REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Lima mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) mengadvokasi masyarakat Desa Tawangsari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang terkait pengelolaan biogas. Advokasi ini dilakukan oleh mahasiswa Mochamad Abizar Yusro (FH 2018), Fandu Andika (FH 2018), Dararida Fandra Mahira (FH 2017), Herlin Sri Wahyuni dan Luna Dezeana Ticoalu (FH 2019).
Ketua tim Abizar Yusro mengatakan saat ini belum ada peraturan dan kebijakan yang jelas mengatur terkait pengembangan biogas di daerah pedesaan. Oleh karena itu, diperlukan sebuah regulasi yang tepat mengingat potensi dari biogas sangat besar. Hal ini terutama dalam memanfaatkan limbah kotoran hewan ternak dan sampah rumah tangga
"Karena ini seringkali menimbulkan berbagai masalah baru di berbagai negara tidak terkecuali di Indonesia," kata Abizar.
Desa Tawangsari sendiri dipilih karena memiliki potensi pengembangan biogas. Mayoritas masyarakat desa di tempat tersebut bermatapencaharian sebagai petani, buruh tani, dan peternakan.
Pada bidang peternakan, masyarakat desa memiliki komoditas utama berupa sapi perah. Setiap kepala keluarga Desa Tawangsari memiliki dua sampai tujuh sapi perah. Hal ini berarti jumlah total sapi yang dimiliki warga ada 965 ekor.
Anggota tim, Herlin Sri Wahyuni menilai, kondisi tersebut telah menyebabkan kotoran sapi yang dikeluarkan sangat besar. Jika ini tidak dimanfaatkan dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai masalah. "Seperti bau tidak sedap yang akan mengganggu masyarakat sekitar," kata Herlin.
Untuk mengatasi hal tersebut, tim melakukan sosialisasi kepada perangkat desa dan masyarakat Desa Tawangsari terkait pemanfaatan biogas sebagai energi terbarukan. Hal ini diharapkan bisa meminimalisasi pengeluaran untuk pembelian LPG atau listrik.
Selain itu, tim juga membagikan kuesioner untuk mengetahui seberapa besar ketertarikan masyarakat dalam pembuatan biogas. "Dan Allhamdulillah dari 150 responder setuju dan sepakat dengan adanya pengembangan biogas yang berbasis kearifan lokal di Desa Tawangsari," ucap Herlin.
Setelah melakukan advokasi dengan warga, tim akan melakukan konsinyering atau pendampingan bersama dosen reviewer dari tim Rektorat maupun dari dosen pembimbing. Nantinya juga akan ada kegiatanMonitoring dan Evaluasi (Monev) dari tim dekanat maupun rektorat. Terakhir, terdapat kegiatan PKP2 atau Monev dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Dengan adanya penelitian ini, Herlin berharap bisa memberikan manfaat untuk semua kalangan. "Baik itu bagi pemegang kebijakan (pemerintah), akademisi, ataupun masyarakat khususnya," ungkapnya.