REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin mengapresiasi dibentuknya polisi virtual atau virtual police yang diprakarsai Polri. Namun, ia mengingatkan, kehadiran polisi virtual harus tetap memperhatikan hak masyarakat untuk menyuarakan pendapat.
"Saya mengapresiasi kehadiran virtual police untuk menjaga pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di ruang digital. Namun, saya mengingatkan Kepolisian untuk tetap memperhatikan hak-hak masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya," kata Azis di Jakarta, Kamis (25/2).
Menurut dia, jangan sampai kehadiran polisi virtual membatasi kebebasan berpendapat, yang sudah dijamin oleh UUD 1945. Karena itu Azis meminta Kepolisian memberikan penjelasan mengenai urgensi adanya polisi virtual dan menyosialisasikan secara masif kepada masyarakat terkait kegiatannya.
"Langkah itu agar virtual police tidak mendapatkan pertentangan oleh masyarakat," ujarnya.
Politisi Partai Golkar itu juga berharap agar kepolisian melakukan pendekatan humanis dan persuasif saat mengingatkan masyarakat yang melakukan kesalahan di ruang digital. Hal itu, menurut dia, agar masyarakat dapat lebih bijak dalam menggunakan media sosial serta tidak melewati batasan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
"Jika ada yang melakukan kesalahan di media sosial, maka Polri harus lebih mengutamakan teguran terlebih dahulu dengan baik dan mengingatkan akun tersebut sehingga masyarakat paham dan tidak akan mengulanginya kembali," katanya.
Sebelumnya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sudah memberikan 12 kali peringatan ke akun media sosial (medsos) yang diduga menyebarkan informasi palsu atau hoaks, yang merupakan bagian dari Polisi Virtual terkait penanganan kasus UU ITE. "Pada 24 Februari 2021 dikirimkan melalui DM (direct message) sebanyak 12 peringatan Polisi Virtual kepada akun medsos. Kami sudah mulai jalan," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Slamet Uliandi, di Jakarta, Rabu (24/2).
Dia menjelaskan peringatan polisi virtual tersebut berkaitan dengan Surat Edaran (SE) Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang kesadaran budaya beretika dalam dunia digital. Dalam SE Kapolri tersebut, Kapolri mempertimbangkan perkembangan situasi nasional soal penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital. Dalam surat tersebut ada 11 poin yang harus dipedomani penyidik Polri dalam menegakkan UU ITE.