REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi III DPR Herman Herry mendukung wacana pemerintah untuk merevisi beberapa pasal karet dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sebab sejumlah poin di dalamnya selama ini menimbulkan masalah
Khususnya, Pasal 27 yang selama ini menjadi keluhan masyarakat dan dianggap telah banyak memakan korban. Ia berharap hasil kajian pemerintah untuk segera diserahkan kepada DPR.
“Saya sarankan hasil temuan tim ini juga dapat dilaporkan ke DPR, sehingga kita dapat beberapa pasal yang menjadi kontroversi dalam UU ITE dapat kita bahas secara bersama. Sebab revisi UU ITE harus menempu kesepakatan tidak hanya pemerintah tapi juga DPR," ujar Herman lewat keterangan tertulisnya, Ahad (21/3).
Ia menilai, UU ITE memang tidak bisa dipungkiri telah menyebabkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Menurutnya, aspirasi masyarakat terkait revisi UU ITE turut menambah krusialnya pengesahan RUU Kitah Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Selain merevisi UU ITE, revisi KUHP juga menjadi sesuatu yang krusial. Sebab konstruksi pencemaran nama baik juga diatur di dalam KUHP. "Aspirasi publik atas revisi UU ITE ini membutuhkan juga revisi pada KUHP, khususnya terkait konstruksi pasal pencemaran nama baik," ujar Herman.
Survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia menunjukan 57,3 persen anak muda menyatakan perlunya revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Mayoritas anak muda menilai UU ITE perlu direvisi untuk menjamin kebebasan masyarakat dalam mengemukakan pendapatnya.
Alasan para anak muda yang menyatakan UU ITE tidak perlu direvisi ialah agar orang tidak berlaku sesukanya dan membuat kegaduhan di muka umum. Di samping itu, sekitar 18,6 persen anak muda tidak menjawab pertanyaan perlu tidanya revisi UU ITE.
Kemudian, sebanyak 41,6 persen anak muda menilai tidak baik atas tindakan saling melapor kepada pihak berwajib dengan dasar UU ITE. Sedangkan, sebesar 32,3 persen anak muda menilai tindakan tersebut baik.