REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Calon gubernur (cagub) Kalimantan Selatan, Denny Indrayana , melaporkan dugaan kecurangan dan maraknya politik uang , dengan berbagai modus di daerah yang akan diselenggarakan Pemungutan Suara Ulang Pilgub Kalimantan Selatan ke Badan Pengawas Pemilu (BAwaslu) RI di Jakarta, Senin (12/4).
Denny diterima Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo dan jajarannya. Denny mengungkapkan kecurangan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir ini semakin membahayakan demokrasi. Yaitu dengan modus berupa pembagian bakul berisi sembako, yang akan bersalin rupa menjadi THR, parsel, dan zakat fitrah/zakat maal.
Selain itu, lanjut dia, dugaan modus kecurangan juga terjadi dalam bentuk memborong barang dagangan disertai pembagian uang kepada warga.
Bahkan, menurut Denny, pihaknya juga menemukan fakta pelibatan aparat pemerintahan, dari level kepala dinas sampai level kepala desa dan Ketua RT-RW yang digaji Rp2,5 juta, kemudian Kepala Desa digaji sebesar Rp5 juta per bulan untuk menggalang suara pemilih. “Ini sangat sistematis dan massif sekali,” kata Denny dalam siaran persnya, Senin (12/4).
Modus lain, menurut Denny, berupa penempelan sticker bertanda khusus di rumah-rumah warga. Ini kamuflase pendataan pemilih yang ujungnya dipergunakan untuk data pembayaran politik uang.
“Jadi tiap rumah didata, dibayar Rp100 ribu untuk ditempeli striker, kemudian nanti akan ada lagi pembagian berikutnya yang besarnya sekitar Rp500 ribu saat menjelang pemilihan,” tegasnya.
Modus selanjutnya, kata dia lagi, adalah berupa sholat hajat dan ibadah lainnya yang diikuti dengan pembagian uang.
Pria kelahiran Kotabaru Kalsel ini menyayangkan sikap Bawaslu Kalsel yang seolah abai terhadap fakta-fakta yang menjadi rahasia umum di masyarakat. Mereka tidak melakukan tindakan pencegahan maupun penindakan. Padahal praktik ini merugikan bagi demokrasi, terutama dirinya yang ingin mengedepankan politik jujur dan adil.
Kata Denny, harusnya Bawaslu tidak pasif menunggu laporan, tetapi harus pro aktif melakukan temuan. Misalnya dengan turun ke lapangan. "Kami juga mengingatkan, sanksi politik uang ini selain pidana juga ada sanksi diskualifikasi sehingga praktik-praktik haram ini harus segera dihentikan” kata mantan Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum UGM ini.
Denny menegaskan, praktik politik kotor yang seperti ini selain akan merusak demokrasi dan tatanan hukum yang ada, juga memberi pendidikan politik yang buruk kepada rakyat.
"Jangan sampai rakyat dibodohi seolah calon pemimpinnya baik membagi uang, padahal sebenarnya si calon pemimpin tersebut sedang menipu rakyat, karena pada saat terpilih nanti dia akan siap-siap untuk korupsi. Yang pasti, rakyat nanti yang akan kembali rugi dan sengsara," tegasnya.
Pemungutan Suara Ulang Pilgub Kalimantan Selatan yang digelar pada 9 Juni 2021 nanti.