REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian pada perkara nomor 141/PHP.BUP-XIX/2021 terkait perselisihan hasil pemilihan bupati Labuhanbatu. MK memerintahkan KPU Kabupaten Labuhanbatu melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) di dua tempat pemungutan suara (TPS).
"Yaitu TPS 007 dan TPS 009 Kelurahan Bakaran Batu, Kecamatan Rantau Selatan," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan, Kamis (3/6).
MK memerintahkan agar PSU dilaksanakan paling lama 14 hari kerja sejak diucapkannya putusan ini. KPU kemudian melaporkan kepada MK dalam jangka waktu tujuh hari sejak selesainya pemungutan suara ulang.
Perintah PSU ini menjadi yang kedua kalinya setelah MK menjatuhkan putusan PSU pada penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) pertama. Pada saat itu, MK memerintahkan KPU Labuhanbatu melaksanakan PSU di delapan TPS yang tersebar di tiga kecamatan.
Hasil PSU Labuhanbatu yang digelar pada 28 April 2021 tersebut kemudian digugat oleh pasangan calon nomor urut 3 Andi Suhaimi Dalimunthe-Faizal Amri Siregar. Keduanya menunjuk Yusril Ihza Mahendra dan kawan advokatnya menjadi kuasa hukum untuk melawan KPU Labuhanbatu dengan menggugat hasil pilkada pasca-PSU ke MK.
MK menyatakan pemungutan suara ulang secara signifikan dapat memengaruhi perolehan suara yang dapat berpengaruh atas perolehan suara pasangan calon. Demi mendapatkan hasil perolehan suara yang murni dan dapat dipertanggungjawabkan, MK memandang perlu untuk dilakukan PSU di TPS 007 dan TPS 009 Kelurahan Bakaran Batu, Kecamatan Rantau Selatan.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah meragukan kebenaran pemilih yang menggunakan hak pilihnya di TPS 007 (lima pemilih) dan TPS 009 (satu pemilih), Kelurahan Bakaran Batu, Kecamatan Rantau Selatan. Apakah benar pemilih yang datang tersebut adalah pemilih yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) atau bukan.
Sebab, para pemilih itu masing-masing memilih di TPS dengan menunjukkan Kartu Keluarga (KK). Dalam proses pemungutan suara, apalagi dalam hal PSU berdasarkan perintah putusan MK, kepastian mengenai identitas pemilih yang memberikan suara di TPS adalah suatu hal yang mutlak.
Anggota MK Saldi Isra mengatakan, hal ini demi menjaga kemurnian suara dan memastikan tidak terjadi pencoblosan yang dilakukan oleh orang yang tidak berhak. Selain itu, untuk menghindari terulangnya ketidakpastian perolehan suara sebagaimana terungkap pada pemilihan bupati Labuhanbatu dalam putusan MK sebelumnya.
"Bahwa kepastian identitas diri pemilih tidak cukup dan tidak dapat dipertanggungjawabkan apabila hanya menggunakan dokumen identitas berupa KK, walaupun nama pada KK tersebut terdapat dalam DPT, namun hal ini berpotensi pemilih yang tidak berhak dapat menyalahgunakan KK tersebut," kata Saldi.
Menurut MK berdasarkan seluruh uraian pertimbangan yang disampaikan membuktikan proses pemungutan suara di TPS tersebut dilaksanakan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga validitas perolehan suara di TPS tersebut tidak dapat dijamin kemurniannya.