Senin 10 May 2021 04:27 WIB

Kenapa Racun Sianida Mudah Didapat?

Racun sianida memang cukup mudah ditemukan di marketplace

Racun sianida dengan mudah dapat membunuh seseorang karena sianida dapat mencegah sel dalam tubuh untuk menggunakan oksigen.
Foto: ist
Racun sianida dengan mudah dapat membunuh seseorang karena sianida dapat mencegah sel dalam tubuh untuk menggunakan oksigen.

Oleh : Dwi Murdaningsih. Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Sekira dua pekan lalu, beredar kabar N (10 tahun), seorang anak driver ojek daring meninggal karena keracunan satai. Sepekan kemudian, Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Dirreskrimum Polda DIY) Kombes Burkan Rudy Satria mengatakan, satai beracun yang mengakibatkan N meninggal di Desa Bangunharjo, Kabupaten Bantul mengandung kalium sianida (KCN).

Seingat penulis, ini adalah kali kedua ramai pemberitaan kasus pembunuhan yang melibatkan zat racun sianida. Kasus pertama terjadi lima tahun lalu pada 2016 dengan menggunakan kopi sianida.

Sidang pembuktian kasus kopi sianida disiarkan berhari-hari di salah satu stasiun televisi swasta. Setelah melalui berbagai persidangan, terdakwa pelaku pemberi racun pada kopi sianida divonis bersalah oleh pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 27 Oktober 2016 dengan hukuman penjara selama 20 tahun.

Kini, kasus racun sianida terulang, dengan cerita yang berbeda. Hal pertama yang terlintas dalam benak penulis ketika kasus ini terulang adalah: kok bisa ya orang mendapatkan zat beracun sianida? Bagaimana caranya bisa dapat KCN?

Bukankah zat-zat berbahaya seperti ini seharusnya diatur dengan ketat dan tidak semua orang bisa membeli atau mendapatkannya (dengan mudah)? Menurut Permendag No 75/MDag/Per/10/2014, sianida tidak dijual bebas. Untuk mendapatkannya seseorang haruslah memiliki izin atau surat rekomendasi, yang mana ini seharusnya hanya bisa dimiliki oleh lembaga atau laboratorium saja.

Bicara soal penjualan bahan-bahan kimia, ada dua jenis. Pertama bahan kimia teknis dan kedua bahan kimia pro analis (PA). Bahan kimia teknis  biasa digunakan proses produksi. Harganya jauh lebih murah daripada bahan kimia PA.

Bahan kimia PA biasanya digunakan untuk keperluan laboratorium, harganya jauh lebih mahal. Kalau kita membeli bahan kimia di toko kimia, jenis inilah yang biasanya kita beli.

Kalium sianida atau KCN memiliki wujud garam kristal, berwarna putih, biasanya berbentuk serbuk dan terlihat mirip gula. Di Indonesia, senyawa ini di sering disebut potas.

Potas adalah zat yang sering dipakai secara ilegal sebagai racun ikan. Teknik menangap ikan dengan potas telah dilarang. Namun ternyata masih ada saja nelayan yang menggunakan potas untuk menangkap ikan.

Potas atau KCN memang sangat mudah larut dalam air, dan sangat beracun. Racun KCN membuat orang atau objek yang menginsumsinya mengalami gagal napas.

Bak dua sisi mata uang, selain beracun, KCN pun memiliki banyak manfaat dalam dunia industri. KCN bisa digunakan untuk mengekstraksi tambang. KCN bisa dipakai untuk memisahkan emas, perak dari tambangnya.

Namun, perlu dicatat bahwa di dalam dunia industri atau dunia penelitian sendiri, trennya sekarang adalah penggunaan bahan-bahan yang lebih ramah lingkungan. Artinya, penggunaan zat-zat yang berbahaya seperti KCN ini sudah mulai dihindari, diganti dengan bahan lain. Sebab, efeknya memang beracun dan mencemari lingkungan.

Uniknya, tersangka ternyata mendapatkan KCN melalui situs marketplace. Tersangka memasan KCN 250 gram seharga Rp 224 ribu.

Penulis pun kemudian mencoba mencari-cari benda ini di marketplace. Memang cukup mudah ditemukan. Harganya pun beragam, tergantung berat, harga di kisaran Ro 360 ribu. Ada juga Potassium cyanide (PA) harganya Rp 6,2 juta untuk berat 1 kg namun stok habis.

Berkaca dari dua kasus racun sianida tadi, menurut penulis, seharusnya pemerintah atau Kementrian perdagangan mengatur dan mengawasi dengan sangat hati-hati perdagangan zat-zat berbahaya seperti ini. Perdagangan KCN (atau benda berbahaya lainnya) harus diawasi betul.

Hanya orang yang berkepentingan yang bisa mendapatkannya. Misalnya, seorang peneliti, pun biasanya peneliti mendapatkan reagen ini melalui institusi penelitiannya.

Perdagangan benda-benda yang mengandung zat tersebut  harus diawasi baik secara online maupun offline agar kasus seperti ini tak terulang di masa yang akan datang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement