REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim, mengatakan, prinsip yang menjadi pertimbangan utama dalam penyelenggaraan pendidikan selama pandemi Covid-19 adalah kesehatan dan keselamatan anak. Selain itu, Kemendikbud juga mempertimbangkan tumbuh kembang dan hak anak.
Nadiem menyampaikan rasa terima kasih kepada warga satuan pendidikan yang terus bahu membahu memastikan prinsip tersebut dijunjung di tengah begitu banyaknya tantangan. “Salah satu tantangan terbesar adalah murid tidak bisa ke sekolah untuk berinteraksi dengan teman-teman sebayanya dan guru mereka. Manfaat pembelajaran tatap muka pada kenyataannya memang sulit untuk digantikan dengan pembelajaran jarak jauh,” kata Nadiem, dalam keterangannya, Rabu (31/3).
Indonesia adalah satu dari empat negara di kawasan timur Asia dan Pasifik yang belum melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh, sementara 23 negara lainnya sudah. UNICEF menyebut anak-anak yang tidak dapat mengakses sekolah secara langsung semakin tertinggal dan dampak terbesar dirasakan oleh anak-anak yang paling termarjinalkan.
"85 persen negara di Asia Timur dan Pasifik telah melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Berdasarkan kajian UNICEF, pemimpin dunia diimbau agar berupaya semaksimal mungkin agar sekolah tetap buka atau memprioritaskan agar sekolah yang masih tutup dapat dibuka kembali," kaa dia.
SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 diumumkan Selasa (30/3) lalu. SKB tersebut menyatakan, setelah pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan divaksinasi secara lengkap, pemerintah satuan pendidikan diwajibkan memberikan layanan PTM terbatas dan memberikan layanan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Mendukung diterbitkannya SKB Empat Menteri, Wakil Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian menyampaikan pembelajaran jarak jauh selama ini banyak memberikan dampak negatif. "Pembelajaran jarak jauh yang berkepanjangan sudah banyak dampak negatifnya. Antara lain, kesenjangan hasil belajar, banyak anak-anak yang mulai putus sekolah, dimana mereka bekerja atau menikah di usia dini," kata Hetifah.
The World Bank melansir, penutupan sekolah di seluruh dunia diperkirakan dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan seumur hidup dari generasi yang saat ini berada di usia sekolah sebesar paling tidak 10 triliun dolar AS. World Health Organization (WHO) juga menyatakan bahwa penutupan sekolah memiliki dampak negatif bagi perkembangan kesehatan, pendidikan, pendapatan keluarga, dan perekonomian secara keseluruhan.