REPUBLIKA.CO.ID, Menggagas Tabungan Wakaf
Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan
JAKARTA -- Setiap orang atau pekerja mesti memikirkan masa depan atau jaminan hari tua. Karena itulah, tumbuh beragam produk untuk menjawab kebutuhan ini, seperti tabungan pensiun atau BPJS Ketenagakerjaan yang salah satu unsur di dalamnya mencakup jaminan hari tua (JHT). Untuk keperluan tersebut, umumnya gaji pekerja dipotong setiap bulan.
Sejatinya, ada masa depan yang jauh lebih penting yang semestinya dipikirkan setiap Muslim, yaitu jaminan hari akhirat (JAH). Logikanya, jika untuk hari tua saja kita perlu menyisihkan sebagian gaji untuk ditabung menjadi JHT, apalagi untuk JAH. Semestinya, kita lebih serius lagi untuk menyisihkan sebagian gaji atau penghasilan kita setiap bulannya.
Lantas, apakah JAH itu? Berdasarkan Hadis Rasulullah riwayat Imam Muslim, ada tiga perkara yang pahalanya akan terus mengalir meski seseorang telah meninggal dunia. Yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan.
Dalam hal ini, para ulama sepakat yang dimaksud sedekah jariyah adalah wakaf. Artinya, jika setiap Muslim memikirkan JAH, maka seharusnya setiap Muslim berwakaf sesuai kemampuan masing-masing. Ibnu Qudamah, dalam kitabnya Al-Mughni, menyebutkan semua sahabat berwakaf sesuai kemampuannya. Karena, sahabat memahami betapa strategisnya wakaf sebagai JAH.
Karena itulah, sebagai Muslim yang meneladani Rasulullah dan para sahabat, semestinya kita juga berwakaf. Tidak ada batasan minimal dalam berwakaf.
Terlebih dengan telah diterbitkannya fatwa tentang kebolehan wakaf uang. Berwakaf menjadi lebih mudah dan bisa dilakukan oleh siapa pun sebagai upaya menyiapkan JAH.
Dalam konteks ini, menyiapkan JAH bisa diwujudkan dengan tabungan wakaf. Tabungan wakaf secara psikologis berbeda dengan potong gaji langsung setiap bulan untuk berwakaf.
Potong gaji langsung barangkali ada rasa “pemaksaan”, sedangkan tabungan wakaf lebih menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan aktif umat Islam. Karenanya, lebih mudah diterima secara psikologis.