Indonesia 2019, mencatat 468.172 kasus pneumonia balita, di mana 551 meninggal dunia. Namun balita yang terpapar risiko pneumonia diperkirakan berjumlah 885.551 atau 3.55 persen dari jumlah balita di Indonesia.
Sementara untuk Provinsi Jawa Tengah mencatat 2.652.751 jumlah balita dan prevalensi pneumonia pada balita diperkirakan 3.61 persen. “Sementara realisasi penemuan penderita pneumonia pada 2019 sebanyak 50.263 balita,” katanya.