Selasa 22 Jun 2021 19:43 WIB

Kematian Anak karena Covid Naik, PTM Wajib Ditunda

Jumlah kematian anak Indonesia karena Covid-19 tertinggi di dunia.

Red: Karta Raharja Ucu
Tingginya kasus kematian anak karena Covid-19 di Indonesia, membuat sejumlah pihak merekomendasikan rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) ditunda. Foto suasana Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) di SMAN 8 Jalan Solontongan, Kota Bandung, Selasa (15/6).
Foto:

Rencana PTM memang menjadi dilematis. Seperti pendapat Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha yang menyebut terlalu sulit untuk orang tua menggantikan peran guru sehingga PTM dinilai sudah sangat mendesak. Namun, PTM juga memiliki risiko yang besar dalam penyebaran Covid-19.

"Ini dilematis. Terlalu susah bagi orang tua untuk menggantikan peran guru, materi pun sebatas menempel di kepala murid sesaat saja," kata Abdul Thaha saat berbincang dengan Republika.co.id, Senin (21/6).

Kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) juga dinilai Abdul Rachman juga membuat tingkat stres belajar sangat tinggi. "Tapi kita juga tahu risiko penyebaran Covid-19 lewat PTM. Kalau anak-anak sakit Covid gara-gara PTM, apalagi sampai menjalani rawat inap, bakal susah hidup kita," ujar Abdul Thaha.

Karena itu, ia pun mengajak untuk istikharah demi mencari jalan terbaik. Selain itu juga berharap anak-anak terhindar dari Covid-19. "Siapa yang paling kita sayang, kalau bukan darah daging sendiri. Ketika mereka sakit, rasanya mau bertukar badan," ucap senator kelahiran Palu itu.

Dukungan agar kegiatan belajar mengajar diterapkan secara daring juga datang dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Ketua Umum IDAI, Prof Aman Pulungan mengungkapkan kasus Covid-19 pada anak usia 0 hingga 18 tahun di Indonesia mencapai 12,5 persen, yang artinya satu dari delapan kasus Covid-19 yang terkonfirmasi adalah anak. Lalu, case fatality rate Covid-19 pada anak juga tertinggi di dunia, mencapai tiga sampai lima persen.

“Jadi kita itu adalah negara yang kematiannya paling banyak di dunia," kata Prof Aman, dalam konferensi pers virtual yang digelar lima perhimpunan profesi dokter indonesia, disimak di Jakarta, Jumat (18/6).

Bisa dibayangkan, kata Prof Aman, satu dari delapan kasus yang terkonfirmasi Covid-19 itu adalah anak, dan tiga sampai lima persen di antaranya meninggal. "Dan saya sering katakan, dari seluruh anak yang meninggal itu, 50 persennya balita,” kata Prof Aman.

photo
Murid Madrasah Ibtidaiyah (MI) Hidayatul Athfal Serang mengikuti Ujian Akhir Semester (UAS) secara mandiri di rumah orang tua mereka di Kampung Kubang, Serang, Banten, Sabtu (5/12/2020). Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Aman Bhakti Pulungan menyatakan, pemerintah bersama Komite Sekolah serta pihak orang tua sebaiknya mengkaji ulang kebijakan untuk memulai kembali sekolah tatap muka karena kesadaran anak untuk mematuhi protokol kesehatan belum sepenuhnya baik serta potensi penularan antar anak sangat tinggi sehingga beresiko memicu lonjakan kasus COVID-19 di kalangan anak yang penangananya juga lebih sulit dibanding orang dewasa. - (Antara/Asep Fathulrahman)

Prof Aman juga menyoroti minimnya fasilitas kesehatan khusus anak, misalnya sebagian besar rumah sakit di Indonesia tidak menyediakan ruang ICU khusus anak. Ketika saat ini terjadi lonjakan kasus Covid-19, sumber daya manusia, termasuk dokter dan perawat di berbagai rumah sakit juga sudah mulai menurun.

Atas dasar itulah, untuk saat ini, IDAI mengimbau agar semua kegiatan yang melibatkan anak usia 0-18 tahun diselenggarakan secara daring. Orang tua ataupun pengasuh juga harus mendampingi anak saat beraktivitas daring maupun luring.

Ia juga meminta orang tua tidak membawa anak ke luar rumah kecuali saat mendesak. "Änak itu hanya harus di rumah. Jika mendesak dan harus keluar rumah, hindari berkegiatan di area berventilasi tertutup, kepadatan, dan risiko kontak tinggi,” kata Prof Aman.

Untuk melindungi anak dari penyakit lain, Prof Aman juga mengimbau orang tua agar tetap melakukan imunisasi-imunisasi rutin terhadap anak. Selanjutnya, pemerintah dan masyarakat juga diimbau bekerja sama melakukan pendampingan protokol kesehatan di tempat umum.

“Mari kita jaga anak Indonesia yang jumlahnya hampir 90 juta ini, yang lahir setiap tahun berjuta-juta. Penuhi hak anak untuk hidup, sehat fisik maupun mental, demi masa depan lebih baik. Jaga anak kita, jangan sampai anak kita ada yang sakit,” kata Prof Aman.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
سَيَقُوْلُ لَكَ الْمُخَلَّفُوْنَ مِنَ الْاَعْرَابِ شَغَلَتْنَآ اَمْوَالُنَا وَاَهْلُوْنَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا ۚيَقُوْلُوْنَ بِاَلْسِنَتِهِمْ مَّا لَيْسَ فِيْ قُلُوْبِهِمْۗ قُلْ فَمَنْ يَّمْلِكُ لَكُمْ مِّنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا اِنْ اَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا اَوْ اَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا ۗبَلْ كَانَ اللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Orang-orang Badui yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan berkata kepadamu, “Kami telah disibukkan oleh harta dan keluarga kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami.” Mereka mengucapkan sesuatu dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah, “Maka siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki bencana terhadap kamu atau jika Dia menghendaki keuntungan bagimu? Sungguh, Allah Mahateliti dengan apa yang kamu kerjakan.”

(QS. Al-Fath ayat 11)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement