REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Junaidi Auly menginginkan kebijakan insentif pajak yang diputuskan pemerintah pada masa pandemi Covid-19 ini betul-betul dipastikan tepat sasaran dan tidak mengulang kesalahan pada masa lalu.
"Yang harus ditekankan di sini adalah bahwa insentif yang diberikan Pemerintah harus benar-benar tepat sasaran," kata Junaidi dalam rilis di Jakarta, Selasa (23/2).
Menurut dia, jangan sampai terjadi lagi fenomena seperti obral tarif tebusan dengan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Negara, lanjutnya, kehilangan potensi pemasukan yang sangat besar sekaligus dinilai mencederai rasa keadilan bagi mayoritas masyarakat yang patuh membayar pajak saat itu. Ia menegaskan dalam memberikan insentif tetap harus ada skala prioritas yang mengedepankan prinsip keadilan baik vertikal maupun horisontal, serta sesuai prinsip kecocokan/kelayakan.
"Dari sini seharusnya kebijakan insentif pajak bisa diarahkan mana yang lebih penting harus didahulukan dan kepada siapa insentif pajak diberikan," ucapnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memaparkan regulasi terbaru mengenai masa perpanjangan insentif pajak bagi wajib pajak untuk menghadapi dampak pandemi Covid-19 hingga 30 Juni 2021. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama dalam pernyataan di Jakarta, Rabu (3/2), memaparkan regulasi ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2021 yang berlaku mulai 1 Februari 2021.
"Insentif ini dapat diberikan apabila kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) wajib pajak pada SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 atau pembetulan SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 telah sesuai dengan KLU pada ketentuan peraturan ini," katanya.
Hestu mengatakan insentif yang diberikan sama dengan insentif ditanggung pemerintah sebelumnya dengan adanya penajaman yaitu untuk PPh Pasal 21, pajak UMKM, PPh Final Jasa Konstruksi, PPh Pasal 22 Impor, angsuran PPh Pasal 25, dan PPN.Untuk PPh Pasal 21, insentif diberikan kepada karyawan yang bekerja pada perusahaan yang bergerak di salah satu dari 1.189 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), atau perusahaan di kawasan berikat.
Insentif dalam bentuk pajak yang tidak dipotong ini diberikan kepada karyawan yang memiliki NPWP dan penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 200 juta. Terkait pajak UMKM, pelaku UMKM mendapat insentif PPh final tarif 0,5 persen sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 (PPh Final PP 23) yang ditanggung pemerintah sehingga tidak perlu melakukan setoran pajak.
"Selain itu, pihak-pihak yang bertransaksi dengan UMKM juga tidak perlu melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM," kata Hestu.